Sabtu, 21 Juli 2018

Berpacu Melawan Waktu


     Ngomongin soal waktu sebenarnya udah sering banget dibahas ya? Sebab, setiap dari diri kita masingmasing pasti udah punya sistem management sendiri dalam mengatur kebiasaan hidup kita. Jadi sebenarnya kalo mau disamakan modelnya agak susah. Tapi yang terpenting dalam mengatur waktu adalah pastikan sesuai dengan tujuan dan tak ada waktu yang disia-siakan begitu saja. 

Sebab, waktu ini akan terus berjalan. Sang waktu nggak perlu minta ijin sama kita yang lagi bengong, main gaple, main gim, ngobrol nggak jelas, dan aktivitas miskin manfaat lainnya atau malah yang maksiat. Waktu bakalan terus berlari meninggalkan kita yang aktif maupun yang nggak pernah bergerak sedikit pun. 

Sering tak terasa, waktu seminggu sangat cepat, itu kita tahu setelah kita melewatinya. Bagi kita yang melewatinya dengan banyak amal baik insya Allah menjadi tabungan pahala kita kelak. Tapi bagi kita yang melewati hari demi hari dalam seminggu itu hanya dengan bengong dan bertopang dagu saja, rasa-rasanya sangat rugi, apalagi kalo melakukan maksiat, ruginya berlipat-lipat. Allah berfirman dalam al-Quran: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benarbenar berada dalam kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3).

Waktu tak akan kembali 
     Masih ingat nggak lagunya Raihan yang terinspirasi dari hadis Rasulullah saw. tentang waktu? Yup, gini nih penggalan syairnya: “Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita tak akan menyesal/Masa usia kita jangan disiakan, kerana ia tak ‘kan kembali/Ingat lima perkara sebelum lima perkara/sehat sebelum sakit/muda sebelum tua/kaya sebelum miskin/ lapang sebelum sempit/hidup sebelum mati.” Yup, benar banget. 

Waktu punya karakter nggak bisa dikembalikan. Terus aja berlalu nggak peduli sama kita. Apa pernah kepikiran kita ingin meng-UNDO seperti pada program komputer? Waktu nggak bisa dikembalikan seperti ketika kita main internet dengan cara mengklik tombol BACK agar bisa mengulangi mengeksekusi sebuah situs web misalnya. Nggak. 

Waktu itu boleh dibilang hanya sekali jadi. Itu sebabnya, tugas kitalah yang kudu pandai memilih dan memilah dalam memanfaatkan waktu. Memang waktu adalah semacam ukuran yang kita sepakati bersama. 1 detik, 1 menit, 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, 1 windu, 1 dasawarsa, 1 abad, dan seterusnya. Itu adalah ukuranukuran untuk memudahkan kita mengerjakan segala urusan kita. 

Adanya batasan waktu adalah agar kita mau mengaturnya dengan baik. Percuma banget kan kalo kita udah dikasih jadwal, udah sepakat dengan waktu yang dibuat, ternyata kita melanggar sendiri kesepakatan tersebut dengan tidak mentaatinya sesuai urutan waktu dan target. 
     
     Kalo bicara untung-rugi, tentu bagi kita yang nggak bisa memenuhi semua aturan itu akan rugi karena bisa jadi malah nggak melakukan apa-apa selama waktu yang sudah ditentukan kecuali melakukan kesia-siaan saja yang memang bukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Nah, pada saat inilah kita udah kehilangan banyak waktu. 

Tentu saja waktu tak akan pernah balik lagi ngasih kesempatan buat kita untuk melakukan yang telah kita tinggalkan tersebut. Yang bisa dilakukan kita paling banter adalah memperbaiki pada kesempatan berikutnya. Tapi tetap tidak mengubah kondisi balik ke belakang. Karena yang terjadi adalah kita memperbaiki pada waktu yang lain dan selama itu pula kita udah kehilangan banyak kesempatan. Aduh, nggak banget deh! 

Nggak percaya? Bayangannya gini nih. Bagi kita yang nggak naik kelas tahun ini karena malas belajar, maka itu kondisi saat ini yang nggak bisa berubah. Tetep nggak naik kelas. Status kita tetap tinggal di kelas sementara teman yang lain udah di kelas berikutnya. Padahal itu terjadi dalam satu waktu, yakni pada kesempatan yang sama. Ya, sekarang ini. 

Kita insya Allah bisa naik kelas tapi itu terjadi nanti pada tahun depan. Beda kan? Jadi jangan main-main dengan waktu ya. Waktu nggak bakalan kembali lagi. Sekali jadi. So , jangan sampe kita merugikan diri kita sendiri garagara nggak bisa memanfaatkan waktu. Sumpah! Guys , seringkali kita merasa bahwa waktu begitu cepat berlalu. Kayaknya singkat banget. 

Apa karena kita saking asyiknya menikmati hidup? Hmm.. bisa jadi itu emang faktor perasaan kita. Karena terlalu nikmat hidup di dunia. Tapi ingat juga lho, bahwa ada juga di antara teman kita yang sangat boleh jadi waktu berjalan sangat lambat. 

Misalnya, bagi orang yang berada di penjara, yang aktivitasnya nggak banyak dan muter di situ terus, waktu terasa berjalan lambat kayak keong.

     Waktu yang berjalan terasa cepat selain menunjukkan betapa nikmatnya hidup di dunia, juga menunjukkan bahwa kita semangat menjalani hidup. Banyak kegiatan kita lakukan, banyak janji kita buat, banyak prestasi yang terus kita raih, sehingga tak ada waktu untuk melamun ngeliatin jam berputar. 

Karena justru kita seolah sedang berlari melangkahi hari-hari berpacu dengan putaran jarum jam atau hentakan detik penanda waktu digital. Barangkali ini yang membuat kita merasakan waktu berlalu begitu cepat. Hikmahnya, jangan sia-siakan waktu yang terus berjalan cepat ini dengan kegiatan yang miskin manfaat, atau malah bertabur maksiat. 

Kita nggak bisa balik lagi ke waktu tersebut. Yang bisa adalah memperbaiki dan itu butuh waktu lagi. Sementara mereka yang taat mengatur waktu dengan baik, akan menuai hasil yang bagus pada waktu yang sama dengan yang kita gunakan untuk kegiatan percuma. 

     Oya, karakter waktu yang cukup unik lainnya adalah bahwa waktu geraknya berbanding lurus. Semakin banyak waktu yang disediakan untuk hidup kita, maka sebanyak itu pula waktu yang diberikan. Itu sebabnya, setiap orang yang berbeda usia nggak bisa balapan soal umur. 

Jatahnya udah jelas dan dikasih sama. Tapi tetap sesuai start saat memulai hidup di dunia. Nah, karena nggak bisa balapan soal umur, pernah ada anekdot ketika seorang pemuda yang hendak menikahi seorang gadis pujaannya yang berusia lebih muda 3 tahun darinya. Tapi ayah si gadis nggak setuju lalu memberi alasan: “Boleh kamu menikah dengan anak saya, tapi nanti saat umur kamu dan anak saya sama”. Gubrak! 

Sobat, waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia kita. Itu sebabnya, kita nggak bisa minta ijin, misalnya mo cuti dulu dari bertambahnya usia ketika kita lagi tidur atau ngobrol dan main gim. Usia kita dari detik ke detik terus bertambah. Meskipun kita lagi nggak beraktivitas. Itu sebabnya, jangan mentang-mentang masih muda terus kita merasa masih banyak waktu untuk nanti. 

Sehingga merasa waktu tersebut harus kita habiskan untuk aktivitas yang kita sukai dan senangi saat ini namun dalam pandangan Islam miskin manfaat. Itu artinya kita menghamburkan kesempatan yang diberikan hanya untuk hal-hal yang remeh-temeh, gitu. Nggak banget deh. Sebab, seharusnya yang kita upayakan dalam setiap detik itu harus bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. Setuju kan?
     
Memanfaatkan waktu 
     Waktu itu sebenarnya nggak bisa dijinakkan. Kalo kuda liar kita latih jadi baik insya Allah bisa. Tapi soal waktu, kita berbuat baik atau nggak, tetap aja jalan. Nggak peduli sama kita dan lurus-lurus saja. 

Nah, mungkin yang diperlukan itu adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu dengan efektif. Bagaimana caranya? Pertama, biasakan kita membuat agenda harian. 

Diurut prioritasnya dari yang sangat penting, kemudian penting, dan biasa. Misalnya sekolah/ kuliah tentu menjadi prioritas utama, kemudian ke warnet, barangkali dianggap penting karena misalnya mencari bahan untuk tukul alias tugas kuliah, kemudian yang terkategori biasa misalnya pergi main ke rumah teman. 

Nah, utamakan yang sangat penting terlebih dahulu baru kemudian yang terakhir yang terkategori biasa. 
     Kedua, kita harus komitmen dengan apa yang udah kita buatkan jadwalnya. Karena kebiasaan banyak dari kita adalah menulis semua agenda, tapi nggak dikerjakan. Akhirnya malah keleleran . 

Ketiga, buat target. Ini penting. Apalagi jika yang akan dilakukan adalah “proyek besar” untuk masa depan kita. Jadi harus dibuat batasan waktunya, sehingga rencana yang sudah dibuat itu akan direalisasikan sesuai urutan waktu dan ukuran tahapan tingkat pencapaiannya. Jangan lupa, pastikan selalu ada evaluasi, agar dari waktu ke waktu lebih baik lagi. Gimana kalo kita lagi malas ngapangapain, apa malas bisa dikategorkan sebagai pembunuh kesempatan? Hmm… rasa malas itu saya pikir manusiawi kali ya. 

Soalnya semua orang kayaknya pasti pernah merasakan malas. Itu sebabnya, Rasulullah saw. juga mengajarkan doa agar kita meminta kepada Allah Swt. untuk dihilangkan dari penyakit malas. Maka, kalo pun rasa malas itu mendera kita, pastikan kita bisa mengendalikan diri. 

     Caranya? Jangan terlena dan jangan mengampuni diri sendiri bahwa rasa malasnya itu adalah manusiawi. Nggak gitu. Tapi cari akibatnya, mungkin malas karena capek, maka kita bisa atur waktu dan kegiatan lainnya supaya nggak kecapekan. 

Ketika malas ngapangapain dan akhirnya malah main gim dengan tujuan untuk refreshing silakan saja. Tapi jangan keterusan. Ingat waktu terus berjalan meninggalkan kita. Kalo udah hilang penat dan stresnya segera berhenti main gim. Setelah itu, ya kembali kepada pekerjaan yang harus diselesaikan.  

Oya, sekadar berbagi aja, kebiasaan saya dalam mengatur dan memanfaatkan waktu sejujurnya memang masih banyak kekurangannya. Tapi setidaknya saya berusaha menekan diri sendiri untuk terus komitmen pada setiap kegiatan yang waktunya sudah dialokasikan. 

Jadi saya biasanya membuat jadwal yang saya tulis di buku agenda, di ponsel saya, di organizer program komputer, atau di kertas styrofoam yang ditempel di dinding. Agenda harian, mingguan atau bulanan. Baik yang rutin maupun yang tertentu pas ada momen spesial aja. Untuk kegiatan menulis buku, saya biasanya pake target, sehingga ada alat ukur tingkat pencapaiannya. Itu aja sih yang biasa saya lakukan. Mungkin bisa menjadi inspirasi teman-teman yang sempat baca artikel ini.
     
Sobat, di dunia ini kita berpacu dengan waktu, maka tingkatkan kualitas perbuatan kita, syukur-syukur bisa lebih banyak kita lakukan. Tentu perbuatan yang benar dan baik sesuai tuntunan Allah dan RasulNya. Untuk apa? 

Ya, untuk masa depan kita di dunia dan di akhirat. Insya Allah. Sebab, jangan sampe umur kita habis, tapi kita banyak maksiatnya. Kematian itu nggak bisa kita ketahui kapan datangnya. Jadi, harap diingat, Malaikat Izrail nggak bakal kirim “pesan kematian” kepada kita melalui SMS dengan bunyi: “Maaf, masa aktif hidup Anda akan segera habis. Sudah terlalu banyak dosa Anda di buku catatan akhirat. 

Sehingga saldo iman berkurang. Segera isi ulang iman Anda sebelum nyawa Anda diblokir.” Hehehe.. kalo dikasih tahu gitu sih enak dong. Yuk, mumpung masih diberikan waktu, kita manfaatkan untuk beramal baik. Kita samasama berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Allah Swt. Keep istiqamah dan tetap semangat!

Jumat, 20 Juli 2018

Baik dan buruk, menurut siapa?


Kebenaran/kebaikan itu relatif, demikian slogan yang sering disuarakan oleh para pengusung demokrasi. Kalo kebenaran memang relatif, seharusnya tidak perlu ada penegak hukum di dunia bila penganut demokrasi konsisten dengan slogan ini. Bayangkan saja seorang polisi yang menangkap pencuri dengan alasan merugikan orang lain dan mengganggu ketenangan umum. Bisa saja si pencuri berkilah itu kan kebenaran menurut versi polisi. Sedangkan menurutnya, kebenaran adalah mencari sesuap nasi untuk anak yang menangis di rumah karena tiga hari tidak makan. Maka, tidak seharusnya polisi menghukum si pencuri dong. Lha kalo begini kondisinya, bisa kacau dunia. Sehingga tidak bisa tidak, harus ada standar yang tepat dan pas bagi manusia karena satu sama lain pastilah mempunyai kemauan dan kepentingan yang berbeda-beda.

Standar tepat dan pas ini adalah hukum syara’, yakni aturan Islam. Apa yang baik menurut syara’, pasti baik untuk manusia. Biar kata seluruh dunia mengatakan bahwa berzina itu adalah hak asasi manusia, selama syara’ menyatakan haram, maka haram pula hukumnya hingga hari kiamat kelak. Berkasih sayang dengan lawan jenis akan menjadi halal bila dilakukan setelah akad nikah, bukan sebelumnya.  

Intinya, yang membedakan manusia beriman dan bukan adalah standar yang dipakainya dalam beramal. Kalau sekadar mengaku muslim saja semua orang juga bisa. Kan gampang banget tuh mencantumkan status agama sebagai orang Islam di KTP. Tapi tentang lurusnya akidah dan amal? Ini yang kudu dipertanyakan bagi orang yang suka mengaku-aku muslim tapi nggak pake aturan Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya.

Penanggulangan AIDS akan jauh lebih efektif bila saja perilaku save sex mempunyai satu suara dari seluruh komponen masyarakat: yakni, “No Free Sex”. Tidak lagi ada alasan apa pun bahwa melakukan seks atau tidak itu adalah hak pribadi masing-masing. Setiap individu mempunyai kewajiban mengingatkan saudara, teman, dan sahabat untuk tidak melakukan seks sebelum menikah secara sah. 

Rasulullah saw. tercinta bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)

Masyarakat kita saat ini justru cuek satu sama lain. Kalo gitu, tinggal nunggu kehancuran karena merasa bahwa kebebasan berperilaku adalah hak asasi manusia. Waduh!

Super Mama yang Sebenarnya


     Acara Supermama di stasiun TV Indosiar cukup menyita perhatian banyak orang. Kelanjutan Mamamia ini diyakini menjadi tontonan favorit karena melibatkan ibu dan anak yang notabene artis berwajah cantik dan ganteng. Kebolehan menyanyi diadu di atas pentas. Sang ibu diminta berpromo tentang anaknya di depan seratus juri votelock agar tidak tereliminasi. Banyolan di sana-sini oleh sang host membuat tontonan ini semakin digemari. Dengan hanya sekitar lima pasang kontestan, acara Supermama membutuhkan waktu sekitar lima jam yaitu mulai pukul 6 hingga 11 malam. Wow! Dengan alokasi waktu sebanyak itu, betulkah acara Supermama mampu menghadirkan sosok mama yang super-duper? Ataukah Supermama ini sekadar lip service dunia infotainment yang jelas-jelas merupakan kepanjangan kapitalis? 
     
‘Sihir’ Supermama 
     Kemampuan menyihir bukan hanya nenek sihir ataupun milik Harry Potter yang emang bercerita tentang pernik-pernik dunia kepenyihiran. Kemampuan menyihir juga dimiliki oleh media bernama televisi dengan berbagai ragam acara unggulannya. 
Supermama hanyalah salah satunya yang dianggap mampu meraup rating tinggi sehingga memancing pemasang iklan untuk berdatangan. So , banyaknya iklan itu bermakna banyaknya duit yang akan berhamburan untuk acara tersebut. 
     Supermama adalah ide brilian untuk menyedot iklan setelah pemirsa dibuat bosan dengan acara pencarian idola semacam AFI (Akademi Fantasi Indosiar) dan Indonesian Idol . Kenapa saya katakan brilian? Karena melibatkan sosok seorang mama atau ibu adalah hal yang sangat alami dibandingkan dengan program apa pun juga. Mama adalah sosok istimewa di hati manusia, siapa pun dia adanya. Sosok ini mampu menggugah sisi lembut manusia secara universal. 
    Kakak saya cowok bisa berkaca-kaca matanya setiap menyaksikan acara Mamamia yang merupakan pendahulu ide Supermama . Kenapa? Ia terharu melihat sosok ibu yang bernyanyi dengan harmonis bersama putrinya. Lalu dosen saya sering menyebut sistem penjurian dalam acara Mamamia dan Supermama sebagai contoh dalam salah satu mata kuliah. Bisa ditebak, beliau ini pastilah fans berat acara tersebut. Sebab kalau nggak, bagaimana bisa beliau menyebutkan setiap perkembangan acara Supermama dengan detil? 

     Dua contoh di atas hanya sedikit bukti tentang keberadaan ‘sihir’ Supermama . ‘Sihir’ yang tanpa sadar mampu menyihir pemirsa untuk duduk manis selama kurang lebih lima jam! Bandingkan waktu sebanyak itu dengan berapa lama kamu belajar, mengaji, menghapal rumus fisika, dan hapalan surat dalam alQuran. Walah, pastinya ‘sihir’ Supermama jauh lebih top. Belum lagi acaranya yang tersela oleh adzan Maghrib, apa iya sih para juri votelock , kontestan Supermama , para host, dan para penonton di studio sempat untuk menunaikan sholat? Nggak tahu pasti deh. Cuma saya meragukan aja.

Mama yang tereksploitasi 
     Ketika melihat acara Supermama, saya langsung merasa iba dengan sosok mulia ini. Gimana nggak bila di sana, sosok yang seharusnya kita hormati dan junjung tinggi ini dijadikan bahan olok-olok. Mama yang latah menjadi semakin gencar digoda agar keluar latahnya. Mama yang periang terus digoda agar semakin terlihat lucu di panggung. Mama yang pendiam pun juga mendapat kritikan karena sikap pasifnya. Duh, mama. Penampilan mama juga dikritik oleh komentator mode dalam hal ini diwakili oleh Ivan Gunawan (di sini berjuluk Madam Ivan). Kritik tentang alis mata yang kurang begini, yang bau kurang begitu, yang kerudung harus begini begitu dll. Penampilan mama yang semula anggun dan sederhana harus tereksploitasi demi kepuasan mata dunia entertainment.
     Belum lagi bila sang mama harus menghiba-hiba di hadapan seratus juri votelock supaya anaknya dipilih sehingga bisa tampil lagi keesokan hari. Sungguh tak pantas seorang mama mengemis sedemikian rupa hanya demi segepok rupiah dan ketenaran sesaat nan semu. Sosok mama yang mulia meluncur bebas ke area yang serba bebas dan tak ada lagi penghargaan atas jasa-jasanya. Menyedihkan! 

     UUD (Ujung-Ujungnya Duit) adalah tujuan dari program serupa meskipun dikemas dalam bentuk apa pun juga. Sangat khas kemasan kaptalismenya yang emang memuja-muja harta dan popularitas meski semu adanya. Nggak berhenti mengeksploitasi para remaja belia dengan kontes-kontes idol dan Miss-Miss apa pun namanya, sosok ibu akhirnya terkena jerat eksploitasi ini. Tampil duet dengan sang anak, bisa anak laki-laki atau pun perempuan, klop sudah acara eksploitasi antara ibu dan anak demi meningkatnya rating. Mama tereksploitasi atas nama kekompakan dengan sang anak. Biar pun sang mama tampil berkerudung yang penting anak masih tetap bisa gaya. Sosok mama sesungguhnyalah hanya sebagai pajangan untuk mendongkrak popularitas sang anak yang masih muda dan segar. Jangan berharap mama akan menjadi bintang dalam acara ini meskipun judulnya Supermama . Bahkan bila ada sosok mama yang menonjol lebih daripada anaknya, maka sang komentator pasti akan menyarankan mama untuk mundur dan memberi kesempatan anaknya untuk maju. Intinya, tetap yang muda, segar dan cantik yang jadi idola. Mama kembali terpuruk meski terpoles sesaat sekadar hiasan si anak tampil. Waduh!

Mama yang berprestasi 
     Super Mama adalah milik semua mama yang mempunyai anak unggul dan bisa dibanggakan. Siapakah anak unggul dan bisa dibanggakan ini? Kalo kamu bertanya pada mama yang di kepalanya hanya duit binti fulus aja, maka jawabnya pastilah tidak sama dengan mama yang di benaknya menginginkan sang anak menjadi pejuang dan pembela Islam. Jauh beda banget. Jauuuh! Lagu yang menjadi themesong Supermama masih memakai lirik terdahulu dari tayangan Mamamia . “Aku dan mama, maju ke depan, menggapai dunia.” Pertanyaannya, benarkah dengan acara itu, mama dan anak mampu maju ke depan untuk menggapai dunia? 
     Lirik lagu Supermama, jujur saja, mampu menggetarkan hati saya. Karena tak jarang banyak sosok mama yang rela ‘menjual’ anaknya ke dunia entertainment dengan alasan mengembangkan potensi dan bakat si anak. Bukannya sibuk belajar dan mengasah akhlak agar mulia, si anak yang masih sangat belia malah akrab dengan blitz kamera, berakting semu di depan sutradara, bahkan keluar masuk acara pesta hura-hura dan pergaulan bebas. Persis banget dengan isi nyanyian untuk menggapai dunia. Namun benarkah dunia bisa digapai hanya dengan acara seperti itu? Lalu, bagaimanakah dengan akhirat? Masih perlukah dunia ‘hereafter’ ini untuk digapai juga? 

     Bayangan yang muncul dalam benak saya tentang menggapai dunia adalah sosok Super Mama yang bukan tereksploitasi di TV demi menarik pemasang iklan. Tapi mereka yang benar-benar menghasilkan anak-anak yang mampu menggapai dunia dalam makna sebenarnya. Bayangan sosok Mama yang muncul adalah mereka sosok-sosok yang mampu melahirkan dan mendidik anak-anak hebat pengguncang dunia selevel penakluk Konstantinopel; Muhammad al-Fatih. Mama yang berkualitas super sehingga menghasilkan anak anak sehebat Ibnu Taimiyah, Imam Bukhari, Imam Muslim, Umar Bin Abdul Aziz, Ibnu Abbas, Shalahuddin al-Ayubi, Imam Syafi’i, Hasan alBana, Taqiyuddin an-Nabhani, Buya Hamka,  dll. Dunia benar-benar di tangan mereka, namun akhirat juga tak dilupakan. Hebat banget!
 
The Real Super Mama 
     Yang dibutuhkan seorang anak hingga mampu mencapai kesuksesan dunia-akhirat adalah the real supermama, bukan super mama palsu, imitasi atau bahkan jadi-jadian. The real super mama adalah mama yang mampu menjadi pendidik anak-anaknya dalam arti sebenarnya. Bukan kompak di atas panggung hiburan nan penuh maksiat, the real super mama adalah sosok mama yang kompak dengan anak-anaknya dalam semua aspek kehidupan yang benar dan baik. Seorang mama hebat yang mampu menghantarkan sang anak menjadi sosok yang hebat. Bagaimanakah sosok riil super mama yang hebat ini? Super Mama adalah ibu yang harus mempunyai kepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikapnya hanya Islam saja sebagai standar dalam menjalani kehidupan termasuk dalam hal mendidik anak-anaknya. Bukan seperti yang tersaji pada episode Super Mama palsu di TV ketika mama berkerudung tapi si anak malah mengumbar aurat dengan bebas. 
     Super Mama adalah ibu yang menyadari bahwa mendidik anak dengan baik dan benar sesuai tuntunan Islam adalah satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mama akan mendidik anaknya dengan baik bukan hanya sejak dalam kandungan, melainkan sejak dalam pemilihan jodoh siapa yang bakal menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya kelak. So , mereka milih calon suami yang agamanya kualitas oke. Mama seperti inilah yang nantinya akan melahirkan generasi hebat karena sejak menanam ‘benih’ beliau ini sungguh berhati-hati.

     Super Mama akan dengan sabar memantau perkembangan anak-anaknya sesuai dengan tuntunan al-Quran. Bukan dengan lagu Beethoven yang katanya bisa mencerdaskan otak bayi, tapi mama yang baik yakin bahwa hanya bacaan al-Quran dan majelis-majelis ilmu yang mampu mendidik otak bayi agar berkembang maksimal. Bayi pun tumbuh menjadi anak yang sholih dan sholihah karena berada di tangan seorang mama hebat seperti ini. Super Mama menanamkan kecintaan pada Allah dan RasulNya sejak dini. Mama yang baik akan menyertai perkembangan putraputrinya dengan kemampuan sendiri yang dilandasi keimanan. Bukan menyerahkan ke pembantu atau pun ke rumah penitipan anak. Sosok mama seperti ini ingin memastikan pendidikan anaknya benar-benar sesuai dengan kepribadian Islam. Anak-anak pun tumbuh menjadi pembela dan pejuang Islam sejati. Meskipun banyak lomba Idol di TV, didikan mama super tak akan tergiur demi popularitas semu semata. Jadilah anak-anak ini tumbuh menjadi remaja berkualitas yang mengukir prestasi dengan otak dan akhlak, bukan dengan otot dan gemulai lenggak-lenggok di panggung maksiat. 

     Super Mama memang ada. Tapi sosok ini tak mungkin kita dapati di panggung hiburan yang sifatnya semu dan sementara. Kita butuh sosok panutan super mama yang benar-benar super, bukan polesan kosmetik dan produk kilat dunia entertainment. Kita rindu super mama selevel Khadijah, Aisyah, Khonsa’, Asiyah, Asma’, dan wanita-wanita lain yang memang super. Wanita-wanita ibunda para syuhada yang memang mempersembahkan anakanaknya untuk perjuangan dan kejayaan Islam. Ibunda para ulama, para mujtahid, para mujaddid, dan para pengemban dakwah yang ikhlas inilah yang pantas disebut super mama sejati. 

Kamis, 19 Juli 2018

Perang Melawan AIDS


     Tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai Hari AIDS sedunia. Mengapa selalu diperingati? Hmm.. ini tak ubahnya dengan ulang tahun kelahiran seseorang atau lembaga, tanggal penetapan itu konon kabarnya untuk ngukur sejauh mana perkembangan dari perjuangan yang selama ini dilakukan untuk melawan dan memerangi AIDS. Tema tiap tahun juga berubah-ubah seperti ingin memotivasi para pejuangnya dalam memerangi AIDS untuk tetap bekerja keras. 

     Tahun 2007 dan 2008, dua tahun sekaligus, tema Hari AIDS sedunia ini kayaknya lebih keren deh, yakni “Kepemimpinan”. Mengapa tema kepemimpinan yang diusung? “Sejak awal epidemi AIDS, pengalaman telah jelas memperlihatkan bahwa kemajuan terpenting dalam upaya penanggulangan HIV terjadi ketika ada kepemimpinan yang kuat dan berkomitmen. Para pemimpin dapat dibedakan oleh aksi, inovasi, dan visi yang mereka miliki; contoh yang mereka berikan dan bagaimana mereka melibatkan orang lain; selain juga kegigihan mereka dalam menghadapi tantangan dan hambatan.” Pernyataan ini yang tertulis di situs aidsindonesia.or.id. 
     Cukup banyak slogan yang pernah menjadi tema untuk peringatan hari AIDS sedunia ini, tiap tahun berganti-ganti. Misalnya, Join theWorldwide Effort (Ikuti Usaha Kami Bersama) yang dijadikan tema hari AIDS tahun 1988. Tahun 1993 tema yang diambil, “Time to Act” (Saatnya Beraksi). “ Stop AIDS, Keep the Promise” (Hentikan AIDS, Jaga Janjinya) menjadi tema hari AIDS sedunia pada 2005.
     
Perang setengah hati
     Boys and gals , meski upaya perang melawan AIDS udah digelar sejak lebih dari seperempat abad lalu, tepatnya sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1981, ketika seorang gay (homoseksual) didiagnosis terkena HIV yang menyebabkan daya tahan tubuhnya merosot secara drastis, namun sampai sekarang hasil yang signifikan untuk menghempas AIDS tak jua datang. Boro-boro hilang, jumlah penderitanya malah kian berkembang biak dengan cepat. Penyakit mematikan ini tetap menjadi ancaman dunia. Entah sampai kapan. 
     Tapi yang jelas, dilihat dari perkembangan perang dalam upaya melawan AIDS yang dilakukan UNAIDS atau banyak negara dan kalangan pegiat LSM, rasa-rasanya seperti tak akan membuahkan hasil maksimal. Tanya kenapa? Ini bukan soal mendahului takdir atau su’udzan alias berburuk sangka, Bro. Tapi ini soal fakta dan akibat yang bisa kita jangkau dengan pikiran dan perasaan kita secara nyata.
  
     Gimana nggak, upaya pencegahan terhadap penyakit mematikan ini terkesan cuma ngabisin dana doang. Sementara yang dilakukan itu sudah jelas tak akan membuahkan hasil maksimal. Malah terkesan tetap memberi ruang bagi berkembangnya AIDS. Bener, lho! Bro, selama ini perang melawan AIDS itu dilakukan dengan cara “penyembuhan” dan “peredaman”, bukan pemusnahan. Ibarat kalo dakwah tuh cuma a m a r m a ’ r u f doang, sementara nahyi munkar -nya diabaikan. Ya, insya Allah nggak bakalan berhasil maksimal. Ada sih keberhasilan, meski sejatinya hanya tampak di permukaan saja. Sayang banget kan? 
     Iya, masa’ sih kita masih percaya banget untuk meredam AIDS malah memberikan kondom kepada mereka yang berisiko tinggi tertular AIDS macam pelacur dan aktivis free sex ? Benar-benar bikin heran deh, karena yang dilakukan tuh cuma “pengobatan”, itu pun salah prosedur. Lha iya Bang, gimana nggak disebut salah prosedur wong seharusnya jalur utama penyebaran virus itu dihempaskan, eh malah diobati sembari pelaku yang berisiko dibiarkan tetap bermain di arena berbahaya. AIDS, sejauh ini penularannya berkembang pesat melalui hubungan seksual. Maka, korbannya saat ini bukan hanya mereka yang aktif free sex , tapi juga yang pasif tapi berhubungan dengan pasangannya yang doyan free sex dan terinfeksi HIV. Duh, kasihan banget kan? Bahkan banyak bayi yang begitu lahir darahnya udah terkontaminasi HIV. Naudzubillahi mindzalik.

     Ini gara-gara salah prosedur sejak awal. Untuk masalah kebakaran saja misalnya, kita sebenarnya udah tahu yang namanya kebakaran adalah kejadian yang merugikan banyak orang. Untuk pencegahannya selain sistem pengamanan yang bagus dari sumber-sumber yang bisa memicu terjadinya kebakaran, juga dari orangnya yang tentunya berhubungan dengan sumber pemicu kebakaran. Itu sebabnya, upaya yang dilakukan harus mengarah kepada faktor manusia dan juga sistem pengamanan. Untuk faktor manusia, seharusnya diajarin tuh gimana memperlakukan api dan sumber-sumber api, serta penggunaannya untuk berbagai keperluan yang bermanfaat. Hanya saja, karena faktor keteledoran manusia bisa menjadi pemicu kebakaran, maka sistem pengamanan yang tinggi bisa dibuat dan tentunya ada kebijakan khusus dari pemerintah sebagai penanggung jawab berbagai persoalan kehidupan warga negaranya. 
     So , jangan berikan korek api kepada orang-orang yang berpotensi membuat kebakaran atau jangan berikan pisau kepada orang yang berpotensi membuat kerusakan. Maka, jika kondom diibaratkan sebagai pisau, di tangan orang yang baik-baik bisa saja digunakan untuk alat kontrasepsi dalam rangka mengatur jarak kehamilan, misalnya. Tapi gimana jadinya kondom di tangan pelacur atau pelaku seks bebas? Hmm.. udah kebayang kan mau digunakan untuk apa tuh kondom? Apalagi digembar gemborkan kalo kondom bisa cegah HIV/AIDS. O..oo.. makin tancap gas aja tuh kayaknya untuk menggeber syahwat di tempat salah. Persis kayak dulu waktu mewabahnya penyakit sipilis, tempat pelacuran sepi. Tapi begitu Sir Alexander Fleming menemukan penisilin, dan terbukti bisa nyembuhin penyakit kelamin tersebut, tempat pelacuran kembali semarak. Halah, tuh otak udah di taro di dengkul kali ye? Lagian apa nggak ada kerjaan lain selain mikirin seks melulu? Udah gitu salah pula tempat penyalurannya. Musibah besar deh. 

     Itu sebabnya, R Smith (1995), setelah bertahun-tahun mengikuti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan safe sex dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja mengundang kematian”. Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah. (Republika, 12 Nopember 1995) Termasuk yang aneh bin ajaib adalah pembagian jarum suntik steril bagi para pengguna narkoba yang udah jelas diakui sebagai pihak yang berisiko kena HIV/AIDS. Bukannya disembuhin total malah dikasih kesempatan untuk menikmati kecanduan. Duh, gimana sih? Serius apa nggak cegah AIDS? 

     Terus nih, dalam hal penanganan pasien AIDS aja, ternyata berbanding terbalik dengan penanganan terhadap pasien flu burung. Kalo ada orang yang terkena virus H5N1 langsung disediakan tempat khusus yang steril biar virus nggak nyebar ke mana-mana. Padahal, belum terbukti kalo tuh virus bisa menular antar manusia. Yang udah terbukti, H5N1 hanya menular dari unggas yang terinfeksi virus tersebut ke manusia. Tapi, apa yang dilakukan untuk melawan AIDS? Meski udah tahu bahwa migrasi virus HIV justru bisa terjadi antarmanusia, tapi kini ada upaya bahwa pasien AIDS disarankan untuk tidak diisolasi di ruang khusus. Boleh dicampur dengan pasien lain. Dengan alasan kemanusiaan, yakni supaya tidak terjadi diskriminasi karena cap ODHA itu umumnya pelaku maksiat meski saat ini nggak mesti, karena banyak istri yang tertular HIV dari suaminya yang pelaku maksiat urusan syahwat. Nah, seharusnya diobati dengan cara dikarantina. Dipisahin dari orang lain atau pasien penyakit lain. Tentu tetap diperlakukan sebagai manusia dan hak-haknya dipenuhi.
     
Babat penyebab utamanya!
 
     Perang melawan AIDS saat ini cuma ngabisin duit sementara hasilnya nggak maksimal. Mission Impossible jika ngelihat praktik di lapangan saat ini. Nah, sebenarnya apa penyebab utama berkembangnya penularan dan penyebaran AIDS? Saya pernah satu forum dalam sebuah acara dengan seorang dokter ketika membahas tentang AIDS. Beliau bahkan menjelaskan dengan sangat gamblang bahwa virus HIV sangat efektif menular melalui hubungan seksual. Virus HIV terkumpul dalam jumlah banyak di darah dan juga di cairan sperma dari orang yang udah terinfeksi virus ini. Jadi, kalo pelacuran dan seks bebas tidak dihentikan, sang virus akan mencapai koloni dalam jumlah banyak di tubuh-tubuh manusia. Naudzubillahi mindzalik! 
     Oya, ada baiknya kamu simak nih pengakuan jujur seorang penderita AIDS, “Sebab narkoba dan seks bebas merupakan cara penularan HIV/AIDS yang paling gampang,” katanya di Pekanbaru, Kamis. Lelaki berusia 31 tahun yang mengaku bernama Boy ini telah tiga tahun menderita HIV/AIDS akibat dari pergaulan bebas dan kecanduan narkoba jenis putau. (republika.co.id, 17 Mei 2007) Bro, kalo udah tahu penyebab utama, maka seharusnya itu yang kita kejar untuk dibereskan, bukan akibat sekundernya. Betul? 

     Logika yang gampang gini deh. Kalo genteng rumah kita bocor, terus kalo musim hujan itu pasti nggak bisa nahan guyuran air hujan, maka prosedur cerdas yang harus dilakukan adalah mengganti genteng yang bocor kan? Bukan mengantisipasi dengan nyiapin ember buat mewadahi air hujan di tempat yang bocor. Apalagi kalo kemudian prosedur itu mengakibatkan efek samping lain, dan bikin banjir seisi rumah. Apa nggak repot? Ribet banget tuh. Lagian apa nggak malu diledek sama Gus Dur: “Gitu aja kok repot?” Nah, biar nggak repot, ganti saja gentengnya. Beres kan? Yup, karena AIDS ini bukan semata masalah kesehatan, tapi juga lebih disebabkan perilaku budaya dan gaya hidup yang diakibatkan oleh sistem sekularisme yang membolehkan manusia untuk menjadi liberal sesuai kehendak hati dan pikirannya dengan mengabaikan norma masyarakat dan termasuk norma agama, maka yang harus diganti dan dikampanyekan adalah penggantian sistem kehidupan. Mumpung tema hari AIDS sedunia 2007 dan 2008 ini adalah “Kepemimpinan”, gitu lho. Terus, diganti dengan apa? Jawab Sendiri ya........

Rabu, 18 Juli 2018

Nasihat untuk Waria


     Sobat muda muslim, selama ini waria alias wadam alias banci emang amat akrab dengan dunia malam dan pinggiran jalan. Berbaur dengan para penjaja cinta dan hawa nafsu di keremangan malam dan temaram lampu jalanan. 

Biasanya begitu ada petugas tramtib, mereka larinya paling kenceng. Maklum, secara fisik mereka memang laki-laki. Tetapi kini para waria berani tampil beda. Ada yang pernah mencalonkan dirinya jadi anggota legislatif daerah, ada yang berani menulis buku menyuarakan pendapatnya memilih jadi waria, di televisi makin banyak orang yang memerankan (atau memang sudah?) jadi waria, ada penyelenggaraan khusus untuk kontes waria seperti gelaran Miss Waria , bahkan ada yang nekat akan menikah sesama waria. 

Wah, gimana jadinya ya kalo pria nikah dengan pria lagi? Ada-ada saja! Padahal manusia kan berkembang biak secara generatif, bukan vegetatif alias bertunas kayak pohon pisang atau membelah diri kayak molusca. Tul nggak? 

     Menurut Guru Besar Psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, ketika ditanya alasan orang yang menjadi waria, hal itu bisa diakibatkan bila peran ibu dalam mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan (www.jawapos.com, 08/06/2005) 

     Beliau juga menjelaskan bahwa, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn Sopjan—waria, penulis buku Jangan Lihat Kelaminku (Republika, 29/10/2004) 

     Bro en Sis, Allah Swt. hanya menciptakan dua jenis kelamin bagi manusia. Laki-laki dan wanita. Itu saja. Nggak ada jenis ketiga. Firman Allah Swt. (yang artinya):  “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah mencip­takan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS an-Nisâ [4]: 1) 

     Berdasarkan keterangan ayat ini amat jelas bahwa Allah Swt. hanya menciptakan manusia berpasangan, yakni laki-laki dan wanita. Nggak ada jenis ketiga. Apalagi yang sekarang disebut waria, yang emang udah jelasjelas laki yang berlagak dan merasa menjadi perempuan. So , waria emang tidak diciptakan. Itu sebabnya, menjadi waria itu adalah berdosa.

     Kalo yang berkelamin ganda? 

Orang yang berkelamin ganda bukan waria atau banci. Itu hal lain. Memang benar kalo dikatakan bahwa para ahli fiqih Islam telah mendefinisikan istilah “khanatsa” , yakni orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita, atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil , artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap manusia seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, laki atau perempuan. 

     Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya. Utamanya da­lam menjalankan syariat. Seperti sholat, haji, batasan aurat, dan lain-lain. Kalo nggak jelas kan bingung. Jangan sampe kejadian, ketika diwajibkan pake jilbab, tapi jenggotan dan suaranya berat. Gimana urusannya kan? 

     Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang—atau bahkan sama sekali tidak ada—disebut sebagai musykil . Ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendati pun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang pipisnya.
 
     Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan aturan hukumnya jelas, yakni sesuai dengan yang dibebankan untuk laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan tentunya menjalankan syariat sesuai dengan jenis kelaminnya. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa musykil . Ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh.

     Menentukan status kelaminnya bisa juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia ber­mimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air mani, gitu lho), apakah ia tumbuh kumis dan jenggot, apakah tumbuh payudara­nya, apakah ia haid sehingga memungkinan untuk hamil, dan sebagainya. Bila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khuntsa musykil . 

     Kenapa kudu jelas? Sebab akan membantu dalam praktik penerapan syariat Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasu­lullah saw. ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya: “Lihatlah dari tempat keluarnya air seni.” 

     Cuma masalahnya, kalo waria itu bukan termasuk jenis khuntsa apalagi khunsta musykil, wong dia udah jelas laki-laki kok. Secara fisik memang laki-laki, cuma karena faktor lingkungan yang membentuknya aja yang membuatnya bergaya bak perempuan.

     Menyelamatkan waria.

Tulisan ini, mungkin saja dibaca oleh para waria. Maka, kepada para waria, semoga Allah memberi kalian kesadaran yang utuh tentang Islam. Semoga Allah memudahkan kalian untuk mempelajari Islam dengan benar. 

Karena Islam adalah obat mujarab untuk menyelamatkan kehidupan kita di dunia ini. Saya tahu, bahwa sebagian dari kaum muslimin yang tahu tentang Islam hanya mampu untuk berusaha menyadarkan dengan menyampaikan kebenaran ajaran Islam, khususnya tentang waria ini. 

Selebihnya, Allah Ta’ala yang akan menentukan apakah kalian mendapatkan petunjukNya atau tidak. Sebagaimana firmanNya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”  (QS al-Qashash [28]: 56) 
     
Tapi saya berharap semoga Allah memberikan hidayahNya kepada kalian semua. Asal, kalian juga mau untuk mengubah kondisi kalian dan berupaya untuk mau kembali ke jalan yang benar. Insya Allah. Setelah banyak dijelaskan dalam tulisan ini, meski dengan pembahasan yang global semoga menjadi pembuka pintu hidayah Allah. Tentu, asal kalian juga mau mencari kebenaran Islam dan mencampakkan hawa nafsu dan ideologi lain. 
     
Kita juga berharap ada upaya serius dari semua kalangan untuk kembali kepada Islam. Karena masalah yang ada saat ini lebih diakibatkan karena sebagian besar dari kita menjauhkan Islam dalam kehidupan kita. Maka, kita harus mulai mengkajinya dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita bisa bersamasama (keluarga, masyarakat dan juga negara) untuk menyadarkan kaum waria supaya kembali ke jalan yang benar. 
     
Tapi kayaknya kita harus berhenti berharap kepada negara yang menerapkan kapitalisme-sekularisme seperti saat ini, karena tentu saja negara nggak bakalan mau memberangus kemaksiatan dan kebatilan yang selama ini dibebaskan untuk warganya dan dilindungi dengan undang-undang. Itu sebabnya, kita juga kudu mengkampanyekan kepada pemerintah agar mau menerapkan Islam sebagai ideologi negara.  
   
Kepada para waria, kebebasan yang kalian nikmati saat ini adalah kebebasan semu. Cuma fatamorgana. Boleh jadi hanya akan kalian nikmati di dunia ini saja. Karena untuk bisa menikmati indahnya akhirat, kita harus menanam amal yang benar dan baik sesuai tuntunan syariat Islam. Jika tidak, atau sampai akhir hayat berlumur dosa karena memperturutkan hawa nafsu dan tak mau taat kepada ajaran Islam, tentunya cuma kerugian yang didapat. Jadi, sebelum ajal menjemput, semoga kalian, dan kita semua sadar dan mau tunduk kepada aturan Islam ini. Semoga. 
     
Bang Rhoma pernah memberi nasihat dengan berdendang dalam sebuah lagu enerjik berjudul “Euphoria”, “…Kini kita tiba pada era kebebasan. Awas jangan salah mengartikan kebebasan . Bukan bebas lepas melakukan pelanggaran. Kebebasan bagi manusia bukanlah tanpa batasan. Sebagai makhluk berbudaya kita terikat aturan. Indahkanlah norma-norma agama. Patuhilah rambu - rambu berbangsa . Tinggalkanlah segala kemunkaran…” 
     
Jauh sebelum Bang Rhoma teriak-teriak di atas panggung, Islam sudah mengajarkan bahwa kita tak boleh bebas melakukan apa pun atas dasar memperturutkan hawa nafsu. Sebaliknya kita hanya terikat dan patuh kepada ajaran agama kita. Bukan tunduk kepada ajaran dan aturan hidup selain Islam. Firman Allah Swt. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36) 
     Kita memang ingin bebas. Tapi bukan berarti kebebasan tanpa batas dan kelewat batas. Kita masih tetap manusia, yang masih harus tunduk kepada aturan buatan pencipta kita, Allah Swt. Bukankah jiwa dan raga ini adalah milik Allah Ta’ala ? Alangkah tidak adilnya dan tentu betapa dzalimnya diri kita jika kita yang sudah diciptakan oleh Allah Swt. tega berbuat durhaka kepadaNya. Apa yang kita banggakan jika Allah saja membenci kita? Apakah kita pantas untuk bangga dengan mengandalkan pujian dan dukungan manusia ketika kita berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala? Ayolah, taati Allah Swt. yang telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna (baca: berakal). Sembahlah Dia dengan taatnya kita kepadaNya. Oke? Wallahu’alam 

Selasa, 17 Juli 2018

Mulia Bersama Islam

     Apa yang terbayang di benak kamu begitu disodorin kata ‘pedalaman’? Kalo gue sih kebayang-nya: Suatu wilayah yang jauh dari kecanggihan teknologi, jauh dari kesejahteraan, dan para penduduknya yang–maaf- masih udik dan primitif, berpakaian pun ala kadarnya. 

Ada yang rumahnya di pesisir pantai, juga di tengah hutan. Waduh, kita yang terbiasa belanja di minimarket, nongkrongin angkringan gorengan atau warteg, apalagi yang demen maennya di mal pastinya bakal bingung kalo terdampar di pedalaman kayak gitu. 

Pastilah bingung karena terbiasa dengan kemudahan fasilitas yang ada di kota. Nah kalo di pedalaman kadang sinyal hp pun ‘kejap ade, kejap tak ade’ (maksudnya timbul tenggelam gitu) bahkan ada yang tenggelam sama sekali! Jangankan mau online, sms-an aja kudu ke kota dulu kali. Lah emang ada listri? Haduh, help help S.O.S deh!

Tragis! Kalo mikir nasib kita yang terdampar di pedalaman sih nggak abis-abis, Bro n Sis! Tapi coba deh pikirin gimana dengan sodara-sodara kita yang tersebar di pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua? *mikir mode on*. Sudahlah mereka tinggal di pedalaman, tapi apakah mereka udah dipenuhi kesejahteraannya oleh yang mimpin nih negara? 

Mereka bertahan dengan ‘pakaian adat’ yang alakadarnya dan ini dipertahankan buat melestarikan kebudayaan juga ningkatin pendapatan negara dalam hal pariwisata. Selain itu, yang pasti, mereka juga masih bernaung di rumah-rumah adat mereka yang belum tentu memenuhi kriteria rumah sehat. Dalam hal pendidikan juga masih banyak masyarakat pedalaman yang belum mengenyamnya.  

Padahal, kalo pemerintah meningkatkan fasilitas untuk guru-guru yang ditugaskan mengajar di pedalaman, termasuk fasilitas pendidikan untuk masyarakat pedalaman ditingkatkan, niscaya para guru bisa betah dan masyarakat pedalaman juga nggak ketinggalan informasi dan bisa belajar sebagaimana saudara-saudaranya di perkotaan. 

Bro en Sis, itu baru masalah sandang dan pendidikan. Gimana dengan kesehatan, pangan, akses jalanan yang mulus tanpa hambatan, ketersediaan alat transportasi publik yang mumpuni, air bersih, listrik? Ah, gue pikir kalo kehidupan temen-temen di pedalaman serba minimalis kayak gitu terus, itu namanya pemerintah nggak  peduli sama mereka dan jelas tidak berperikemanusiaan.

     Mana goal-nya? 
Kalo baca tweet nya para inspirator, pasti selalu disebut-sebut yang namanya “GOAL”. Goal  sendiri bisa berarti ‘tujuan’.Gue selalu mikir, apakah pemerintah punya goal buat mensejahterakan rakyatnya yang ada di pedalaman sono? 

Kalo iya, kenapa mereka dipertahankan dalam kondisi mereka yang alakadarnya gitu? Cuma wilayah-wilayah tertentu yang dikasih infrastruktur lengkap. Terus, kalo ada investor mau nambang sumber daya alam di pedalaman selalu dikasih ijin, yang ada justru terjadi bentrok antara penduduk pedalaman dengan pengusaha tambang. Aset lingkungan yang menjadi tempat tinggal masyarakat pedalaman justru tercemar. 

Akibatnya, masyarakat yang terbiasa dengan kehidupan alam yang damai, jadi terusik karena alamnya dicemari oleh zat-zat polutan. Kalo tanah pedalaman ditambang, kemana lagi masyarakat pedalaman akan bercocok tanam? Kenapa bukannya masyarakat pedalaman yang diberi fasilitas untuk bertani sehingga memudahkan cara bertani mereka yang masih manual? 

Ketersediaan air bersih juga masih rawan.  Bagi yang air sungainya masih murni dan jernih, artinya sarana air bersih masih bisa terpenuhi. Tapi gimana dengan yang sudah tercemar dengan polutan bahan tambang atau juga karena wilayah geografisnya termasuk daerah yang sulit air? 

     Di satu sisi, sektor pariwisata terus mendongkrak pendapatan daerah dengan ‘menjual’ keunikan kehidupan daerah pedalaman. Yang dipertanyakan, kalo pendapatan udah masuk kas daerah terdekat dengan wilayah pedalaman, apakah kebutuhan masyarakat pedalaman terpenuhi? Aduh, pusing gue mikirnya, mau jadi apa negara ini? Bro en Sis, tapi benang merahnya udah keliatan kok kenapa goal ini nggak tercapai secara merata. 

Benang merahnya adalah sistem kapitalisme. Waduh mohon maaf ya buat adik-adik yang di SD atau SMP mungkin masih bingung apa itu kapitalisme. Ya, sistem kapitalisme adalah sistem yang berdasarkan kapital atau modal. Banyak orang mengartikan kapitalisme cuma ada di sistem ekonomi, padahal kapitalisme udah mengakar menjadi sistem hidup. 

     Nah, kalo diterapkan dalam kehidupan berarti sistem yang berdasar atas kekuasaa orang-orang yang paling gede modalnya atau kapitalnya.Kalo menurut Ayn Rand dalam bukunya Capitalism : The UnknownI deal , kapitalisme diartikan sebagai suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua kepemilikan adalah milik pribadi. 

     Jadi jangan heran kalo ada pantai pribadi atau malah pulau pribadi. Nggak heran jika kemudian masyarakat pedalaman jadi terusir bahkan teraniaya di wilayahnya, cuma garagara tanahnya dibeli ama orang kaya. Jangan heran juga kalo masyarakat pedalaman dipertahankan kondisi aslinya berhubung di sektor pariwisata berpotensi untuk ningkatin pemasukan duit buat daerah dan negara. Toh, dalam kapitalisme apapun yang dianggap baik dan bermanfaat plus menghasilkan duit (meskipun hal itu haram) dan juga merugikan orang lain (baca: nggak peduli yang dijual atau dibeli sebenarnya berstatus milik perseorangan atau umum), it’s ok aja. 
     Mangunwijaya pun kasih komentar pedes buat kapitalisme dalam eseinya “Mencari Landasan Sendiri”: “ … ternyatalah, bahwa sistem liberal kapitalis, biar sudah direvisi, diadaptasi baru dan diperlunak sekalipun, dibolak-balik diargumentasi dengan fasih ilmiah seribu kepala botak, ternyata hanya dapat berfungsi dengan tumbal-tumbal sekian milyar rakyat dina lemah miskin di seluruh dunia, termasuk dan teristimewa Indonesia..” Hmm..beda banget ya ama Islam. Apa bedanya ?

     Menuju kehidupan mulia.

Sobat muda muslim, kita wajib nyadar kalo aturan hidup selain Islam nggak akan pernah bikin tentram. Bener. Mau kapitalisme, sekulerisme, sosialisme, atau komunisme, semuanya cuma bikin rakyat tambah melarat. Firman Allah Swt.: ”Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thahaa [20]: 124) Menurut gue sih, solusi logis dan sesuai syariat adalah dengan menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Karena apa? 

Karena masalah akhlak, masalah ekonomi, masalah kekacauan sosial, pendidikan, budaya, kesejahteraan rakyat, hukum, pemerintahan dan sebagainya insya Allah akan beres kalo diterapkan Islam sebagai ideologi negara. Menurut Muhammad Muhammad Ismail dalam bukunya, Al-Fikr al-Islâmi (hlm. 9–11), yang disebut dengan mabda’ (ideologi) adalah akidah/ keyakinan yang digali dari proses berpikir, yang kemudian melahirkan sistem atau aturanaturan ( ‘ aqîdah‘ aqliyyah yanbatsiqu‘ anhâ nizhâm ). Menurut definisi ini, sebuah akidah/ keyakinan disebut sebagai mabda’ (ideologi) jika memiliki dua syarat: (1) bersifat ‘aqliyyah ; (2) memiliki sistem/aturan. Catet ye! 

     Tanpa Islam, kehidupan kita akan sengsara seperti sekarang, ketika kita berada dalam naungan kapitalisme. Firman Allah Swt.: ”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS al-Maaidah [5]: 50) So , kalo mau menuju kehidupan yang mulia, ya cuma bersama Islam. 

Bukan dengan ideologi lain. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditem­bus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya se­hingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR Ibnu Hibban).

     Bro en Sis, dalam soal futuhat alias penaklukan negeri-negeri yang dilakukan kekhilafahan Islam berbeda dengan penjajahan gaya Kapitalisme. Islam di bawah kekuasaan Khilafah Islam disebar ke wilayah-wilayah di luar Arab sebenarnya dalam rangka membebaskan dan memuliakan manusia agar mereka dapat kehidupan layak. 

Beda dengan penjajah, mereka datang untuk menguasai apa yang berharga di wilayah jajahan mereka. Kalo bahasa kerennya sekarang, penjajah ada yang pake pola soft power ada yang pake hard power .  Soft power biasanya dalam bentuk ide-ide, kalo hard power dalam bentuk kekerasan fisik. Gitu.

     Bangkit yuk.

Mumpung kamu sekarang masih sekolah, so kenapa nggak pancangkan cita-cita saat ini juga untuk memuliakan hidup umat manusia bareng Islam? Fokuskan belajar dan ibadah juga aktivitas ngaji Islam kamu, jangan lupa sungkem ama ortu supaya ilmu yang dipelajari bisa berguna dalam kehidupan ini demi kemuliaan umat manusia di bawah naungan syariat Islam. 

Terus, jangan lupa bikin Dream Book untuk memacu perwujudan mimpi-mimpimu, supaya dari tahun ke tahun rencana arah perjalanan hidupmu yang jadi pilihanmu udah tersusun rapi. So , Guys! Di tangan kalian insya Alloh, nantinya masyarakat pedalaman akan eksis dengan kemuliaan mereka sebagai manusia ciptaan Alloh Swt karena keberhasilan futuhat Islam yang telah kalian wujudkan (tulis di Dream Book ya !) Amin ya rabbal’alamin. 

Senin, 16 Juli 2018

DIANTARA PENYEBAB SOMBONG


Sipat yang satu ini adalah yang paling dibenci oleh Allah SWT. Bagaimana tidak, sudahlah Allah yang memberi hidup, Allah yang mencukupi rezeki, Allah yang mengurus segala kebutuhan, hidup dan matinya pun ada di tangan Allah. Ia malah berani berlaku sombong dihadapan Allah, hanya karena ia merasa punya kuasa, punya harta, punya segala yang dia tidak sadar bahwa itu hanyalah titipan dari-Nya. Pantas saja orang macam ini dijanjikan Allah masuk neraka.

Berikut adalah beberapa penyebab munculnya sipat sombong yang perlu untuk kita ketahui, agar kita lebih berhati-hati dan supaya sipat tersebut bisa kita hindari.

1. Bertambahnya harta, hal ini sudah tidak asing bagi kita. Karena banyak orang yang dianugerahi keberlimpahan dalam hal harta dunia, justru malah memunculkan sombong dalam dirinya, hingga ia memandang remeh pada orang yang ia anggap berada dibawahnya.

2. Bertambahnya kedudukan/pangkat, karena seringkali ia beranggapan bahwa ia memiliki kekuasaan dan kewenangan atas kebijakan-kebijakan sebab pangkat dan jabatan yang ia punya.

3. Bertambahnya ilmu, orang yang rajin belajar, bertambahnya ilmu pengetahuan terkadang suka keliru dalam bersikap, menganggap yang belum belajar dibawah dia, menganggap diri yang paling hebat, paling pintar. Itu berbahaya.

4. Ini yang jarang di duga, yakni bertambahnya ketaatan. Semakin taat, semakin meningkat amal ibadah, ini bisa menjadi sebab sombong, setan bisa membawa pada hal itu. Rajin ke masjid lihat orang lain yang belum ke masjid. Berkata, "ia belum dapat hidayah seperti kita ya..."
Ia menganggap diri lebih baik dari yang lain, lebih sholeh dari yang lain, lebih taat dari yang lain. Lantaran ibadahnya yang  dirasa banyak dari orang lain, semisal rajin ke masjid, rajin shalat sunah dhuha, tahajjud, rawatib dan rajin berpuasa sunah serta aktif mendatangi majlis ilmu. Maka, berhati-hatilah dalam menjaga hati. Karena setan amat halus bujuk rayunya.

Hendaknya segala yang kita lakukan senantiasa kita sandarkan dalam rangka mencari ridho Allah SWT. Jangan sampai segala amal baik kita sirna dan tak berguna hanya karena sipat sombong yang menyelimuti jiwa. 

"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
(QS. Luqman 31: Ayat 18)

Minggu, 15 Juli 2018

HUMBLE KINDNESS Tak terlihat, namun memberi manfaat


Dunia ini digerakkan bukan hanya oleh kerja besar para pahlawan yang kita kenal, tapi juga oleh kerja-kerja tulus mereka yang tak pernah dikenal.
Untuk memberi manfaat, tak perlu menjadi yang paling terlihat.
Tak perlu terlalu terobsesi untuk menjadi yang paling dikenal, berambisi lah untuk terus bisa memberi manfaat, meski harus menjadi orang kedua, ketiga, atau bahkan pada posisi yang tak akan pernah dilihat manusia.
Level berikutnya dari AKU adalah KITA.
Stephen Covey menyebutnya; dari kemandirian (independence) menuju ke-salingtergantungan (interdependence).

Bahwa ternyata level tertinggi dalam hubungan antar manusia bukanlah kemandirian, melainkan kesalingtergantungan.
Karena memang pada dasarnya kita saling membutuhkan satu sama lain.
Tidak penting lagi tentang aku, namaku, statusku, orang mengenalku, yang penting adalah kemaslahatan kita.
Tak ada urusan lagi menampilkan diri, yang utama adalah bersama2 sinergi memberi manfaat, menjemput ridho illahi Rabbi.
Karena percayalah, lebih besar, lebih luas, dan lebih lama manfaat yang akan terasa, jika kebaikan dilakukan bersama-sama, dalam hal apapun.
Kita akan selalu butuh saudara yang terus menasehati, sahabat yang terus menyemangati, atau pasangan yang menutupi kekurangan diri.
Meskipun terkadang berat, karena harus mengesampingkan ego pribadi. Namun, akan selalu mudah bagi mereka yang Yakin bahwa Allah Maha Melihat, Maha Menghitung, dan Maha Membalas.
Tak terkenal mungkin di bumi, tapi semoga penduduk langit melihatnya. Saya menyebutnya orang-orang macam ini adalah Manusia Langit.
Teruslah berbuat baik dan berkontribusi dengan segala kerendahan hati.
Layaknya Khalid bin Walid yang tetap berperang sepenuh jiwa dalam satu barisan, meskipun harus merelakan jabatan komandan umum dengan kekuasan dan kebebasan yang utuh, atas instruksi Khalifah Umar ibn Khattab.
Tak terbayang bagaimana konflik batin Khalid ketika itu, menekan ego dirinya, panglima perang tak terkalahkan, tapi ternyata juga siap memberikan kesediaan hatinya untuk patuh demi maslahat.
Meskipun saat itu ia punya kuasa mengajak pasukannya untuk menolak, bahkan meng-kudeta sang khalifah.
Dalam kondisi seperti itu hati kita diuji, benarkah lillah?
Humble Kindness, teruslah berupaya berkontribusi dengan segala kerendahan hati.
Dan pada intinya, semua uraian diatas bisa dirangkum menjadi satu kata; IKHLAS.