Lebih dari 1400 tahun yang lalu, ketika pasukan Muslim yang
dipimpin oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam berhasil
menaklukkan kota Makkah, terjadi sebuah peristiwa besar dalam sejarah, saat
dikeluarkan dan dihancurkannya berhala-berhala patung dengan hina dari dalam
Ka’bah. Kaum musyrikin Makkah adalah kaum yang mengakui bahwa Tuhan mereka
adalah Allah, namun Allah bukanlah satu-satunya bagi mereka, mereka memiliki
sesembahan lain dalam bentuk berhala-berhala patung dengan beragam nama.
Pada berhala-berhala itulah mereka bersandar, memohon dan
menggantungkan harapan. Berhala-berhala itu yang mereka yakini bisa mencukupi
kebutuhan mereka, memudahkan urusan mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka.
Peristiwa penyucian ka’bah dan penghancuran berhala saat penaklukan kota Makkah
itu menegaskan bahwa tiada satupun kecuali Allah yang bisa mencukupkan,
memudahkan, dan menghilangkan kesusahan. Dialah satu-satunya dan hanya
satu-satunya. Allahu Ahad.
Namun kini, berhala patung itu ber-‘metamorfosa’, berubah
bentuk, bisa dalam bentuk keris, jimat, batu akik, kertas, atau bentuk lainnya.
Bahkan ternyata, berhala tersebut bisa berubah dalam bentuk saldo rekening. Ya,
berhala tersebut berubah menjadi sangat halus dan samar-samar dalam bentuk
gaji, profit usaha, tunjangan, jatah bulanan, proyek, atau sejenisnya. Secara
tampak mungkin kita tidak menyembahnya, namun ‘Tuhan Saldo Rekening’ tersebut
tertanam dalam hati, terasa tenang dan damai ketika saldo sedang menumpuk,
terasa gelisah dan khawatir ketika saldo menipis.
Ketika saldo rekening jadi Tuhan, merasa aman dengan saldo
yang banyak, dan merasa takut dengan saldo yang sedikit. Keyakinan di hati
bahwa saldo rekening itulah yang bisa mencukupi, memudahkan, dan menyelesaikan
masalah, menyekutukan Allah dengan sangat halus, naudzubillah, satu hal yang
mesti kita renungkan bersama. Lebih yakin dengan apa yang kita miliki daripada
dengan apa yang Allah janjikan. Padahal, sudah terlalu banyak contoh, bahwa
sebanyak apapun saldo yang kita miliki tidak akan bisa mencukupi jika memang
Allah tak mencukupkan, begitupun sebaliknya.
Enggan bersedekah, berat berderma, tak mau berbagi, susah
berzakat, adalah beberapa indikasi bahwa saldo rekening sudah menjadi Tuhan
bagi kita. Tak lagi bergantung sepenuhnya kepada Allah, melainkan bergantung
pada jumlah tabungan. Berpikir bahwa uang lah yang bisa memberangkatkan kita
umroh atau haji, uang lah yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan, uang lah
yang bisa membuat kita memiliki ini – itu, uang lah yang bisa mewujudkan segala
hajat, uang lah yang bisa mencukupi biaya pendidikan anak, uang lah yang bisa
membahagiakan, dan seterusnya. Berubah lah sila pertama bangsa ini, bukan lagi
KeTuhanan Yang Maha Esa, menjadi Ke‘uang’an yang maha esa, atau ‘saldo rekening
yang maha esa’.
Milikilah uang yang banyak untuk bisa memberi manfaat yang
lebih besar, menabunglah, berhematlah, itu diperbolehkan bahkan dianjurkan,
namun sekali-kali jangan sampai menggeser Allah di hati. Karena bukan itu, Demi
Allah bukan itu yang bisa membuat kita cukup, maka letakkanlah itu semua di
tangan, jangan sampai masuk ke hati sampai kapanpun. Keberadaannya tak membuat
kita merasa aman, ketiadaannya tak membuat kita khawatir, karena jaminan hanya
ada dalam genggaman Allah subhanahu wa ta’ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar