Kamis, 01 Maret 2018

Antara Nikmat dan Musibah


Suatu hari seorang kawan bercerita mengenai dua kejadian yang dianggap berbeda. yaitu nikmat dan Musibah.
Cerita diawali dengan sebuah musibah, seorang pekerja kasar - kehilangan tangan kanannya ketika bekerja menggali sebuah lokasi pemasangan instrumen listrik.
Ia bersedih dengan "Musibah" yang dialaminya, dan selalu bertanya pada tuhan, mengapa ini bisa terjadi pada dirinya. 
mengapa ia anggap itu musibah?, karena ia kehilangan sesuatu yg berharga dalam dirinya.

dicerita lain seorang karyawan mendapat pekerjaan baru dengan gajian yang lebih besar dari pekerjaan lamanya.. dia begitu bergembira dengan hal tersebut. 
Ia bergembira dengan " Nikmat" yang Allah berikan kepadanya. 
Mengapa Ia anggap itu sebuah nikmat?, Karena bertambah-lah pendapatannya.

sampai pada suatu hari, si pekerja mulai bisa menerima cacatnya, tetapi ia tidak bisa lagi bekerja sebagai pekerja kasar karena sdh tidak memiliki tangan yg lengkap, 
akhirnya ia memutuskan utk bekerja sebagai penjual pulsa - sampai beberapa waktu berikutnya ia menjadi pengusaha pulsa dan konter handphone yang sukses di daerahnya.

tidak demikian dengan si karyawan, ia ternyata terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya - sampai suatu hari anak kesayangannya terkena kasus narkoba -karena cukup dengan uang, tetapi kurang dengan pengawasan sang ayah.
ternyata tidak semua yang kita anggap musibah- adalah benar2 musibah. dan yang kita anggap nikmat - bisa jadi berujung musibah.
lalu apa yang harus dilakukan?, 
Husnudzon adalah kuncinya 
tidak ada hubungannya antara berkurangnya nikmat dengan kesedihan, dan tidak ada hubungannya bertambahnya nikmat dengan kebahagiaan.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.[22]
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri[23]," [Al Hadid :22-23]

semua sudah Allah atur untuk keselamatan dan kebaikan HambaNya, dan selalu untuk kebaikan hambaNya.
”.….. karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak .”(QS. An Nissa [4] : 19)
Jangan pernah terburu-buru menilai berkurangnya nikmat adalah keburukan - bisa jadi ia adalah proses perjalanan menuju kebaikan.
dan jangan tergesa mengambil yang terlihat nikmat, karena bisa jadi ia adalah proses menuju Keburukan dan ketidak ridho-an Allah SWT
kalau semua sudah Allah atur yang terbaik, maka jika ada kejadian apapun yang baik atau buruk - waktunya anda memilih : 
pilih sebagai NIKMAT atau MUSIBAH?

lalu apa yang bisa saya lakukan sebagai ikhtiar terbaik? - Yakinkan segala apa yang engkau ikhtiarkan membuat Allah semakin cinta, itu adalah ikhtiar terbaik.

Selasa, 27 Februari 2018

CINTA IMANI VS CINTA SYAHWATI




Bismillahirrahmanirrahim….

Lelaki sejati itu datangi Ayahnya, bukan putrinya!
Lelaki sejati itu ngajak wedding, bukan dating!
Lelaki sejati itu ngajak akad, bukan ngasih coklat!
Jangan kau terima lelaki tak punya nyali untuk bertanggung jawab!

Banyak orang membungkus nafsu dengan cinta,
Sedang calon penghuni surga melawan nafsu dengan cinta,
Walau terkadang bumi melecehkan pemulia cinta,
Walau sering bumi memuliakan peleceh cinta,
Tetaplah menjalin cinta imani, bukan cinta syahwati!

Kawanku semua, hati-hatilah dalam mencinta, bukankah di akhirat engkau akan bersama orang yang engkau cintai? Ingatlah pesan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah “Cinta akan lenyap dengan lenyapnya sebab”. Oleh karenanya, jika kau mencintai seseorang karena kecantikannya, begitu kecantikannya hilang, kau akan kehilangan cintamu kepadanya, jika karena harta, begitu hartanya hilang, hilanglah cintamu kepadanya.

Oleh karena itu jadikan sesuatu yang abadi sebagai sebab rasa cintamu, karena Allah. Akan ada hari dimana kita menyadari ternyata anak kita lebih membutuhkan ibu yang soleh dan pintar dibandingkan ibu yang cantik.

Jika ada seseorang mengajakmu salat berjamaah di awal waktu, mengajakmu ikut kajian, mengajakmu belajar Quran, bertanya kapan kau akan memakai jilbab, memberitahumu untuk tidak ghibah, khawatir saat kau berduaan dengan bukan muhrimmu, itu artinya dia sayang padamu. Cinta adalah kata kerja. Mencintai itu memberi, membaikkan, dan membahagiakan. Jika melukai, menyedihkan, menjauhkan dari Sang Pencipta, menjadikan lupa diri, itu bukan cinta. Dahulu saya berfikir, jika kita sudah memberikan semua yang kita miliki untuk orang yang kita cintai, tapi ia tidak menghargai, mungkin kitaa sedang memberikan cinta ke orang yang salah. Namun sekarang saya menyadari, mencintai itu memberi, entah kita dihargai atau tidak, dibahagiakan atau tidak, kita sudah cukup bahagia dengan memberi.

Kenapa sebaiknya pacaran setelah menikah? Karena wanita bukan untuk dicoba-coba. Ku ingin menjagamu karenanya aku menjauhimu. Kalau masih punya pacar? Katakan pada pacarmu, “Jika engkau wanita yang tertulis untukku di Lauhul Mahfud, Allah pasti kan jaga rasa kasih tetap tumbuh di hatiku dan di hatimu, tapi selama tidak ada ikatan diantara kita, jangan hiraukan perasaan itu, karena kita tidak berhak atasnya.” Allah tak pernah ingkar janji, kalau terus menjaga diri, akan mendapat pendamping yang lurus hati. Dengan cinta imani kau akan membawa sang kekasih ke surga abadi, sedang cinta syahwati akan membawamu dengannya dalam penyesalan abadi.

Betapa banyak pemuda-pemudi hebat yang kehilangan ketangguhannya karena tak mampu menjaga cinta imani dan terjebak pada cinta syahwati?

Kawan, ingatlah pesan Ibnu Qayyim , “Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.”

Cintailah seseorang yang bisa menjadi penyemangat disaat taat dan menjadi pengingat disaat maksiat.
Carilah suami yang bisa menjadi ayah yang baik, karena ayah adalah jabatan yang tak tergantikan.
Cintailah orang yang bisa menjadi imam dalam salat malammu,

Minggu, 25 Februari 2018

TOPENG KESHALIHAN

Image result for Topeng

Kawan, pernah ga kita mendengar ada sahabat yang mengatakan begini:
“Mas, saya pengen seperti mas yang sudah bisa menjadi contoh buat kawan-kawan yang ingin hijrah”. 
“Rasanya gimana sih, bisa merutinkan shalat dhuha sampe 12 rakaat padahal mas kan orangnya sibuk, kasih nasehat doong...”
“Mbak, jilbabnya besar pasti pantes deh jadi istri yang saleha idaman ikhwan...”
“Anaknya kok sudah banyak hafalannya, apa sih resepnya jadi ibu yang pandai ngajarin al-Quran?’

Atau mungkin kita terbersit ingin dinilai sebagai.. 
Orang yang sudah melaksanakan Qiyamullail tersebab kiriman pesan nasehat di ujung sepertiga malam...
Orang yang lebih istiqomah tersebab sudah bisa menjadi guru, Ustadz, trainer dan pemberi wejangan di masyarakat atau komunitas ...
Foto selfie kita di bersama ustadz atau tokoh tertentu...
Asyik dengan penilaian orang dari foto2 samara penuh bahagia di medsos bahwa kita sebagai keluarga penuh cinta..

Bisa jadi kawan..., orang lain menyangka kita ... kesalihan kita sebaik nasehat yang tersampaikan, sesalih tutur indah yang diucapkan... senyata foto selfie di momen-momen ketaatan ... setawadhu’ hamba-hamba mulia dari para ulama’ wira’i pada zamannya... padahal jika mau jujur apa yang dinilai mereka pada diri ini tidaklah seperti yang disangkakan... jauuh dari kenyataan ... Orang lain menyangka/menilai salih padahal diri ini masih berlumur maksiat ...

Dalam hidup ini, selain dzon (dugaan/sangkaan) adalah yakinnya akan kenyataan (yaqiinan dzahiriyan). Maksud saya, jika orang lain menilai/mendugasangka kita.. sekalipun itu sangkaan baik.. penilaian baik... tapi sejatinya yang tahu kenyataan sebenarnya adalah kita sendiri dan Allah tentunya...

“ Iya.., itu kan penilaian mereka, dan memang kita tidak lah seperti yang disangkakan mereka”
Iya.. tapi Yang akan menjadi Allah tidak ridha adalah... kita lebih senang dan suka dengan dzonnya mereka sekaligus di saat yang sama melupakan pada perbaikan diri atas ketidakbenaran sangkaannya..

Kawan-kawan.., berhati-hatilah dengan persangkaan orang lain, persangkaan baik (dzan) nya orang lain pada kita.
Persangkaan buruk (su’udzan) orang lain yang kenyataannya tidak sesuai pada kita, akan membuat hati tenang (sebab Allah tahu)...
Tapi Persangkaan baik (husnudzan) orang lain yang kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan diri, akan membuat diri terlena ...

Penilaian baik orang itu bisa memacu diri. Penilaian apapun dia belum tentu seperti keadaan sebenarnya, penilaian itu masih dzan (persangkaan). Yang lebih tahu adalah diri ini sendiri... Tapi jika persangkaan baik itu membuat kita menafikan yang dzohiriyah (keadaan sebenarnya) ... melupakan pada muhasabah dan perbaikan diri... melalaikan dari permintaan kita sebagai hamba untuk selalu minta tolong kepada-Nya dan berlindung dari kejelekan dan nistanya diri.. (wana’uudzubillahi min sururi anfusinaa ... wasayyiaati a’maalinaa...) sampai tertipu diri atas penilaian indah manusia... sehingga setiap hari kerjaannya hanya memoles .. memoles dan memoles topeng.. lupa dengan kesejatiannya diri...

Jika diri ini bertanya... yakin mana, antara apa yang disangkaan orang dengan kenyataan diri ini... Kemudian dari sangkaan itu kita melupakan/meninggalkan yakinnya akan kenyataan dan kekurangan diri... lebih ngikutin dan senang atas penilaian orang lain.. maka seorang ahli hikmah mengatakan inilah bentuk dari sebodoh-bodohnya manusia... inilah yang dimaksud dengan nasehat hikmah Ibnu Athailah dalam kitabnya Al-Hikam:
أجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ما عند الناس
“Sebodoh-bodohnya manusia adalah ia yang meninggalkan keyakinan yang ada padanya tersebab terbawa oleh apa yang disangkakan kebanyakan orang”.

Suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. berkata ketika orang lain mengatakan penilaian baik padanya: 
“Ya Allah, ampunilah diriku karena sesuatu yang tidak mereka ketahui dan janganlah Engkau menyiksa diriku karena apa yang mereka katakan dan jadikanlah diriku lebih baik daripada apa yang mereka sangkakan.”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Sangkaan baik itu tidak akan membahayakan orang yang memperhatikan dan memperbaiki (kenyataan) pada dirinya.”

“Ya Allah, sesungguhnya mereka tidak mengetahui diriku, sedang Engkau mengetahui diriku.”
So, teruslah bergerak kawan-kawan... 
Bergerak tiada henti... untuk memperbaiki diri, menjaga Cinta pada Allah, dan bekerja untuk-Nya ...memohon Ridho-Nya... hatta ya’tiyallaahu biamrihi (sampai Allah SWT menetapkan ketentuan terbaikNya)..

Wallaahua’lam bishawwab