Rabu, 20 Juni 2018

Do'a Membelah Langit




Doa adalah mukh (ubun-ubun/inti) ibadah. Doa adalah silah (senjata) orang Mukmin. Begitulah Nabi ﷺ menggambarkan doa, dan betapa pentingnya doa. Doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, benar-benar dari dalam hati, merasuk ke dalam seluruh bagian tubuh, sehingga apa yang terbersik dan terucap sama, akan mengantarkan kenikmatan tersendiri bagi seorang hamba di hadapan Rabb-Nya.

Ketika doa dipanjatkan dengan khusyu’, diulang tiga kali, dilakukan pada waktu-waktu mustajab, seperti saat sujud, waktu di antara adzan dan iqamat, dua pertiga malam terakhir, di saat Allah turun ke langit bumi, maka doa itu akan diijabah oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Apalagi, jika dilakukan di tempat-tempat mustajab, seperti Raudhah, Rukun Yamani, Multazam, Hijr Ismail, dan sebagainya. Maka, apapun kesulitan seorang hamba, akan diberikan jalan keluar oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Apapun kondisinya, pasti Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya.

Karena itu, kehidupan Nabi ﷺ mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi, berisi doa. Karena doa adalah senjata dan inti ibadah seorang hamba kepada-Nya. Ketika mengalami kesulitan yang luar biasa, ‘Ali meminta isteri tercintanya, Fatimah datang menghadap ayahandanya tuk meminta bantuan. “Itu pasti ketukan Fatimah. Tidak biasanya dia datang kepadaku saat seperti ini. Tolong bukakan pintu untuknya.” Kata Nabi kepada Ummu Aiman. Di hadapan ayahandanya, Fatimah berkeluh, “Ayah, makanan para malaikat ialah mengagungkan, menyusikan dan memuji Allah. Tetapi, makanan kami kan lain?”

Nabi dengan penuh kasih memandang iba putri tercintanya sembari bertutur, “Sunggu, sejak sebulan ini tungku rumah keluarga Muhammad juga tidak menyala. Tetapi, baru saja aku diberi seekor kambing betina. Kalau kamu mau, aku akan usahakan lima ekor untukmu. Atau, kamu aku ajari lima kalimat yang pernah diajarkan Jibril kepadaku?” Tutur Nabi ﷺ kepada Fatimah. “Ajarilah saja aku lima kalimat yang pernah diajarkan Jibril kepadamu.” Jawab Fatimah.

Nabi pun mengajarkan lima kalimat itu, “Bacalah selalu:

ياَ أَوَّلَ الأَوَّلِيْنَ وَيَا آخِرَ الأَخِرِيْنَ، يَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، وَيَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنَ، وَياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Ya Awwala al-awwalin wa ya Akhira al-akhirin ya Dza al-Quwwati al-matin, wa ya Rahima al-masakin, wa ya Arhama ar-rahimin.

“Wahai Dzat yang Maha Awwal, wahai Dzat yang Maha Akhir, wahai Dzat Pemilik kekuatan yang hebat, wahai Dzat yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, wahai Dzat yang Maha Pengasih..”

Fatimah pun pulang menemui suami tercintanya. Setiba di rumah, ‘Ali bertanya kepada isteri tercintanya itu, “Apa yang kamu bawa?” Jawab Fatimah, “Duniamu baru saja hilang, maka sekarang kubawakan untukmu akhirat.” Meski harus menahan lapar, ‘Ali pun menimpali ucapan isteri tercintanya itu dengan kata-kata indah, “Sungguh luar biasa hari-harimu, Fatimah.” [as-Suyuthi, Musnad Fathimah, hal. 7]

Iya, memang hanya doa yang diberikan Nabi ﷺ kepada putrinya. Tetapi, ketika doa itu dibaca, dipanjatkan dengan sepenuh jiwa dan raga, sembari menghadirkan “Dzat yang Maha Awwal, Dzat yang Maha Akhir, Dzat Pemilik kekuatan yang hebat, Dzat yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, dan Dzat yang Maha Pengasih..” maka doa yang dipanjatkan hamba-Nya itu pun sanggup membelah langit. Apa yang diminta pun tak kuasa ditahan oleh-Nya, kecuali pasti diberikan kepada hamba-Nya.

Lihatlah, bagaimana saat Nabi berdoa di malam Perang Badar. Setelah seluruh persiapan dilakukan, tinggal satu, mengharapkan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala. Malam itu pun Nabi bersama sahabat melakukan shalat malam. Di belakangnya ada Abu Bakar as-Shiddiq. Doa yang dipanjatkannya pun tidak main-main:

اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ

Allahumma in tuhlika hadzihi al-‘ishabata la tu’bad fi al-ardhi

“Ya Allah, sekiranya Engkau binasakan kelompok yang tersisa ini (dalam Perang Badar), maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi.” [Dikeluarkan Ibn Mundzir, al-Ausath fi as-Sunan]

Doa ini dipanjatkan di tengah pekatnya malam, saat Allah turun ke langit bumi. Diulang-ulang Nabi, dengan khusyu’, sambil menangis hingga tubuh baginda yang mulia itu bergetar, sampai surbannya jatuh. Abu Bakar yang berada di belakang Nabi pun memungut surban itu, lalu bertutur kepada Nabi, “Cukup ya Rasul, cukup ya Rasul, Allah pasti telah mendengarkan doa Tuan.” Maka, lihatlah kemudian, Allah menurunkan 5000 pasukan malaikat-Nya untuk membantu Nabi ﷺ.

Ketika Nabi dikepung pasukan koalisi, yang terdiri dari kaum Kafir Quraisy, Yahudi dan kabilah-kabilah lain, saat Perang Khandak, setelah seluruh persiapan dilakukan, dan rencana penjanjian dibatalkan, Nabi ﷺ bermunajat kepada Allah di atas bukit. Tiga malam berturut-turut, Nabi ﷺ memanjatkan doa:

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ الْحِسَابِ، اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأحْزَابَ، اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

Allahumma ya Munzila al-kitab, Sari’a al-hisab, Allahumma ahzimh al-Ahzab, Allahumma ahzimhum wa zalzilhum..

“Ya Allah, Dzat yang Maha menurunkan Kitab (al-Qur’an), yang Maha Cepat perhitungan-Nya, ya Allah kalahkanlah pasukan koalisi (musuh), ya Allah kalahkanlah mereka, dan goncanglah mereka..” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Doa-doa yang dipanjatkan di tengah malam ini, diulang-ulang, bahkan hingga tiga malam berturut-turut, dipanjatkan dengan khusyu’ dan sungguh-sungguh mengharap pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala, akhirnya doa itu pun sanggup membelah langit, dan Allah pun tak kuasa menahan, kecuali mengabulkan apa yang diminta. Allah pun memberikan pertolongan kepada hamba-Nya di saat genting seperti itu. Setelah doa itu dipanjatkan, Abu Sa’id al-Khudri menuturkan, “Allah subhanahu wa ta'ala memukul musuh-musuh kami dengan angin. Allah pun mengalahkan mereka dengan angin.” [Hr. Ahmad dalam Musnad]

Begitulah Nabi mengajarkan doa, dan bagaimana kekuatan doa bagi hamba-hamba-Nya. Dalam kitab Tarikh Dimasyqa dituturkan, suatu ketika ada seorang yang tengah melintasi Jabal Lubnan, dihadang oleh begal. Begal itu pun menghunus pedang, siap membunuhnya. Sebelum begal itu membunuhnya, orang tadi meminta izin shalat dua rakaat. Dia pun ingat firman Allah:

أَمَّنْ يُجِيْبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْءَ [سورة النمل: 62]

“Siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kondisi terjepit, ketika dia berdoa kepada-Nya.” [Q.s. an-Naml: 62]

Ayat ini dibaca dengan khusyu’, diulang tiga kali. Begitu salam, begal itu pun sudah tewas. Di sana ada seorang lelaki tegap berdiri. Orang ini bertanya kepada lelaki itu, “Siapa Anda?” Dia menjawab, “Aku adalah malaikat penunggu gunung. Aku diutus Allah untuk menolongmu. Saat Engkau membaca ayat itu sekali, Allah terpanggil. Ketika Engkau baca yang kedua, Arsy-Nya pun bergetar. Ketika Engkau baca yang ketiga, maka Dia pun tak kuasa menahan, kecuali memenuhi permohonanmua.”

Begitulah, kekuatan doa. Maka, Nabi ﷺ tak pernah melupakan doa, baik berdoa sendiri maupun meminta didoakan. Ketika ‘Umar berangkat haji, Nabi ﷺ pun menyelipkan pesan, “Umar, jangan Engkau lupakan aku dalam doamu.” Subhanallah..

Semoga kita bisa mengisi hari, jam, menit dan tiap detik dalam kehidupan kita dengan doa. Dengannya, langit akan terbuka, dan Allah pun akan mengabulkan semua permintaan kita. Maka, doa pun menjadi ubun-ubun ibadah dan senjata kekuatan kita. Aamiin

Selasa, 19 Juni 2018

SANG JENDERAL & AL-QUR'AN

Hasil gambar untuk Tni baca quran

Suatu sore, thn 1525 di sebuah Penjara di Spanyol, suasana di situ terasa hening mencengkam. 

*Jendral Adolfo Roberto,* pemimpin penjara yg terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.
Setiap sipir penjara membungkukkan badannya serendah mungkin ketika 'Algojo Penjara' itu berlalu di hadapan mereka.
Karena kalau tidak, sepatu 'Jungle' milik tuan Roberto itu akan mendarat di wajah mereka.
Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar suara seseorang membaca Ayat2 Suci Alqur'an yang amat ia benci. 

_"Hai ... hentikan suara jelekmu ! Hentikan ...!!!"_ Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi ?
Lelaki di kamar tahanan tadi tetap saja membaca & bersenandung dengan khusyu'nya
Roberto bertambah berang.
Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yg sempit.
Dgn congak ia meludahi wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang.
Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dgn rokoknya yg menyala.
Sungguh ajaib ...! tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. 
Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo. 
Bibir keringnya hanya berkata lirih, _"Robbi, wa-ana 'abduka ..."_
Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, 
_"Bersabarlah wahai ustadz ... Insya Allah tempatmu di Syurga."_

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.
Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai. 

_"Hai orang tua busuk...!!_
_Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu ?!_
_Aku tidak suka apapun yang berhubungan dengan agamamu....!!!"_

Sang Ustadz lalu berucap, _"Sungguh ... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah SWT._

_Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemui-Nya._
_Maka patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk ?_
_Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk orang2 yg zhalim"._

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya.
Laki-laki itu terhuyung-huyung.
Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.
Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'Buku Kecil'. 
Adolfo Roberto bermaksud memungutnya. 

Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.
_"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu !"_, bentak Roberto.
_"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini !"_, ucap sang ustadz dgn tatapan menghina pada Roberto.
Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. 
Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. 
Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati.
Namun tidak demikian bagi Roberto. 
Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. 
Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. 
Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh
Mendadak algojo itu termenung dan berkata dalam hatinya :
_"Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini._
_Tapi kapan ??_
_Ya, aku pernah mengenal buku ini."_ suara hati Roberto bertanya-tanya.

Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.
Jenderal berumur 30 tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. 
Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. 
Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.
Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang sakarat melepas nafas-nafas terakhirnya. 
Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.
Mata Roberto rapat terpejam.
Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang di alaminya sewaktu masih kanak-kanak dulu.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. 
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). 
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa.
Beribu-ribu jiwa kaum muslimin yg tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. 
Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. 
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.
Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. 
Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.
Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. 

Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang Ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abaya hitamnya.

Sang bocah berkata dengan suara parau,
_"Ummi.. ummi.. mari kita pulang. Hari sudah malam._
_Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa ....?_
_Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..."_

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. 
Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. 
Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.
Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, _"Abi ... Abi ... Abi ..."_
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

_"Hai ... siapa kamu?!"_ teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah.
_"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi ..."_ jawab sang bocah memohon belas kasih. 
_"Hah ... siapa namamu bocah ??_
_Coba ulangi !!!"_
bentak salah seorang dari mereka

_"Saya Ahmad Izzah ..."_ sang bocah kembali menjawab dengan rasa takut. 

Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. 
_"Hai bocah ...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek._
_Aku benci namamu._
_Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus._
_Namamu sekarang 'Adolfo Roberto' ..._
_Awas !_
_Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu._
_Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!"_ ancam laki-laki itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata.
Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inkuisisi. 
Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.
Roberto sadar dari renungannya yang panjang. 
Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. 
Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. 
Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. 
Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, _"Abi... Abi ... Abi ..!!."_
Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.
Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. 
Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. 
Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah.
Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. 
Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, 

_"Abi ... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa ..."_

Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.
Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. 
Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat orang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. 

_"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu ..."_

Terdengar suara Roberto memelas.
Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. 
Air matanya pun turut berlinang. 
Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. 
Sungguh tak masuk akal. 
Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.
Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap.
_"Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy._
_Belajarlah engkau di negeri itu"._

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Dua Kalimah Syahadat..!

Beliau pergi menemui Robbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

Beberapa tahun emudian.....
Ahmad Izzah telah menjadi seorang Ulama Besar di Mesir. 
Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya.

Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru kepadanya ... *Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.*
Sang Ulama berpesan kepada Seluruh Umat Islam se dunia:
*Jangan engkau pilih Pemimpin yang menzhalimi para Ulama* dan *Jangan kau pilih pemimpin yang suka berdusta.*

Firman Allah swt :

_"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."_
(QS. 30:30)

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan saudara-riku 🙏🙏

Senin, 18 Juni 2018

Tafsir Pancasila Zaman Now

Hasil gambar untuk Pancasila zaman now

Saya rasa pendidikan keberagaman saya cukup lumayan. Saya cina dan istri saya jawa, anak-anak saya papan catur, perempuan putih, lelaki hitam, lelaki putih dan perempuan hitam. Bapak dan Ibu saya Katolik, saya sekeluarga Muslim

Di keluarga lebih besar lagi, Nenek saya Buddha, teman-teman saya Kristen Protestan, ada juga yang atheis, banyak yang agnostik. Saya pernah tinggal di Sumatra dan Jakarta, pulang kampung ke Jawa Tengah, lumayan khatam soal perbedaan

Beragam jelas-jelas akan banyak beda, tapi nggak pernah jadi masalah di keluarga besar saya, kita nggak harus ngaku paling Pancasilais untuk saling memahami perbedaan, saling menghargai pendapat, terlepas beda apapun

Ibu Bapak saya nggak pernah komplain kalau saya merusak persatuan keluarga apalagi negara, mereka nggak pernah nuduh bahwa saya suka mengkafirkan, apalagi membuat ketegangan antarumat beragama

Saya pun malah jadi lebih menghormati dan menyayangi mereka setelah mengenal Islam, sebab Islam itu agama yang keren, bisa mengubah kebencian saya pada orangtua menjadi cinta, agama ini agama kasih sayang

Islam bagi saya justru terbaik dalam urusan toleransi, menjaga kerukunan, mempersatukan. Lha, kita kira Pancasila itu dari mana? Ya dari Islam, sebab Pancasila nggak bakal bisa sempurna diartikan, kalau nggak pake Al-Qur'an

Tapi sekarang kita lihat, Pancasila ini lagi disandera oleh mereka yang ngakunya paling Pancasila, paling NKRI. Untuk apa? Ya untuk menyudutkan yang mereka nggak suka, dan dalam kasus yang sekarang, yang disudutkan itu Islam dan Muslim

Mereka ini justru yang kita lihat beringas, nggak bisa menerima beda, nggak mau diajak diskusi apalagi musyawarah, bisanya hanya persekusi dan marah-marah, membuat ketegangan, memprovokasi, main hakim sendiri

Beda konsep dikit yang lain dituduh radikal, beda fiqih dikit lalu langsung dituduh ISIS dan wahabi, beda amalan dikit langsung dituduh Islam arab. Lha, siapa yang nggak bisa nerima perbedaan kalau gini caranya?

Lebih-lebih yang diharap menanamkan Pancasila, justru nggak peka. Gaji ratusan juta dianggap wajar, kerja keras banget katanya, sementara rakyat susah. Tenggang rasa, tepa selira, cuma teori, yang penting teriak, saya Pancasila!

Minggu, 17 Juni 2018

Malam Yang Mengubah Segalanya

Hasil gambar untuk Malam yang mengubah segalanya

Perkiraan masa kini, manusia punya cerita peradaban panjang, sekira 6000 tahun lamanya. Sejak Nabi Adam hingga saat ini, selama itu pula manusia dalam peperangan antara haq dan bathil. Antara Allah dan taghut, antara risalah-Nya dan kesesatan, antara Nabi-Nya dan penentangnya

Para Nabi terus berganti, risalah pun terus turun bersama mereka, berganti nama tapi tetap dengan inti tauhid, menyembah hanya pada Allah, pemilik semesta dan penguasa manusia. Begitu juga kejahatan berganti nama dan berganti kekuasaan, tapi tetap intinya, menolak patuh pada Allah

Kebaikan itu bermula dari Adam, lalu diwariskan pada keturunannya. Ibrahim menguatkan itu semua dengan membina ka'bah bersama anaknya Ismail, sebagai simbol penyatuan dunia, satu arah, satu tujuan, satu ummat, satu Tuhan. Tauhid universal

Dalam kesungguhannya bersama Ismail ia berdoa, "Tuhan kami, utuslah untuk mereka, Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan pada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan pada mereka Al-Kitab dan Hikmah, dan menyucikan mereka" - QS 2: 129, doa itu terpanjat pada Allah

Ribuan tahun berselang, tak kunjung terkabul doa itu, di garis keturunan Ishaq bin Ibrahim, para Nabi turun konsisten, tapi mereka sampaikan bahwa akan ada Nabi penutup, bahwa mereka bukanlah penutup. Demikian doa Ibrahim masih tertangguh

Sampai satu saat rencana Allah dipenuhi, Allah berkehendak untuk mengutus Nabi yang terakhir bagi ummat manusia. Mengabul doa kekasih-Nya Ibrahim, untuk mengutus Nabi-Nya dari kalangan ka'bah, keturunan Ismail bin Ibrahim

Allah berfirman, "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Hikmah". - QS 62:2. MasyaAllah

Kapankah doa itu terkabul saudaraku? Malam ini, 17 Ramadhan. Malam dimana Al-Qur'an pertama kali dibacakan pada Nabi kita Muhammad saw

Malam dimana Allah turunkan Al-Qur'an yang dengannya mengubah alur sejarah manusia, mengubah peradaban manusia dan milyaran manusia yang hidup, semua terjadi di malam ini, malam Nuzul Al-Qur'an

Jangah sia-siakan malam ini. Malam yang mengubah segala-galanya 

Andai begitu besar pengaruh Al-Qur'an dalam mengubah manusia dan dunia, sekiranya apa hadiah yang bisa diberikan oleh Al-Qur'an bila kita mau berinteraksi dengannya terkhusus di bulan Ramadhan ini? 🙂🙂🙂

Sabtu, 16 Juni 2018

Para Wasilah Hidayah

Hasil gambar untuk Wasilah

Dalam dunia ini, Allah titipkan kita masing-masing amanah. Untuk apa amanah itu digunakan, itu semua kembali kepada kita. Lalu kesemuanya akan dipertanggungkan

Harta itu amanah, begitu pula jabatan, sama dengan keluarga juga amanah, ilmu dan keahlian itu juga amanah, ketenaran juga amanah, yang akan Allah hisab satu saat nanti

Allah berfirman, "Lalu kalian pasti akan ditanyai oleh Allah, pada hari itu, tentang kenikmatan yang Allah berikan pada kalian". Ini yang berat dari amanah yang kita pikul

Maka hal yang terbaik yang kita bisa lakukan adalah menjadikan apapun yang Allah titipkan ini sebagai cara untuk mengenalkan Allah pada manusia, bukan mengenalkan diri sendiri

Indah sekali, bila harta, kuasa, ilmu, ketenaran, dan apapun yang kita miliki bisa jadi jalan hidayah bagi orang lain, kelak akan jadi yang memperingan hisab kita

Bisa jadi hanya sesederhana like & share pada hal yang baik, atau tagging dalam urusan dakwah, atau hanya jadi jalan bagi yang lain untuk mengetahui adanya acara dakwah

Karena itulah keberadaan teman-teman pekerja seni, mereka yang sering tampil di media, para public figure, mereka yang jadi role model ini, menjadi sangat penting

Logika sederhana orang, "Itu orang terkenal, sering di TV, yang hidupnya sudah mapan saja, mau ikut kajian Islam, peduli sama Islam, masa sih kamu masih nggak mau?", simple

Tiap yang diberi amanah itu artinya dapat tambahan potensi masalah, tapi juga Allah berikan tambahan potensi pahala. Pilihan kita bagaimana memanfaatkannya

Terimakasih pada kang Primus dan teh Jihan, sahibul bait kajian. Juga banyak sekali teman-teman pekerja seni hijrah, yang saya tak tahu semua, tapi Allah yang tahu

Jumat, 15 Juni 2018

PANTJA-SILA dan AL MAQASHID

Hasil gambar untuk Pancasila

"Seorang kawan ahli bahasa", demikian konon dikatakan Ir. Soekarno dalam pidatonya di hadapan Sidang BPUPKI 1 Juni 1945, "Menyarankan agar kelima pokok hal ini disebut Pancasila."
.
Pidato Bung Besar, rahimahullah, kala itu memang  menjawab pertanyaan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sang Ketua, yakni, jika nanti negara kita berdiri, di atas dasar apakah ia akan tegak?
.
Kawan ahli bahasa itu tentu saja adalah Mr. M. Yamin. Tokoh dahsyat yang mengemukakan gagasan kesatuan Indonesia-nya dengan membesar-jayakan Majapahit hingga tokoh Gajah Mada-pun wajah ilustrasinya meminjam potret beliau.
.
Sesederhana itukah lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945?
.
Tentu saja tidak.
.
Pancasila rumusan Bung Karno meletakkan kebangsaan sebagai sila pertama dan ketuhanan di sila terakhir. Lengkapnya adalah sebagai berikut:
.
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
.
Sehari sebelumnya, pada 31 Mei, Mr. Soepomo mengajukan rancangan lain:
.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
.
Adapun gagasan Mr. M. Yamin pada 29 Mei berisi:
.
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
.
Kesemua rumusan ini berbeda dengan yang akan ditetapkan sebagai Dasar Negara pada 18 Agustus 1945. Untuk diketahui, selain Ir. Soekarno, Panitia Sembilan Perumus Dasar Negara sebagai amanat PPKI yang menghasilkan Piagam Djakarta beranggotakan pula Drs. Moh. Hatta, KHA. Wahid Hasyim, Prof. KH Abdul Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso, Ahmad Subardjo, Mr. Muh. Yamin, dan A.A. Maramis. Dari kentalnya komposisi 'Ulama dan Zu'ama ini, tak heran bahwa yang disahkan kemudian -sebelum insiden dihapusnya 7 kata- adalah:
.
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.
.
Banyak beredar.......selebaran maya yang menghubungkan kelima sila tersebut dengan ayat-ayat yang dipilih dari Al Quran. Sebagai seorang muslim, saya menyatakan hormat kepada yang menyatakan demikian. Saya akan menyatakan hormat pula jika ummat lain punya dalil dari kitab suci mereka tentang sila-sila Pancasila. Dan ini amat mungkin sekali mengingat luasnya kandungan kitab suci berbagai agama. Tinggal dicari dan dicocokkan.
.
Yang saya hendak sampaikan justru hipotesis beberapa pewaris sejarah Masyumi yang diungkap oleh Dr. Adiwarman Karim dalam sebuah artikel pendek tentang Ekonomi Syari'ah-Ekonomi Pancasila, bahwa Para 'Ulama Pendiri Bangsa itu kemungkinan telah menyusun Pancasila sesuai Maqashid Asy Syari'ah Adh Dharuriyah yang rumusannya dirintis Imam Al Ghazali kemudian disempurnakan oleh Imam Asy Syathibi dalam Al Muwafaqat.
.
Benar, idenya buah pikir bersama dan mungkin juga mengambil sebagian dari Bung Karno, Yamin, maupun Soepomo. Tapi susunannya, mari perhatikan Dharuriyat Al Khams, atau 5 dari tujuan pokok diturunkannya Syari'at itu:
.
1. Hifzhud Diin (Menjaga Agama)-> Ketuhanan
2. Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa Manusia)-> Kemanusiaan
3. Hifzhun Nasl (Menjaga Keturunan, Kelangsungan)-> Persatuan
4. Hifzhul 'Aql (Menjaga Akal)-> Hikmat Kebijaksanaan
5. Hifzhul Maal (Menjaga Harta dan Milik)-> Keadilan Sosial
Rahimahumullaahu Ajma'in. Semoga Allah merahmati para perumus agung dasar negara ini. Selalu diperlukan sikap adil pada Pancasila. Anti samasekali kepadanya berarti mengingkari sejarah perjuangan para 'ulama. Menerimanya secara sekuler dengan memisahkannya dari nilai-nilai Islam yang menjiwainya juga tak tepat. Selamat berpancasila!
_______________
Keris Kangjeng Kyahi Naga Baruna yang dipersembahkan Galeri Omah Nara-nya Mas unggul sudrajat untuk Presiden RI sebagai simbol visi Maritim Indonesia. Warangkanya Gayaman Surakarta disungging alas-alasan dengan lambang Garuda Pancasila pada pusatnya.😊

Kamis, 14 Juni 2018

MENGHUNUS

Hasil gambar untuk Menghunus

Kata sahibul hikayat, Richard The Lionheart, Raja Inggris, hendak memamerkan kekuatan senjatanya pada Shalahuddin Al Ayyubi. Maka pedang dengan bilah tempa tunggal lagi tebal itu dihantamkan ke batu hingga pecah terbelah.
.
Sang Sultan tersenyum.
.
Dihunusnya dengan anggun bilah scimitar itu dari sarungnya, lalu bagian tajamnya diarahkan ke atas. Tangan yang satu lagi mencabut sapu tangan sutera dari pinggang dan melemparnya ke udara. Perlahan sapu tangan itu jatuh, dan ketika mengenai sisi tajam pedang milik Shalahuddin, iapun terbelah sempurna.
.
Baja Damaskus.
.
Inilah material legendaris yang mempunyai sifat superplastis, yakni kemampuan untuk mengalami deformasi tetap tanpa retak hingga 1000%.
.
Dengan sifat unik ini maka baja Damaskus banyak digunakan sebagai material pembuatan senjata. Menurut mitos senjata yang dibuat menggunakan baja Damaskus tidak akan tumpul atau patah. Selain memiliki sifat superplastis, ia juga mempunyai ciri khas yaitu adanya pola air atau pamor pada permukaannya.
.
Inilah kekuatan yang diturunkan Allah ke bumi, dan Dia ajarkan ilmu menempanya kepada para hambaNya yang terpilih, dari Dawud hingga Dzulqarnain.
.
"Dan Kami turunkan besi, di dalamnya terdapat kekuatan dahsyat dan manfaat bagi manusia." (QS Al Hadid: 25)
.
Kekuatan dahsyat besi yang tak terkalahkan oleh unsur lain di alam adalah energi ikat inti per-nukleon-nya yang sebesar 8,8 MeV. Makna secara batin ia adalah rabithah ukhuwah, ikatan antar hati karena iman yang hanya Allah yang menautkannya. Adapun secara zhahir ia juga jadi tugas ummat untuk mengembangkan ilmu metalurgi demi manfaat besarnya untuk manusia.
.
Di berbagai belahan dunia berkembang aneka teknik tempa. Tak kalah dari baja Damaskus yang kini sukar ditiru ulang adalah pembuatan keris para empu di besalen Nusantara. Paduan besi, baja,  dan meteorit ditempa-lipat berulangkali dengan jumlah lipatan 2 pangkat n, hingga ia tahan tekukan, tarikan, tekanan, serta puntiran; memiliki lebih dari 240 varian dhapur sesuai ricikan detailnya, dan lebih dari 140 pola pamor yang indah lagi penuh makna.
.
Selamat berbuka puasa dan mengapresiasi ilmu,  seni,  dan sejarah.