Sabtu, 09 Februari 2019

MENJAUH DARI ISTRI, MENGHILANGKAN REJEKI


Ini bukan takhayul atau semacam kisah “dunia lain” yang kerap dimuat di majalah atau koran mistis. Ini hanyalah tentang kisah hidup seorang suami yang mengalami pengalaman spiritual, dan akhirnya menemukan kesimpulan menarik untuk disampaikan kepada orang lain. Bisa jadi pengalaman semua orang bisa berbeda, namun sepanjang pengalaman itu tentang hal yang positif dan konstruktif sudah selayaknya menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja. 

Seorang suami bercerita tentang lika-liku kisah hidupnya. Ia seorang pengusaha kelas menengah. Belum terlalu besar usahanya, namun juga tidak bisa dibilang kecil. Ada kalanya ia mendapatkan hasil yang melimpah ruah, rejeki terasa lancar, keuntungan seakan selalu berpihak kepada dirinya. Namun, ada kalanya hasil yang didapatkan sangat kecil, bahkan cenderung merugi, ditambah lagi mendapatkan kemalangan yang bertubi-tubi. 

Kondisi seperti itu berulang-ulang terjadi. Bisnisnya mengalami fluktuasi yang sangat dinamis. Semua orang dalam dunia bisnis menyatakan itu hal yang wajar saja. Tidak ada usaha yang selamanya untung tanpa pernah merugi. Semua pebisnis pernah mengalami masa untung dan masa rugi. Jadi, soal fluktuasi untung dan rugi yang dialami para pebisnis dan pengusaha adalah cerita biasa saja. Semua pernah mengalaminya. 

Menjauh dari Istri, Menghambat Rejeki 
Kendati semua orang mengatakan bahwa fluktuasi keuntungan dan kerugian dalam dunia usaha adalah hal biasa, namun suami yang satu ini ternyata memiliki catatan tersendiri. Ia tidak saja melihat fluktuasi itu sebagai konsekuensi dari dunia usaha yang memang sangat dinamis, namun jauh di balik itu, ia melihat fluktuasi situasi kejiwaannya. Ia akhirnya menemukan ada pola yang konstan dalam kehidupan pribadi dan perjalanan bisnisnya. 

"Setiap kali saya jauh dari istri, rejeki saya juga menjauh," ujar lelaki ini. "Saat lagi banyak uang, saya mudah tergoda wanita. Begitu mulai asyik dengan wanita lain, saya mulai menjauhi istri. Ketika mulai jauh dari istri, rejeki saya pun menjauh. Harta yang banyak, habis dalam waktu singkat," tambahnya. "Saat harta habis, saya kembali ke rumah dan mendekat ke istri. Dan begitu saya berada dalam kehangatan hubungan dengan istri, rejeki saya lancar lagi," begitulah pola yang ia temukan dalam kehidupan pribadi dan bisnisnya. 

Ia mendapatkan pola yang ritmis dan konstan. Saat ia menjadi suami yang baik, menjadi ayah yang baik, rejeki sangat lancar mengalir seakan tanpa kendala yang berarti. Semua kegiatan dan usahanya berjalan dengan lancar. Hasilnya sangat menggembirakan, selalu untung dan bahkan berlipat keuntungannya. Lebih dari yang diprediksi sebelumnya. Di saat hangat dengan keluarga, ia bisa mendapatkan banyak uang dan kekayaan dari kegiatan bisnisnya. 

Namun, di saat ia mulai tergoda untuk bermain-main dan bersenang-senang dengan perempuan lain, mendadak rejekinya pun menjauh bahkan menghilang darinya. Beberapa kali sempat jatuh terpuruk, justru ketika ia tengah menikmati hasil kekayaannya dengan wanita lain. Tidak dengan istri dan anak-anaknya. Harta yang banyak dan melimpah, dalam waktu singkat habis terkuras untuk bersenang-senang dengan wanita lain. Pada kondisi seperti ini, mendadak ia merasakan sulitnya mendapatkan keuntungan besar dari bisnis yang dikerjakannya. Padahal beberapa waktu sebelumnya begitu lancar, namun setelah perilakunya berubah, rejeki menjadi seret. Usahanya mengalami lilitan masalah pelik, dan akhirnya berdampak kerugian. Beberapa kali hampir mengalami kebangkrutan, sangat berat untuk meneruskan usaha. Namun, akhirnya ia bisa kembali bangkit dan mendapatkan keuntungan yang memadai. 

Setelah dicermati, ia mengalami kebangkitan kembali dari keterpurukan usaha, di saat ia kembali kepada istri dan anak-anak di rumah. Karena uangnya habis, ia tidak bisa lagi berfoya-foya, dan akhirnya pulang ke rumah mendekat kepada istri dan anak-anaknya. Tentu saja tidak mudah untuk kembali mesra dan harmonis seperti sedia kala, setelah ia bersenang-senang dengan wanita lain.  

Namun berkat kesabaran sang istri, perlahan hubungan mereka baik kembali. 

Kehangatan Keluarga, Membawa Sukses 
Usaha Ia kembali merasakan kehangatan dan dukungan dari istri dan anak-anaknya. Di saat hubungan yang harmonis seperti inilah, ia menemukan berbagai kemudahan untuk mengatasi masalah dalam usahanya. Bisnisnya berjalan lancar, dan kembali mendapatkan keuntungan besar. Semua berkat dorongan dan dukungan dari keluarga yang mencintai dan menerimanya apa adanya. 
“Maka setialah kepada keluarga. Mereka yang memberikan dorongan kekuatan kepada kita untuk sukses. Kita tidak mungkin bisa sukses sendiri. Apalagi ketika kita menjauh dari istri, walaupun istri tidak mengetahui detail kelakuan suami, namun perasaannya yang tajam bisa menjadi doa,” ujar lelaki tersebut. 

Inilah yang makna dari berkah. Jika keuntungan usaha itu berkah, akan membawa dampak berlipatnya kebaikan yang didapatkan. Sebaliknya, jika kekayaan yang dimiliki hanya digunakan untuk kemaksiatan, maka akan menghilangkan nikmat yang hakiki. Yang didapatkan hanya kesenangan sementara, namun akan mengalami masa penderitaan yang panjang tak terkira. 

Berkah, dalam bahasa Arab disebut al-barokah, adalah bertambahnya kebaikan. Meskipun kita memiliki uang yang sama, jumlah kebaikan yang bisa diproduksi dari nilai uang tersebut berbeda-beda. Pembedaan ini salah satunya berada dalam keberkahan. Saat seorang suami memiliki kehangatan hubungan dengan istri dan anak-anak, pada saat itu terjadilah suasana sakinah dalam dirinya. Suasana sakinah ini memberikan motivasi kebaikan dalam dirinya untuk berproduksi secara positif. 

Ketika ia melakukan kemaksiatan, keberkahan langsung hilang. Tidak akan ada berkah dalam perbuatan maksiat. Maka akhirnya #rejeki nya sulit dan tidak lancar, bahkan mengalami keterpurukan.

Kamis, 07 Februari 2019

DIANTARA AKHLAK RASULULLAH SAW


Sebagai mana yang telah kita ketahui bersama bahwa salah satu bukti adanya iman dihati adalah masih adanya rasa malu. Karena ia adalah bagian dari iman. Bisa kita bayangkan apa jadinya jika ada seseorang yang hilang rasa malunya?

Rasa malu bukanlah aib, bahkan ia bisa menjadi pagar pembatas untuk mencegah kita dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kita ke dalam kehinaan.

Bahkan Rasulullah sendiri sebagai suri teladan bagi kita adalah seorang yang pemalu. Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata, "Rasulullah Saw itu lebih pemalu daripada seorang gadis pingitan. Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu tampak dari wajahnya."
( HR. Bukhari 3562, Muslim 2320)

Selain itu, beliau Saw juga seorang yang sangat penyabar dan tidak pernah bersikap kasar. Hal ini sesuai dengan pengakuan sahabat mulia Anas bin Malik yang telah menjadi pembantu dirumah Rasulullah Saw selama sepuluh tahun. Rasulullah Saw memuliakannya, bahkan kita pun saat ini memuliakan sahabat Anas bin Malik.

Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Aku telah melayani Rasulullah Saw selama sepuluh tahun. Selama itu beliau sama sekali tidak pernah mengatakan kepadaku, 'Cis' atau 'Mengapa engkau melakukannya?' atau "Mengapa engkau tidak melakukannya?' Rasulullah Saw adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Aku tidak pernah menyentuh kain bulu atau sutera atau apapun yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah Saw. Aku juga tidak pernah mencium misk atau wewangian yang lebih harum daripada keringat Rasulullah Saw."
(HR. Tirmidzi 2015, Muslim 2330)

Begitu pula akhlak Rasulullah Saw dalam beribadah. Rasulullah Saw tidak menginginkan suatu hal pun yang bisa memberatkan dan mempersulit umatnya dalam beribadah. Maka, beliau Saw mengajarkan kepada kita untuk beribadah dan beramal sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.

Dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah Saw masuk menemuiku, sementara bersamaku ada seorang wanita. Beliau bertanya, 'Siapa dia?' Aku menjawab, 'Fulanah, ia tidak pernah tidur untuk mengerjakan shalat (selalu tahajud sepanjang malam).'

Lantas beliau pun bersabda, 'Kalian harus beramal menurut kemampuan kalian. Demi Allah, Allah tidak akan merasa bosan hingga kalian sendiri yang merasa bosan'.

Aisyah melanjutkan, dan amalan yang paling beliau sukai adalah yang dikerjakan oleh pelakunya secara kontinyu (berkesinambungan)."
(HR. Bukhari 43, 1151, Muslim 785)

Sungguh sebaik-baik teladan dalam kehidupan adalah beliau Saw. Semoga kita diringankan untuk senantiasa meniru akhlak dan sikap beliau Saw dalam segala hal.

Rabu, 06 Februari 2019

IKHTIAR MAKSIMAL SEBAGAI MANUSIA, HIKMAH DIBALIK PERISTIWA HIJRAH (1)


*Tidurnya Ali ra. ditempat tidur Nabi Saw*

Saat itu Jibril datang kepada Nabi Saw seraya berkata, "Janganlah engkau tidur malam ini ditempat yang biasa kamu tiduri."

Setelah malam gelap, kaum kafir Quraisy berkumpul di depan pintu rumah Nabi Saw. mengintai dan menunggu beliau tertidur sehingga mereka bisa masuk beramai-ramai untuk membunuh beliau.

Ketika Nabi Saw melihat keadaan mereka, beliau berkata kepada Ali ra., "Tidurlah ditempat tidurku, dan berselimutlah dengan selimut yang biasa aku gunakan ini. Sesungguhnya engkau tidak akan ditimpa sesuatu yang tidak engkau sukai dari mereka."

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui musuh, agar mereka mengira bahwa Nabi Saw masih berada ditempat tidurnya.

Seorang musyrik yang tidak ikut dalam menyerbuan seketika itu melewati rumah Nabi Saw dan berkata, "Semoga Allah mengecewakan kalian. Sungguh Muhammad telah keluar, dia keluar dengan menaburkan pasir diatas kepala kalian. Apakah kalian tidak merasakannya?" Mereka berkata, " Demi Allah, itu adalah Muhammad, tidur dengan selimutnya."

Akhirnya mereka menunggu sampai pagi. Setelah Ali ra. bangun dari tidurnya mereka berkata, "Demi Allah, apa yang dikatakan oleh orang tadi malam adalah benar."

Kendatipun Rasulullah Saw sangat yakin akan pertolongan Allah terhadap dirinya, namun hal itu tidak mencegahnya untuk mengerahkan upayanya sebagai manusia, ikhtiar beliau sebagai manusia, dengan memerintahkan Ali ra. agar tidur ditempat tidur beliau dan berselimut dengan selimut beliau, agar mereka mengira bahwa beliau tidak kemana-mana, masih berada ditempat tidurnya.

Di satu sisi Allah SWT menutup mata mereka disaat Nabi Saw keluar dan menurunkan rasa kantuk terhadap mereka hingga Nabi Saw bisa keluar dengan selamat. Namun, disisi lain atas kehendak Allah pula Nabi Saw berpapasan dijalan dengan seorang pengendara dan mengingatkan kepada musuh bahwa Nabi Saw telah pergi meninggalkan rumah. Allah menjaga Nabi Saw tidak dengan mukjizat, melainkan dengan 'sebab perencanaannya sebagai manusia'.

Sehingga dari peristiwa tersebut kita bisa mengambil pelajaran untuk memaksimalkan ikhtiar kendatipun kita sepenuhnya bergantung kepada Allah. Jangan sampai, lantaran alasan tawakal dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, justru malah menjadikan kita manusia yang lemah, malas dan hanya berusaha alakadarnya dengan mengesampingkan potensi yang ada pada diri kita, kemudian meratap karena pertolongan Allah tidak kunjung datang kepada kita, padahal kita sendirilah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri kita sendiri.

Selasa, 05 Februari 2019

BAGIAN DARI KEWAJIBAN


Salah satu dari kewajiban seorang muslim adalah menyeru kepada kebaikan dan saling mengingatkan didalamnya.


"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. 3 : 104)


Berikut adalah perintah Allah SWT yang ditujukan bagi masyarakat (segolongan orang) untuk senantiasa menyeru pada kebaikan. Karena agama ini tidak dibentuk hanya untuk individu saja, namun juga dalam bermasyarakat begitu pula bernegara. 


Jadi tidak ada istilah 'sholeh sendiri' dalam Islam. Karena apalah yang bisa dilakukan oleh satu batang lidi? Tidak bermanfaat dan mudah untuk dipatahkan.


Namun jika batang-batang lidi itu disatukan dan diikat dalam satu ikatan yang kuat, maka akan ada banyak manfaat padanya dan sulit untuk dipatahkan. Itulah hakekat dari masyarakat yang berdakwah dan saling mengingatkan. 


Sehingga satu sama lain bisa saling menasehati dalam hal yang makruf, serta saling mengingatkan dan mencegah dari hal yang mungkar atau bathil. 


Maka, jika hal ini sudah menjadi kebiasaan dimasyarakat terutama sesama muslim, lambat laun akan terbentuk lingkungan yang syar'i dan terjaga, sehingga berdampak baik bagi tumbuh kembang anak sebagai generasi penerus estafet dakwah.


Inilah yang terjadi di masa-masa kejayaan Islam beberapa waktu silam. Dimana banyak bermunculan ulama-ulama dengan segudang karya dan disiplin ilmu yang memberi dampak positif pada peradaban dan kemajuan Islam. Silahkan cek, tidak ada penganut suatu agama yang lebih banyak menulis buku (kitab) dalam berbagai disiplin ilmu kecuali umat Islam. Karena memang mereka dibentuk dari masyarakat (lingkungan) yang berdakwah, sehingga tak jarang diantara mereka yang sudah menghafal Al-Qur'an bahkan disaat usia mereka belum genap sepuluh tahun.


Rasullullah SAW mengumpamakan umat Islam ini seperti suatu kaum (masyarakat) yang berada dalam satu wadah semisal kapal. Sebagian mereka ada yang dibagian atas dan sebagian lagi dibagian bawah. 


Dari Nu'man bin Basyir RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Perumpamaan orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dan orang yang tidak menthaatinya, adalah seperti perumpamaan orang-orang yang sama-sama naik dalam sebuah perahu, sebagian mereka ada yang di bagian atas, dan sebagian yang lain berada di bawah. 


Mereka yang berada di bawah apabila memerlukan air, ia mesti melewati orang-orang yang di atas. Lalu mereka berpikir, "Seandainya kami melubangi di tempat kami ini, tentu kami tidak mengganggu orang-orang yang di atas kami". 


Kalau mereka membiarkan kehendak orang-orang yang di bawah itu, niscaya mereka binasa semuanya. Tetapi jika mereka mencegah kehendak orang-orang yang di bawah itu, maka orang-orang yang di bawah itu akan selamat, dan selamatlah semuanya". [HR. Bukhari juz 3, hal. 111]


Yang intinya, jika kita membiarkan orang berbuat maksiat, melanggar perintah Allah sedang kita tahu itu adalah salah. Maka kita ibarat orang yang berada di bagian atas kapal dan membiarkan orang yang berada dibawah untuk melubanginya. Hasilnya, tenggelam semuanya. Maka itulah pentingnya masyarakat yang berdakwah, senantiasa saling mengingatkan satu sama lain.


"Jaga baik-baik kapalmu, karena lautan ini sangat dalam. Jaga baik-baik imanmu, karena hidup ini penuh dengan cobaan dan ujian." itulah nasihat singkat dari sosok yang dikenal sebagai da'i sejuta umat KH. Zainuddin MZ.

Senin, 04 Februari 2019

JANGAN JADI ORANG KE 5


Rasullullah SAW berpesan kepada kita sebagai umatnya, sebagaimana yang disampaikan  oleh Abu Bakrah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jadilah kamu orang yang pandai (mengetahui), atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang senang (cinta), janganlah kamu menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka”. [HR. Baihaqi dalam kitab Syu’abul iimaan, juz 2, hal, 265, no, 1709]


Pertama, jadilah kamu orang yang pandai, mengetahui, berilmu dan berwawasan luas. Karena dengan akan mendatangkan banyak sekali manfaat baik bagi diri pribadi maupun bagi umat.


Kedua, jika kamu bukan termasuk orang yang pandai. Maka jadilah orang belajar, menuntut ilmu dan mengkaji. Karena dengannya kamu akan berpotensi menjadi orang pertama yang dimaksud, yakni pandai dan berilmu. Dan itu sangatlah bermanfaat dan dibutuhkan umat.


Ketiga, jadilah kamu orang yang mendengarkan. Jika kamu merasa bukan sebagai orang yang pandai, serta tidak punya banyak waktu untuk belajar, mengkaji serta menuntut ilmu. Mungkin karena kesibukan kerja, waktu yang terbatas atau keterbatasan fisik yang tidak memungkinkan untuk belajar secara rutin. Maka jadilah orang yang senantiasa mendengarkan. Baik dari radio, rekaman ceramah-ceramah, live internet, parabola dan lainnya. Karena banyak sekali media yang mendukung di zaman kita sekarang. Sehingga kita tetap bisa tetap mendengarkan nasihat-nasihat dan menimba ilmu darinya.


Keempat, jika kamu merasa bukan orang yang pandai dan berilmu, tidak punya banyak waktu dan kesempatan untuk belajar dan menuntut ilmu, bahkan hanya sekedar mendengarkan ceramah agama pun kamu tidak sempat. Maka kata nabi, minimal jadilah orang yang senang (cinta) terhadap ilmu. Karena orang yang senang atau cinta cenderung akan merindukan saat-saat dimana ia bisa belajar dan menuntut ilmu agama. Sehingga jika pun suatu saat ia berkesempatan untuk menghadiri majlis ilmu, ia akan senantiasa memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.


Dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, karena golongan ini bukan orang yang pandai (berilmu), namun tidak mau belajar, tidak mau mendengarkan, bahkan ada rasa suka atau senang pun tidak terhadap ilmu. Maka kata Nabi, orang macam ini akan celaka. Karena ia adalah orang bodoh yang merasa puas dengan kebodohannya. Wallahu alam.

Minggu, 03 Februari 2019

HAL-HAL YANG MENGHALANGI HIDAYAH


1. Karena tidak adanya iman.
Tidak percaya pada ayat-ayat Allah,
Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِئَايٰتِ اللَّهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Sesungguhnya orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al-Qur'an), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan mereka akan mendapat azab yang pedih." (QS. An-Nahl 16: 104)

2. Adanya faktor penyimpangan akal (tidak lurus).
Karena hakekatnya fitrah manusia itu lurus sesuai apa yang dikehendaki Allah. 
Penyebab akal dan pikiran menyimpang antara lain:
*Suka memperturutkan hawa nafsunya. Mengikuti dan menuhankan hawa nafsu. Apapun yang di mau, selalu ia turuti tanpa menimbang dari sisi manfaatnya.
Allah SWT berfirman:

أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُۥ هَوٰىهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلٰى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلٰى سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهِۦ غِشٰوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"
(QS. Al-Jasiyah 45: 23)

Selain hal diatas, ketika seseorang (suatu kaum) melupakan peringatan yang telah Allah berikan lantaran penyimpangan akal mereka dan senantiasa menurutkan hawa nafsu. Maka Allah bukakanlah pintu-pintu kebahagiaan bagi mereka. Sehingga mereka lalai dibuatnya, maka ketika mereka asyik dengan kelalaiannya serta merasa aman akan penyimpangan yang dilakukannya, seketika itu pula azab Allah akan datang kepada mereka secara tiba-tiba, sehingga mereka hanya bisa terdiam putus asa. 

Allah SWT berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتّٰىٓ إِذَا فَرِحُوا بِمَآ أُوتُوٓا أَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُّبْلِسُونَ
"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa." (QS. Al-An'am 6: 44)

*Penyebab penyimpangan akal lainnya adalah karena mencintai dunia dengan membabi buta.

Cintanya terhadap dunia melebihi kecintaannya kepada akhirat. Sehingga hati, pendengaran, dan penglihatan mereka dikunci mati oleh Allah akibat kelalaian mereka.
Allah SWT berfirman:

ذٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا عَلَى الْأَاخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِينَ.  أُولٰٓئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلٰى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصٰرِهِمْ ۖ وَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُونَ.

"Yang demikian itu disebabkan karena mereka lebih mencintai kehidupan di dunia daripada akhirat, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah. Mereka itulah orang yang lalai." (QS. An-Nahl 16: 107-108)

*Karena takabur (sombong)
Allah SWT berfirman:
ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ.  فَقَالَ إِنْ هٰذَآ إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ.
"kemudian berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, (Al-Qur'an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)," (QS. Al-Muddassir 74: 23-24)

Allah SWT berfirman:

وَمَآ أَرْسَلْنَا فِى قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرْسِلْتُمْ بِهِۦ كٰفِرُونَ
"Dan setiap Kami mengutus seorang pemberi peringatan kepada suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) berkata, Kami benar-benar mengingkari apa yang kamu sampaikan sebagai utusan." (QS. Saba' 34: 34)

*Taklid buta
Allah SWT berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab, (Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya). Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah 2: 170)

Allah SWT berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلٰى مَآ أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul. Mereka menjawab, Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya). Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?" (QS. Al-Ma'idah 5: 104)

3. Karena kebodohan.
Yang diikuti hanya persangkaan-persangkaan, tidak mau belajar, tidak mau mencari tahu.

Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجٰدِلُ فِى اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتٰبٍ مُّنِيرٍ
"Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa Kitab (wahyu) yang memberi penerangan," (QS. Al-Hajj 22: 8)
Allah SWT berfirman:

وَقَالُوا مَا هِىَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَآ إِلَّا الدَّهْرُ ۚ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

"Dan mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al-Jasiyah 45: 24)

*Termasuk pada kebodohan adalah kedangkalan pikiran.
Allah SWT berfirman:

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) sholat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 58)

Demikian adalah hal-hal yang dapat menghalangi datangnya hidayah, petunjuk dan kemudahan dari Allah SWT. Sehingga hal tersebut diatas menjadi penyebab seseorang menjadi semakin jauh dari Allah dan syariat-Nya. Dan tanpa sadar, seketika itu pula Allah datangkan azab kepada mereka. Baik berupa bencana alam ataupun ajal yang tiba disaat dunia sedang melalaikannya. Nauzubillah...

Semoga Allah SWT melindungi kita dari lalai dalam mengingat-Nya, melindungi kita dari kecintaan berlebihan terhadap dunia, melindungi kita dari kesombongan terhadap ayat-ayat-Nya, serta melindungi kita dari kebodohan ilmu dan taklid buta.