Sabtu, 10 Maret 2018

KETIKA SALDO REKENING MENJADI TUHAN



Lebih dari 1400 tahun yang lalu, ketika pasukan Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkan kota Makkah, terjadi sebuah peristiwa besar dalam sejarah, saat dikeluarkan dan dihancurkannya berhala-berhala patung dengan hina dari dalam Ka’bah. Kaum musyrikin Makkah adalah kaum yang mengakui bahwa Tuhan mereka adalah Allah, namun Allah bukanlah satu-satunya bagi mereka, mereka memiliki sesembahan lain dalam bentuk berhala-berhala patung dengan beragam nama.

Pada berhala-berhala itulah mereka bersandar, memohon dan menggantungkan harapan. Berhala-berhala itu yang mereka yakini bisa mencukupi kebutuhan mereka, memudahkan urusan mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka. Peristiwa penyucian ka’bah dan penghancuran berhala saat penaklukan kota Makkah itu menegaskan bahwa tiada satupun kecuali Allah yang bisa mencukupkan, memudahkan, dan menghilangkan kesusahan. Dialah satu-satunya dan hanya satu-satunya. Allahu Ahad.

Namun kini, berhala patung itu ber-‘metamorfosa’, berubah bentuk, bisa dalam bentuk keris, jimat, batu akik, kertas, atau bentuk lainnya. Bahkan ternyata, berhala tersebut bisa berubah dalam bentuk saldo rekening. Ya, berhala tersebut berubah menjadi sangat halus dan samar-samar dalam bentuk gaji, profit usaha, tunjangan, jatah bulanan, proyek, atau sejenisnya. Secara tampak mungkin kita tidak menyembahnya, namun ‘Tuhan Saldo Rekening’ tersebut tertanam dalam hati, terasa tenang dan damai ketika saldo sedang menumpuk, terasa gelisah dan khawatir ketika saldo menipis.

Ketika saldo rekening jadi Tuhan, merasa aman dengan saldo yang banyak, dan merasa takut dengan saldo yang sedikit. Keyakinan di hati bahwa saldo rekening itulah yang bisa mencukupi, memudahkan, dan menyelesaikan masalah, menyekutukan Allah dengan sangat halus, naudzubillah, satu hal yang mesti kita renungkan bersama. Lebih yakin dengan apa yang kita miliki daripada dengan apa yang Allah janjikan. Padahal, sudah terlalu banyak contoh, bahwa sebanyak apapun saldo yang kita miliki tidak akan bisa mencukupi jika memang Allah tak mencukupkan, begitupun sebaliknya.

Enggan bersedekah, berat berderma, tak mau berbagi, susah berzakat, adalah beberapa indikasi bahwa saldo rekening sudah menjadi Tuhan bagi kita. Tak lagi bergantung sepenuhnya kepada Allah, melainkan bergantung pada jumlah tabungan. Berpikir bahwa uang lah yang bisa memberangkatkan kita umroh atau haji, uang lah yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan, uang lah yang bisa membuat kita memiliki ini – itu, uang lah yang bisa mewujudkan segala hajat, uang lah yang bisa mencukupi biaya pendidikan anak, uang lah yang bisa membahagiakan, dan seterusnya. Berubah lah sila pertama bangsa ini, bukan lagi KeTuhanan Yang Maha Esa, menjadi Ke‘uang’an yang maha esa, atau ‘saldo rekening yang maha esa’.


Milikilah uang yang banyak untuk bisa memberi manfaat yang lebih besar, menabunglah, berhematlah, itu diperbolehkan bahkan dianjurkan, namun sekali-kali jangan sampai menggeser Allah di hati. Karena bukan itu, Demi Allah bukan itu yang bisa membuat kita cukup, maka letakkanlah itu semua di tangan, jangan sampai masuk ke hati sampai kapanpun. Keberadaannya tak membuat kita merasa aman, ketiadaannya tak membuat kita khawatir, karena jaminan hanya ada dalam genggaman Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar