Biasanya pada bulan Rabiulawal kaum muslim memperingati Maulid Nabi ﷺ, padahal Maulid Nabi hanya satu dari tiga peristiwa besar yang terjadi tanggal 12 Rabiulawal.
Ketiga peristiwa besar tersebut adalah;
Pertama, maulid (hari lahirnya) Nabi Muhamnad ﷺ;
Kedua, hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah, yakni berdirinya Daulah Islamiyah;
Ketiga, wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, yakni berdirinya Khilafah Islamiyah Rasyidah.
Tiga peristiwa besar pada tanggal 12 Rabiulawal tersebut uraiannya sebagai berikut,
Satu, lahirnya Nabi Muhammad ﷺ.
Nabi ﷺ dilahirkan hari Senin, 12 Rabiulawal pada tahun Gajah di Makkah. (Rawwas Qal'ah Jie, Sirah Nabawiyah (terj.), hal. 15; Ibnul Qayyim, Zadul Ma'ad, Juz 1 hlm. 28).
Kelahiran Nabi ﷺ sendiri banyak diiringi dengan berbagai keajaiban. Kadi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifa menyebut ada 132 keajaiban. Di antaranya, ketika lahir dan digendong oleh Asy-Syifa Ummu Abdurrahman bin Auf, beliau (Nabi ﷺ) menangis keras dan berkata kepada Asy-Syifa,”Semoga Allah merahmatimu.”(rahimakillah). (Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Mushtafa, hlm. 205).
Kelahiran Nabi ﷺ adalah kelahiran seseorang yang kelak mempunyai banyak keistimewaan di dunia dan akhirat dalam segala aspeknya. Banyak kitab telah ditulis tentang keistimewaan Beliau, seperti kitab Qiyadatur Rasul As-Siyasiyah wa Al-Askariyah karya Ahmad Ratib Armusy (Beirut : Darun Nafais, 1991), yang mencoba menjelaskan aspek kepemimpinan Nabi ﷺ dalam bidang militer dan politik.
Juga kitab Dirasat Tahliliyah li Syakhshiyah Ar-Rasul karya Rawwas Qal'ah Jie (Beirut : Darun Nafais, 1988). Kitab ini mencoba melukiskan kepribadian Nabi ﷺ secara lebih lengkap, tidak hanya aspek kemiliteran dan kepemimpinan, tetapi juga pribadi beliau sebagai guru (murabbi), suami, dan sebagai manusia biasa (aspek kemanusiaan/basyariyah).
Di antara keistimewaan Nabi ﷺ ialah beliau memegang dua kedudukan sekaligus, yakni sebagai nabi sekaligus kepala negara. Imam Taqiyuddin an-Nabhani –radhiyallahu ‘anhu– berkata,
فكان يتولى النبوة والرسالة وكان في نفس الوقت يتولى منصب رئاسة المسلمين في إقامة أحكام الإسلام
“Maka Nabi Muhammad ﷺ dahulu memegang kedudukan kenabian dan kerasulan, dan pada waktu yang sama Nabi ﷺ memegang kedudukan kepemimpinan kaum muslimin dalam menegakkan hukum-hukum Islam.” (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhamul Hukm fil Islam, hlm. 116-117).
Imam Taqiyuddin An-Nabhani mendasarkan pendapatnya pada dua kategori ayat yang berbeda.
Pertama, ayat-ayat yang terkait dengan tugas tablig (menyampaikan wahyu), seperti QS Al-Maidah: 67, yang berbunyi,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS Al-Maidah [5] : 67)
Kedua, ayat-ayat yang terkait dengan tugas menerapkan hukum yang diturunkan Allah (al-hukmu bimaa anzalallah) seperti QS Al-Maidah: 48 dan QS Al-Maidah: 49). Firman Allah Swt.,
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ
“Maka tegakkanlah hukum di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah.“ (QS Al-Maidah [5] : 48)
Jadi, Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya seorang nabi yang bertugas menyampaikan wahyu, namun juga sekaligus kepala negara yang menerapkan hukum Allah kepada masyarakat. (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhamul Hukm fil Islam, hlm. 118).
Tugas kenabian ini berakhir dengan wafatnya Nabi ﷺ. Namun, tugas kepemimpinan negara ini tak berakhir, melainkan dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sebagai kepala negara Khilafah sepeninggal Nabi ﷺ. Sabda Nabi Muhammad ﷺ,
كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء. كلما هلك نبي خلفه نبي. وإنه لا نبي بعدي. وستكون خلفاء فتكثر
“Dahulu Bani Israil segala urusannya selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak…” (HR. Muslim, No. 1842)
Dua, hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ.
Bulan Muharam memang ditetapkan sebagai awal perhitungan tahun Hijriyah. Namun, hijrahnya Nabi ﷺ sendiri tidak terjadi pada bulan Muharam, melainkan pada bulan Rabiulawal.
Beliau mulai berhijrah meninggalkan Gua Tsur malam Senin tanggal 1 Rabiulawal tahun I Hijriyah (16 September 622 M).
Nabi ﷺ sampai di Quba’ hari Senin tanggal 8 Rabiulawal tahun 1 H (23 September 622 M), lalu berdiam di sana selama empat hari, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis.
Nabi ﷺ selanjutnya memasuki Madinah hari Jumat tanggal 12 Rabiulawal tahun 1 H. (Shafiyurrahman Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (terj.), hal. 232-233; Ahmad Ratib Armusy, Qiyadatur Rasul, hlm. 40).
Dengan demikian, tanggal 12 Rabiulawal itu adalah sampainya Nabi di Madinah. Ini menandai berdirinya Daulah Islamiyah (qiyam ad-daulah al-islamiyah). (Taqiyuddin an-Nabhani, Ad-Daulah al-Islamiyah, hlm. 48).
Sebelum hijrah terjadi peristiwa Baiat Aqabah II di Makkah antara Nabi ﷺ dan Suku Auz dan Khrazraj dari Madinah. Baiat ini sesungguhnya adalah akad pendirian Daulah Islamiyah, antara Nabi ﷺ di satu pihak, dengan Suku Aus dan Khazraj di pihak lain. (Al-Marakbi, Al-Khilafah Al-Islamiyah Bayna Nuzhum Al-Hukm Al-Muashirah, hlm. 16).
Jadi, dengan baiat tersebut secara hukum (de jure) Nabi ﷺ sudah menjadi kepala negara di Madinah. Namun, secara fakta (de facto) kepemimpinan ini baru efektif setelah Nabi ﷺ sampai di Madinah.
Hijrahnya Nabi ﷺ ke Madinah bukan karena beliau takut akan dibunuh oleh Quraisy. Namun, alasan sesungguhnya adalah karena di Madinah terdapat kesiapan masyarakat untuk menegakkan Daulah Islamiyah dan mendukung dakwah Islam yang diemban Nabi ﷺ. (Taqiyuddin an-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyah, hlm. 47).
Tiga, Wafatnya Nabi Muhammad ﷺ.
Nabi ﷺ wafat hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H. (Ibnu Katsir, As-Sirah An-Nabawiyah, Juz IV hal. 507.
Imam Ibnu Katsir berkata, ”Inilah tanggal yang dipastikan oleh Al-Waqidi dan Muhammad bin Saad”. (Lihat pula Muruj Adz-Dzahab, Juz II hal. 304, dikutip oleh Mahmud Al-Khalidi, Qawaid Nizham Al-Hukm fi Al-Islam, hlm. 255).
Wafatnya Nabi ﷺ ini menjadi pertanda lahirnya negara Khilafah Islam Rasyidah. Sebab pada hari yang sama, bahkan sebelum jenazah Nabi ﷺ dimakamkan, umat Islam telah membaiat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah.
Nabi ﷺ meninggal pada waktu Dhuha hari Senin itu tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 Hijriah. Sementara Abu Bakar Shiddiq dibaiat sebagai khalifah hari Senin itu pula (baiat in’iqad/baiat khashash).
Kemudian pada hari Selasa pagi harinya, Abu Bakar Shiddiq dibaiat oleh kaum muslimin di masjid (baiat tha’at/baiat ammah). Nabi ﷺ sendiri baru dimakamkan pada pertengahan malam pada malam Rabu. ( Lihat kitab Ajhizah Daulah Al-Khilafah, hlm.13)
Walhasil, pada bulan Rabiulawal telah terjadi tiga peristiwa besar, yaitu Maulid Nabi ﷺ, Maulid Daulah Islamiyah, dan Maulid Khilafah Rasyidah.
Ketiganya wajib kita pahami dan kita jadikan sebagai sumber semangat di masa sekarang, untuk berjuang menegakkan kembali Khilafah. Sebab Khilafah inilah sunah (metode) yang dirintis oleh Nabi ﷺ sebagai Daulah Islamiyah, lalu sunah ini dilanjutkan oleh para Khulafaurasyidin sebagai Khilafah Rasyidah. Semua sunah itu wajib hukumnya kita ikuti, sesuai sabda Nabi ﷺ,
فعليه بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
“Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafaurasyidin yang mendapat petunjuk, dan gigitlah sunah-sunah itu dengan gigi-gigi gerahammu .” (HR Tirmidzi, No. 2816). Wallahualam.