Pada pembahasan kali ini kita akan sedikit membahas tentang betapa pentingnya 'Merasa tidak cukup', agar kita tidak gampang puas dengan apa yang sudah ada pada diri kita.
Loh maksudnya gimana? Bukankah kita dianjurkan untuk mensyukuri apa yang telah kita miliki dan merasa cukup atas apa yang diberikan Allah SWT?
Apakah pertanyaan seperti itu juga ada di benak Anda saat ini? Ya, mensyukuri apa yang telah kita miliki adalah hal itu memang dianjurkan. Dan mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan juga merupakan bagian dari ajaran syariat kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman di banyak ayat dalam Al-Qur'an, "Siapa bersyukur, maka Aku tambah nikmat-Ku atasmu..."
Namun yang kami maksud 'Merasa tidak cukup' bukan pada nikmat yang telah Allah SWT berikan, melainkan pada amal yang kita perbuat. Dalam hal ini kita harus selalu merasa tidak cukup atas amal shaleh yang kita lakukan, karena memang pada dasarnya kita tidak pernah tahu apakah semua ibadah serta amal baik kita sudah cukup atau belum untuk mengantarkan kita pada Jannah yang telah dijanjikan oleh-Nya.
Maka, sekalipun kita sering bangun tahajjud, aktif dikemajlisan, selalu mendatangi kajian-kajian Islam, senantiasa membantu dan menolong yang membutuhkan, berdakwah kesana-kemari, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Jangan sekali-kali kita merasa cukup dalam urusan amal, karena ketika kita merasa cukup, merasa puas, merasa sudah aman, dan merasa punya bekal yang berlebih, bahkan kita merasa sudah menjadi orang baik dan sholeh. Ketahuilah bahwa itu adalah bisikan setan yang selalu mencari celah agar kita puas dengan amal yang sudah kita kerjakan.
Allah SWT berfirman:
"kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 17)
Itulah janji setan didepan Rabbnya yang diabadikan dalam Al-Qur'an, untuk senantiasa menyesatkan anak cucu Adam sampai hari kiamat. Dan mereka (setan) sangat bekerja keras untuk itu.
Ayat ini sekaligus mengingatkan kita akan siapa musuh kita sebenarnya, musuh yang nyata.
Maka, ketika kita berjumpa dengan orang lain, semisal ia seorang yang lebih muda dari kita, anggaplah ia lebih sedikit dosanya daripada kita. Sehingga kita merasa diri yang usianya sudah lebih dewasa ini, pastilah lebih banyak khilaf dan dosanya. Maka kita akan senantiasa memperbaiki diri dan bermohon ampunan pada-Nya.
Dan ketika kita bertemu dengan seseorang yang lebih tua daripada kita, anggaplah ia lebih banyak amal baiknya, karena ia memang telah hidup lebih lama daripada kita. Sehingga muncul perasaan 'kurang amal' pada diri kita, yang akan menjadi memotivasi kita untuk terus beramal dalam kebaikan.
Maka, hal itu akan membuat kita senantiasa mengintrospeksi diri. Sehingga kita tidak merasa diri sudah baik, yang akan mengakibatkan kita merasa cukup dengan amal yang sudah kita lakukan. Wallahu alam...