Hari itu.., satu demi satu mereka telah sampai di sebuah kota. Mengharu biru bercampur bahagia tersebab imannya yang menggerak, jiwanya yang tulus, kekeluargaannya yang terikat kuat, keyakinannya yang mengokoh dengan tanpa lelah.
Dengan perbekalan secukupnya bahkan minim, ada yang berangkat dari tempat tinggalnya bersendirian, bersama pasangan, berkafilah kecil atau berombongan. Kerinduan akan berkumpul di kota ini mengalahkan segalanya.
Mengalahkan lelahnya, penat perjalanannya, berat jarak yang dilaluinya. Yang dibayangkan dan dirasakan adalah betapa bahagianya bisa berkumpul dan berhimpun di sebuah tempat, dalam satu pemahaman yang kokoh dan untuk mewujudkan cita-cita besar.
Kota itu adalah Madinah. Tempat berkumpulnya para Muhajirin (orang-orang yang hijrah). Kebahagiaan bertemu kembali bersama orang-orang yang berhijrah (muhajirin) juga kebahagiaan mereka mendapatkan saudara baru yang sudah menetap di kota Madinah yang sama-sama dalam satu jalan, satu pemahaman dan satu cita-cita. Yaitu kaum Anshar.
Perjalanan untuk sampai ke kota ini tidaklah mulus, untuk sampai ke Madinah ada banyak hal yang dikorbankan dan yang ditinggalkan. Sebagaimana Abu Salamah akhirnya harus meningalkan keluarganya.
Ada juga yang fokus menyibukkan diri menyiapkan bekal keberangkatan keluarganya seperti yang dilakukan oleh Asma Binti Abu Bakar. Ada banyak diantara mereka setibanya di kota ini (Madinah) mereka memulainya dari TITIK NOL seperti Sahabat Suhaib Ar-rumi, lelaki miskin pendatang di Kota Makkah yang kemudian memulai usaha dan cukup sukses namun demi hijrahnya ia tinggalkan tanpa sisa karena hartanya 'disita' oleh penguasa Quraisy saat itu.
Jangankan Suhaib Ar-Rumi yang bukan orang Mekah, Abdurrahman bin Auf RA saja peniaga penduduk Mekah harus siap untuk memulai dari titik nol setibanya di Kota Madinah.
Ya, ini karena pilihan. Tak ada sedikitpun bersirat kekhawatiran, wajah kesedihan atau ekspresi tanpa pengharapan. Yang ada adalah kuatnya tekad, yakinnya akan janji Allah, penyandarannya yang total pada-Nya, apa yang dilaluinya ia-nya yakin karena langkahnya tidaklah diayunkan dalam kesendirian tapi sudah muncul rasa 'asy-syu'uur bimuroqobatillah' (selalu dibersamai-Nya).
Semua rasa jiwa itu berkumpul dan kemudian jiwa-jiwa mereka pun dikumpulkan oleh KAsih Sayang-Nya. Bersama dengan guru-guru mereka, murobbi-murobbi merekka, kawan-kawan seperjuangan dan berkumpul bersama Rasulullaah SAW. Duuhh... betaapa bahagiaanya.
Dan yang ini saya benar-benar tak bisa membayangkan... ketika semua muhajirin sudah berkumpul, bertemu dan kemudian bersama penduduk Madinah menanti saat-saat kedatangan kafilah paling mulia; Baginda Rasulullah SAW bersama sahabat paling dicintainya Abu Bakar As-Shiddiq RA.
Thala'al badru 'alaynaa - Min Tsaniyyatil wadaaa. Wa jabas syukru 'alaynaa - Maa da'aa lillaahi daaa
...
Kawan-kawan. Kita tidaklah makhluk semulia para sahabat baik yang Muhajirin maupun yang Anshar. Jauuh sekali. Kita ini kumpulan orang-orang yang terus ingin menjadi baik dan semoga terus ditugasi Allah untuk jadi pewasilah kebaikan kepada sebanyak-banyak orang. Kita adalah Muhajirin di masa ini yang terus saling menguatkan langkah ini dan saling bergandengan tangan meniti jalan Ridho-Nya.
So, bisa berkumpul bersama adalah saat-saat paling agung dan paling membahagiakan kita. Bukan saja bisa berbagi dari kisah masing-masing tentang keber-hijrahan kita dari ragam kejahiliyahan, jatuh bangunnya menyusuri jalan hidayah/jalan hijrah atau cerita tentang menumbangkan berhala semasa sebelum hijrah dan kisah-kisah 'aneh' dari bentuk-bentuk pertolongan-Nya.
Tapi lebih dari itu semua. Meguatkan pemahaman akan makna hidup, makna keberhambaan diri, dan menjadi titik tolak menuju fase pengokohan tim kita, pengokohan kebersamaan, penguatan pasangan hidup, keluarga (anak/istri/suami) dan kekeluargaan kita, pengokohan kabilah-kabilah, menata manajerial kita, dan tentu saja.. ada banyak para muhajirin yang secara financial memulai di titik awaal bahkan titik minus maka kita rumuskan penguatan itu kita bangkit bersama, kita ciptakan pasarnya.
Dan yang lebih utama lagi adalah kita sedang menyiapkan diri dan generasi selanjutnya menuju generasi berkah, membangun kampung tauhid, semoga ini jadi bagian dari cita-cita para pendahulu kita membangun peradaban Islam. Dan menyiapkan bekal sebagai syuhada ...sebagai employee of Allah untuk bisa berkumpul seluruhnya ketemu Allah di Surga.
Dan begitulah yang dilakukan Rasulullah SAW bersama para sahabat RA ketika sejak awal berada di kota ini yang sekaligus sejak inilah kota ini berjuluk MADINAH.