
Pagi ini dapat cerita dari istri saya.. dia curhat dengan nada gemes dan geregetan karena salah satu temannya itu selalu kalau ada yang dibahas di grup Whatsapp pasti malah suka ngomentari dengan puanjaaaang banget.
Ya kalau panjangnya disampaikan secara ahsan dan menasehati tulus bagus kok.. tapi kalau disampaikan dengan niat mau pamer ilmu, nah inilah yang bikin ngga nyaman.
"Jangan su'udzan mas.."
Hati berbicara lebih keras dari perkataan.. pernah kan Anda ketemu orang yang merendahkan dirinya (red: Tawadhu') tapi kok malah di hati kita menangkap kesan berbeda dari yang disampaikan.. bahasa gaulnya mah merendah untuk meninggi.
Terasa kok mana yang tulus mana yang modus..
Sudahlah... yang dikejar apa coba dari pujian orang lain. Malah seringnya mengotori dan mengeraskan hati karena nikmat dengan pujian. Tiada yang luput dari ujian pujian kecuali orang yang bersungguh-sungguh membersihkan hati dari pengotornya.
"Ilmu memiliki tiga tahapan: jika seseorang memasuki tahapan pertama, ia merasa sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, ia merasa tawadhu (rendah hati). Dan jika ia memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya" ~ Umar Bin Khattab.
Sepi ketika sendiri, senang ketika ada yang membicarai..
Kawan.. tak lelahkah kau menggunakan topengmu itu? Menuntut harus selalu mendempulnya.
Tuma'ninah lah..
Perlambatlah gerakan fisikmu agar hatimu dapat bergerak melangit.. hati hendaklah selalu terkoneksi dengan-Nya. Karena dengan begitu sikapmu dapat terkontrol.
Bagaimana kau bisa sombong sedangkan kau senantiasa dilihat oleh yang Maha Tahu bahkan sampai dosa dalam diammu.
Bagaimana kau bisa merasa lebih padahal kau senantiasa diawasi oleh-Nya.
Ketahuilah wahai nafsu yang senantiasa menginginkan kelezatan..
Jika kau dapati pandangan Tuhanmu maka kau akan lebih banyak diam dibandingkan banyak berbicara. Jika kau dapati ilmumu berkah maka akan semakin membuat sadar bahwa diri ini ingin sekali berbicara menunjukan keakuan dirinya kepada banyak orang, maka keberkahan itu akan menjadi rem yang menahannya.
Ilmu atau kepahaman??
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36]
Termasuk ketidak tahuan apakah yang saya sampaikan ini baik untuk diriku (red: hati terjaga dari merasa paling).
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Pada akhirnya semua yang terucap, terlihat, dirasa akan ditanyakan.. sendirian.. ya sendirian kita akan menjawab dan dihisab.