Jumat, 10 Juni 2022

Dua Misi Utama Manusia di Dunia

 


الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Tak jemu-jemu pada setiap khutbah, khatib mengingatkan, mengajak, dan menyerukan kepada seluruh jamaah dan umumnya kepada seluruh umat Islam untuk senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kepada Allah swt. Selain menjadi rukun dalam khutbah yang wajib disampaikan oleh para khatib di dalam khutbahnya, wasiat takwa ini menjadi sebuah peringatan dan ajakan penting untuk menjadikan kehidupan manusia di dunia terarah sesuai dengan ketentuan Allah swt. Karena takwa itu sendiri adalah sebuah komitmen untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. 

Dengan ketakwaan, manusia akan senantiasa berada di jalan yang benar, di jalan lurus yang diridhoi Allah dan akan menjadikan perjalanan di jalan tersebut lancar, aman, serta tidak ada gangguan yang dapat menggagalkan misi dalam mencapai tujuan. Manusia yang bertakwa juga akan senantiasa menghindarkan diri dari keluar jalan yang telah ditentukan oleh Allah dengan memperhatikan rambu-rambu yang ada di sepanjang perjalanan sehingga dapat terhindar dari terjerumus ke jurang larangan Allah swt.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 
Kehidupan kita  di dunia memang seperti menyusuri sebuah jalan untuk mencapai sebuah tujuan. Perjalanan ini membawa sebuah misi penting yang telah diamanahkan oleh Allah. Selama perjalanan ini, kita tidak boleh lupa  dengan misi utama ini sehingga terlena dalam perjalanan dan tidak bisa mencapai tujuan dari diciptakannya kita di dunia. Setidaknya, ada dua misi utama diciptakannya kita di bumi ini yakni sebagai Abdullah (hamba Allah) dan khalifah (pemimpin). 

Misi pertama sebagai Abdullah (hamba Allah) disebutkan dalam Al-Qur’an surat  Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” 

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya. Setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya, dan menerima apa yang Allah takdirkan karena manusia dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah Allah tentukan. Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat karena kesemuanya adalah atas kehendak Allah. Ayat inilah yang menguatkan perintah untuk mengingat Allah swt dan memerintahkan manusia agar melakukan ibadah kepada Allah swt. 

Kita perlu sadari, bahwa kewajiban kita menyembah Allah swt bukanlah karena Allah butuh untuk disembah. Justru sebaliknya, kita menyembah Allah karena kita butuh untuk menyembah-Nya. Kita perlu sadari lagi bahwa Allah lah dzat yang paling kuasa atas segala yang terjadi pada diri kita. Ketika kita menyembah Allah, maka akan tercipta hubungan harmonis antara kita dengan Allah sehingga Allah akan senantiasa sayang dan cinta kepada kita.   

Aktivitas ibadah kita juga merupakan wujud syukur kepada Allah yang telah menciptakan dan memelihara kita, serta memberikan kesempatan untuk menggunakan fasilitas yang ada di bumi untuk kebutuhan hidup. Keistiqamahan kita dalam beribadah menyembah Allah akan menjadi tolok ukur ketakwaan yang akan memberi dampak pada kehidupan di dunia dan akhirat. 

Kebutuhan kita menyembah Allah juga akan mendatangkan rasa tenang sekaligus mengikis sifat sombong atau takabbur dalam diri yang bermuara kepada kesadaran diri bahwa kita hanyalah makhluk lemah yang membutuhkan penolong yakni Allah swt.
 اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ 

Artinya : “Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (QS; Ar-Rum: 54). 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 
Misi kedua manusia di dunia yakni sebagai khalifah atau pemimpin dimuka bumi termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30:

 وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 

Dari ayat ini bisa kita lihat bahwa ketika Allah hendak menjadikan manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini, para malaikat sempat ragu. Mereka menilai bahwa manusia tidak pantas menjadi pemimpin di dunia karena memiliki tabiat senang membuat kerusakan. Mereka menilai bahwa diri merekalah yang patut untuk menjadi khalifah karena mereka adalah hamba Allah yang sangat patuh, selalu bertasbih, memuji Allah, dan menyucikan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. 

Namun semua itu ditepis oleh Allah swt karena Allah lah yang paling mengetahui atas segalanya termasuk keputusan menjadikan manusia sebagai pemimpin di bumi ini. Penciptaan manusia adalah rencana besar Allah di dunia. Allah Maha tahu bahwa pada diri manusia terdapat hal-hal negatif sebagaimana yang dikhawatirkan oleh malaikat, tetapi aspek positifnya jauh lebih banyak. 

Oleh karena itu, kepercayaan dari Allah ini harus kita pikul dengan baik dengan cara menjaga keseimbangan kehidupan di bumi ini. Untuk menjaga keseimbangan ini, kita harus mengikis perilaku negatif seperti melakukan perusakan di bumi dan memperkuat perilaku positif dengan memberikan manfaat pada sesama manusia lain dan bumi ini. Rasulullah saw bersabda:
 
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ 

Artinya “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (lainnya)." 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 
Itulah dua misi utama diciptakannya kita di dunia ini oleh Allah swt. Mudah-mudahan kita selalu ingat dan dapat melaksanakan serta mengemban amanah besar ini agar kita bisa menjadi hamba yang benar-benar bertakwa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranagn-Nya. Amin.

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Rabu, 08 Juni 2022

Larangan Mencaci Agama Lain

 اَلحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ .  أَمَّا بَعْدُ  عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin. Takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surah At-Talaq Ayat 2 dan 3:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ

Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-Talaq: 2-3). 

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla 

Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Hal ini dapat kita lihat pada substansi ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran maupun perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan manusia di seluruh alam semesta. Dengan adanya sifat saling mengasihi maka akan tercipta kedamaian dan ketenteraman di tengah-tengah masyarakat.

Sudah maklum bagi kita sebagai warga Indonesia, tidak semua warganya menganut agama Islam. Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan, dari mulai budaya, adat istiadat, bahasa hingga agama. Dari sinilah muncul semboyan yang sudah sangat melekat pada diri kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.  
Ya! Sikap toleransilah yang menyatukan kita sehingga bisa hidup bersama di tengah-tengah keragaman manusia. Tanpa adanya sikap toleransi, mungkin kita akan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan kita. Lebih dari itu, bahkan dapat menyebabkan adanya peperangan dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat. 

Bagaimana tidak toleransi adalah nilai ajaran dari agama Islam itu sendiri, sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas ra:

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: ‘Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: ‘Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.”  (HR Bukhari)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 
Beberapa waktu lalu kita mendengar kabar mengenai seseorang yang menendang sesajen di gunung Semeru sembari menyebutkan bahwa hal tersebutlah yang menjadikan murkanya Allah sehingga azabnya turun kepada manusia. Mirisnya perilaku tersebut direkam dan videonya pun tersebar di media sosial. 

Khutbah ini tidak semata-mata ingin menyatakan bahwa menyediakan sesajen bagi roh atau penunggu tempat tertentu hukumnya adalah halal di dalam agama Islam. Tidak sama sekali. Kita mafhum sekali bahwa menyediakan sesajen dengan meyakini adanya zat selain Allah yang dapat mendatangkan manfaat atau mara bahaya merupakan sebuah kemusyrikan. Tidak ada di alam semesta ini yang dapat melakukannya kecuali Allah Tuhan semesta alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Surat Al-Ma'idah Ayat 76:
 قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا ۚ وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 

Artinya, “Katakanlah: ‘Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?’ Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Maidah: 76). 

Ayat di atas jelas sekali bahwa tidak ada yang kuasa mendatangkan manfaat maupun mudarat kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja. Akan tetapi poin yang perlu ditegaskan adalah penting sekali bagi kita untuk menghormati sesuatu yang disembah oleh agama lain. Menghormati tentu berbeda dengan meyakini. Kita harus menghormati, bukan berarti harus meyakininya. Menghormati di sini adalah tidak mencaci praktik ibadah dan sesembahan mereka. 

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla Mengenai hal ini Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-An’am ayat 108:

 وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ    

Artinya, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An'am: 108). 

Ayat di atas jelas sekali melarang kita mencaci sesuatu yang disembah penganut agama selain Islam. Prof. Muhammad Quraish Shihab, MA. menyebutkan dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini.  

“Janganlah kalian, wahai orang-orang Mukmin, mencela patung-patung yang disembah oleh orang-orang musyrik selain Allah. Hal itu akan membuat mereka marah lantaran perbuatan kalian, dengan berbalik mencela Allah akibat sikap melampaui batas dan kedunguan mereka. Seperti apa yang Kami hiasi mereka dengan rasa cinta terhadap patung-patungnya, masing-masing umat juga Kami hiasi dengan pekerjaannya sesuai kesiapannya. Kemudian, semuanya hanya akan kembali kepada Allah di hari kiamat. Dia akan memberitahu mereka hasil perbuatannya dan akan memberikan balasannya.” 

Mengenai asal mula diturunkannya ayat di atas, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan, Imam Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar, ia dari Qatadah: “Pada zaman Nabi, ada seorang muslim yang mencela sesembahan orang-orang kafir, lalu celaan tadi dibalas oleh orang kafir dengan berlebihan. Mereka mengata-ngatai dan mencemooh Allah  dengan celaan yang amat parah tanpa didasari ilmu”.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 

Marilah kita beragama dengan bijak, dengan sikap toleransi terhadap orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Jangan sampai sikap intoleran yang kita lakukan malah memecah belah dan menghancurkan kerukunan yang sejak lama telah terjalin di antara umat beragama di tengah masyarakat kita.  

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada kita untuk melakukan tindak preventif, sebab cacian yang kita lontarkan kepada orang lain tentu akan menuai balasan cacian yang serupa atau bahkan lebih parah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggambarkan sebab akibat dari perilaku caci-mencaci dalam sabdanya:

 عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Artinya, '“Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.’ Ada seseorang bertanya, ‘Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri?” ‘Beliau bersabda, ‘Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya’.” (Muttafaqun ‘alaih).

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم  *


Tak ada yang Abadi....

 


قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan Kemudharatan dan tidak (pula) Kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap-tiap Umat mempunyai Ajal. Apabila telah datang Ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)"

(Q.S. Yunus Ayat 49)

"Kehidupan Dunia hanyalah sementara dan Kehidupan Akhirat adalah Kehidupan yang Abadi.

Tak kan selamanya raga ini mampu terus berjalan di atas muka Bumi ini. Oleh karenanya selagi Allah masih memberikan kita Anugerah sanggup Bernafas, mari kita Syukuri dengan menghembuskan  Kedamaian serta Kemanfaatan seluas luasnya yang sanggup kita perbuat. 

Bersyukur hanya akan sanggup dilakukan oleh manusia manusia yang pandai menghargai orang lain. Sebab siapa yang tidak pandai berterimakasih (Bersyukur) atas Kebaikan Manusia maka dia pun tidak akan pandai dalam Mensyukuri Nikmat Allah, karena Kebaikan orang lain yang diterima adalah bersumber dari Allah.

Semoga para Pahlawan Awak Kapal KRI Nanggala 402 yang Gugur dalam tugasnya Husnul Khotimah dan Semoga Keluarga yang ditinggalkan Mendapatkan Anugerah Kesabaran dan Keikhlasan dalam menjalani Musibah ini. 

Semoga kita yang masih Hidup mampu mengambil Pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi... Sehingga kita Dimudahkan oleh Allah untuk Bergegas mengumpulkan bekal Perjalanan Abadi"

>-Sedia Amal Sebelum Ajal-<

MENUTUPI AIB SEORANG MUSLIM


 Di akherat..

Ada orang orang yang dibuka aibnya di hadapan seluruh manusia..

Ia dipermalukan oleh Allah akibat perbuatannya..

Maka, jika kita ingin aib kita ditutupi oleh Allah di dunia dan di akherat..

Maka tutupilah aib saudaramu..

ومن ستر مسلما ستره الله في الدنيا والاخرة

“Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akherat..” 

(HR Muslim)

Saat kita berteman..

Pastilah suatu saat kita akan melihat aib dan kekurangannya..

Sebaik-baik teman adalah yang menutupi aib saudaranya..

KITA BERDOA KARENA BUTUH ALLAH

 


A'udzubillahi minasysyaithonirrajim...

Bismillahirrahmanirrahim..

Rabbish rahli shadri wayassirli amri wahlul uqdatan min lisani yafqahu qauli..

Allahumma inna nas-aluka ilman nafi'an, wa rizqon wasi'an halalan thayyiban wa amalan mutaqabbalan...

Allahumma inna na'udzubika min ilmin laa yanfa', wamin qalbin laa yakhsya', wa minnafsin laa tasyba', wa min da'watin laa yustajabulaha...

Kita tidak bosan-bosannya meminta rezeki dari Allah. Gak papa banyak, yg penting halal dan berkah?

Kenapa rezeki? Karena bisa mendekatkan diri kepada Allah.

Kenapa banyak? Karena kita ingin berbagi. Ya Allah, jangankan banyak, sikitpun saya berbagi.

Ada ibu-ibu yg puluhan tahun jual makanan yg ada gula merahnya. Sebelum meneteskan gula merah ke jualan, beliau tetaskan dulu ke tanah?

Apa jawaban beliau ketika ditanya?

"Setetes gula merah itu gak ada artinya bagi saya, tapi sangat berharga bagi semut. Bukankah semut juga makhluk Allah?"

Terdiam saye. Ade orang yg dikasih ilham seperti itu.

Alhamdulillah kate beliau, selama beliau jualan puluhan tahun gak pernah gak habis. Bukankah dengan menolong, kita akan ditolong? Itu rumusnya.

(Ada program baru, bonceng mamak-mamak kita berkendara menggunakan motor. Launching kemarin sore: "Riding Birrul Walidain." Jadi saat Sunday morning, kita bawa mamak kita jalan-jalan.)

Kemarin kita bahas persamaan dan perbedaan ujub dan sombong. Ujub dan sombong sama-sama menganggap diri lebih baik, sedangkan sombong sekaligus merendahkan orang lain.

Sombong itulah yg dilakukan oleh iblis.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗ    قَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ 

"(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”" (QS. Al-A'raf 7:12)

Al-'Ujubu itu jelek. Namun, sombong itu lebih jelek lagi. Setan itu ada 2: dari golongan jin dan manusia. Kalau setan dari golongan jin, mendengar adzan lari terkentut-kentut. Bacakan Al-Qur'an akan lari ketakutan.

Dimana-mana ada. Makanya, ketika masuk ruangan yg baru, ucapkan salam. "Assalamu'alaikum, assalamu'alaina, wa 'ala ibadillahishsholihin."

Ini ada asbabun nuzul nya. Dulu, ada suatu lembah yg dipenuhi oleh jinnya. Ketika mendengar ada suatu kafilah yg lewat, mereka lari dari manusia semuanya. Hingga manusia kemudian mengucapkan, "permisi ya wahai penghuni tempat ini". Jin yg paling belakang sempat mendengar. Lalu mengatakan ke teman-temannya, "sebentar-bentar. Manusia ini takut sama kita."

Itulah asal muasal ada sesajen dan lain-lain.

Obrolan sederhana antara jin kafir dan jin kafir. Ketika ada manusia lewat, salah satu jin bertanya ke temannya, "kenapa dia lewat gak digangguin bro?" "Bagaimana akan diganggu, dia dijaga oleh Allah."

بسم الله تو كلنا على الله، لاحول ولاقوة الا با الله العلي العظيم

SOP Beramal Sholeh ada 3:

1. Semoga diterima oleh Allah (QS 2: 127)

2. Semoga mengalir pahalanya kepada orang tua (QS 27: 19)

3. Semoga menjadi wasilah menghapus pahala di masa lalu QS 25: 70)

ان الحسنات يذهبن السيأت

"Innal hasanat, yudzhibnas sayyi-at."

Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapus keburukan-keburukan.

Maka penting berkumpul dengan orang-orang baik. Dapat memaksimalkan kebaikan, muncul ide-ide kebaikan yg baru.

SOP keluar kota dengan kendaraan, membaca doa perjalanan, doa keluar rumah, doa Nabi Nuh. Agar kita dipilihkan oleh Allah tempat transit yg baik.

Kenapa kita harus selalu berdoa kepada Allah? Karena untuk menunjukkan bahwa kita butuh Allah.

Ketika kita berdoa, Allah akan menyampaikan kepada para malaikatNya, "Wahai malaikatKu, lihatlah ada hambaKu yg menyebut-nyebut namaKu."

Tetaplah berdoa, karena kita butuh Allah untuk menjaga kita, butuh pertolongan Allah.