Kamis, 06 Oktober 2022

DO'A TAK MANJUR GARA-GARA TELUR


 Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berhasil menguasai ‘Iraq, tidaklah ia menugaskan seseorang untuk menjabat di sana dan mengatur rakyat ‘Iraq melainkan tidak berumur panjang. 

Orang-orang ‘Iraq yang tidak rela dengan kezhaliman yang merajalela mendoakan kebinasaan bagi siapa saja yang menjadi wakil Hajjaj di ‘Iraq. Hajjaj pun memutar otak liciknya. Hajjaj meminta seluruh penduduk ‘Iraq untuk memberinya masing-masing sebutir telur ayam dan meletakkannya di beranda masjid Jami’. Dikatakannya, ia sangat membutuhkannya. 

Penduduk ‘Iraq menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele dan bukan merupakan kemungkaran. Mereka merasa tidak punya alasan untuk menolaknya. Maka berbondong-bondong mereka menuju masjid Jami’ dengan sebutir telur di tangan masing-masing. Tanpa menaruh curiga sedikit pun mereka meletakkan telur-telur itu begitu saja di beranda masjid.

Setelah semua orang meletakkan telur-telur yang mereka bawa, Hajjaj melancarkan siasat busuknya. Dikatakannya, ia berubah pikiran. Dia tidak butuh telur-telur ayam itu. Dia mempersilakan penduduk ‘Iraq untuk membawa pulang telur-telur itu. 

Beribu tanya berlompatan di hati penduduk ‘Iraq. Apa gerangan maunya si pendosa durjana itu. Dengan mulut terkunci atau sekedar bisik dan gumam, masing-masing pulang dengan membawa sebutir telur. Mereka pikir, jika yang diambilnya bukan telur miliknya, pastilah itu telur milik saudaranya yang pasti merelakannya barang miliknya tertukar.

Dari kejauhan, Hajjaj memandang kepulangan penduduk ‘Iraq dengan tersenyum puas. Pendosa itu tahu, rencananya berhasil tanpa cela. Dia lega. Kini ia bisa menjanjikan keselamatan bagi siapa saja yang menjadi wakilnya, tanpa takut doa dan kutukan penduduk ‘Iraq.

Sampai di rumah masing-masing, penduduk ‘Iraq belum menyadari bahwa Hajjaj telah berhasil menipu mereka. Mereka menjalani hari-hari seperti biasa. Dan seperti biasa pula mereka mendoakan kebinasaan wakil si pendosa durjana yang duduk di kursi tertinggi di ‘Iraq.

Hari berganti pekan, pekan berganti bulan, penduduk ‘Iraq menunggu kebinasaan penguasa baru itu. Namun, kabar kematian yang biasanya tak pernah mereka tunggu lama tak kunjung tiba. 

Mereka mulai mawas diri. Mereka menginstropeksi diri. Mereka pun menyadari bahwa mereka telah ditipu mentah-mentah oleh Hajjaj. Mereka kalah siasat. Telur yang mereka bawa pulang yang kemudian mereka rebus atau goreng beberapa waktu yang lalu, mereka pastikan bukan telur milik mereka. Telur syubhat telah menghalangi pengabulan doa-doa mereka. Tapi apalah daya, nasi telah menjadi bubur. Sesal kemudian tiada guna. Tinggal kesabaran menghadapi kezhaliman Hajjaj yang dapat mereka hadirkan.

Akidah tentang Makanan Halal

Mengomentari kisah di atas, Ibnul Haj (737 H.) berkata, “Karena hal inilah hari ini kezhaliman merata. Banyak doa dipanjatkan agar para pelakunya binasa, namun sedikit sekali yang dikabulkan jika bukan malah tak ada… sekiranya penduduk suatu negeri selamat dari keadaan itu lantas berdoa, niscaya doa mereka dikabulkan.”

Ahlussunnah menjadikan perkara makan yang halal ini sebagai salah satu akidahnya. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang karenanya Allah menghidupkan negeri dan memberi hidup untuk penghuninya. Mereka adalah para pengikut Sunnah. Barangsiapa yang memastikan apa pun yang memasuki rongga perutnya adalah makanan yang halal, dia termasuk hizbullah, golongan Allah ta’ala.”

Ibnu Rajab, mengomentari pernyataan Fudhail, berkata, “Yang demikian itu karena makan yang halal adalah perkara terpenting yang dijaga oleh Nabi saw dan para sahabat.”

Syaikh ash-Shabuni menyifati Ahlulhadits dan Sunnah, bahwa mereka adalah orang-orang yang bersikap ‘iffah dalam urusan makanan, minuman, pernikahan, dan pakaian.


Abu Hurayrah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Baik dan Allah tidaklah menerima amalan kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin sebagaimana perintah-Nya kepada para Rasul. ‘Wahai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (Al Mu’minun: 51) 

Allah juga berfirman, 

‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.’ (Al-Baqarah: 172) 

Setelah itu Rasulullah menceritakan keadaan seseorang yang telah lama bepergian, rambutnya kusut penuh dengan debu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke arah langit sembari berdoa, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku,’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya juga haram, serta ia dibesarkan dari yang haram. Lantas bagaimana mungkin doa yang ia panjatkan akan dikabulkan?’.”

Berkenaan dengan hadits ini Ibnu Rajab menulis, “Salah satu faktor terbesar tercapainya amal yang baik bagi seorang mukmin adalah kebaikan makanannya: hendaknya makanan halal. Dengan makanan halal itulah amalnya menjadi bersih… 

Hadits ini pun mengisyaratkan, amal tidak akan diterima dan tidak bersih melainkan dengan hanya makan makanan yang halal. Juga, makanan haram merusak amal dan menghalangi penerimaannya.” Wallahu al-Muwaffiq


Mesin Jahit Ummu Jamil (Kisah Nyata)


 Kisah ini terjadi di Suria yang diriwayatkan oleh pemilik konveksi.

Aku adalah seorang pemilik konveksi dan aku memiliki seorang tetangga yang ditinggal mati suaminya dan suaminya meninggalkan tiga orang anak yatim. Pada suatu ketika janda itu mendatangi tempat kerjaku dan berkata kepadaku,

"Wahai Fulan, aku memiliki sebuah mesin jahit yang tadinya digunakan oleh suamiku dan aku ingin menafkahi anak-anak yatimku. Apakah aku boleh membawa mesin itu untuk kau sewa dariku agar aku mendapatkan pemasukan yang dapat aku pergunakan untuk menghidupiku dan juga keluargaku?"

Maka akupun malu terhadapnya dan rasa malu tidaklah mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan. Kukatakan kepadanya, "Dengan segala hormat, ambillah mesinmu itu kemari."

Ketika ia membawa mesinnya, kudapati bahwa model mesin itu sudah sangat kuno dan tidak mungkin akan aku gunakan selamanya!

Akan tetapi aku tak ingin menyakiti hati janda itu, maka aku bertanya, "Berapa uang sewa yang kau inginkan untuk mesin ini?"

Dia menjawab, "3.000 Lira."

Dan kisah ini terjadi sekitar 20 tahun sebelum perang.

Maka aku mengambil mesin itu dan berkata, "Jazākillāhu khairan ya Ukhtiy." Dan kuberikan kepadanya 3.000 Lira. Mesin itu aku letakkan di pojokan tempat kerja karena kami tak mengkin menggunakannya sama sekali.

Kami melalui kondisi seperti ini hingga 10 tahun. Ummu Jamil datang setiap bulan untuk mengambil uang sewa mesin jahit dalam keadaan mesin jahitnya berada dipojokan konveksi tidak digunakan, yakni kami tidak pernah sekalipun memanfaatkannya.

Setelah berlalu 10 tahun, kami berpindah dari tempat konveksi yang kecil menuju tempat kerja baru yang lebih besar di pinggiran kota. Dan ketika memindahkan barang-barang, aku katakan kepada para karyawan, "Apakah mereka membawa serta mesin jahit Ummu Jamil bersama kita?"

Kepala konveksi mengatakan, "Ustadz, kenapa kita perlu memindahkan juga mesin jahitnya Ummu Jamil?"

Kukatakan padanya, "Apa urusanmu, pindahkan saja sudah!"

Hari dan tahun terus bergulir dan setelah 10 tahun di tempat yang baru, terjadilah perang. Demi Allah, semua kawasan tempat konveksiku berada hancur lebur kecuali tempat kerjaku.

Karena sebab perang ini, aku kehilangan hubungan dengan Ummu Jamil. Kami sudah banyak berupaya namun tidak mengetahui keberadaannya. Setiap kali kami menelfonnya, selalu tidak aktif.

Kepala konveksi meninggalkanku untuk mengungsi ke Eropa. Setelah dua bulan dari kepergiannya, dia menghubungiku via telfon dan berkata, "Aku bermimpi dan aku ingin anda mendengarkan mimpiku."

Aku berkata, "Mimpi apa?"

Dia berkata, "Aku melihat dalam mimpi, ada seseorang yang menyeru, 'Katakanlah kepada Fulan, karena sebab keberkahan mesin jahit Ummu Jamil, kami jaga tempat konveksimu.'"

Kulitku merinding dan air mataku bercucuran. Kukatakan, "Alhamdulillah."

Demi Allah, tidak ada yang hilang dari konveksiku walaupun hanya sebuah jarum. Meskipun kawasan tempat konveksiku berdiri rata dengan tanah.

Dari kisah ini kita belajar bahwa, sungguh  jika Allah mencintai seorang hamba, akan Allah arahkan ia untuk membantu kebutuhan orang lain. Kepedulian kita terhadap orang miskin, lemah, kakek/nenek jompo, atau janda yg memiliki anak-anak yatim akan Allah balas dengan yang lebih baik, baik di dunia atau di akhirat. Atau dapat menjadi sebab Allah karuniakan kita kebahagiaan, penjagaan terhadap istri, anak-anak, dan cucu-cucu kita.

Berbuat baiklah semampu kita karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yg berbuat kebajikan.

Rabu, 05 Oktober 2022

Sebab Terjadinya Penyakit ‘Ain


 Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap nikmat yang ada pada orang lain. Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang tersebut dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ‘ain. Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:

وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله عليه وسلم بالاستعاذة من الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد وليس كل حاسد عائنا

“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” … dan dari keburukan orang yang hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).

Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain. Dalam hadits dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata:

اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ، فَنَزَعَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ: وَكَانَ سَهْلٌ رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ رَبيعَةَ: مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ مَكَانَهُ، فَاشْتَدَّ وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأُخْبِرَ أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله، فَاَتَاهُ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ مِنْ شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟ أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ، تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ

“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).

Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang Sahl bin Hunaif dengan penuh kekaguman, sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها للمعين، فليدفع شرها بقوله: اللهم بارك عليه

“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118).

Ain Bisa Terjadi pada Benda Mati

Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga bisa terkena ‘ain. Benda mati yang terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau hancur secara tiba-tiba. Wa’iyyadzu billah. Dalam hadits, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:

اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي

“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan pada agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku” (HR. Abu Daud no.5074, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا

“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “masyaAllah, laa quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).

Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa harta bisa terkena ain dan boleh diruqyah ketika terkena ‘ain. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله، أو ماله، أو ولده فليقل: ما شاء لا قوة إلا بالله ـ وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة

“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum pada keadaannya atau hartanya atau pada anaknya, hendaknya ucapkan maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah. Ini diambil dari ayat yang mulia ini” (Tafsir Ibnu Katsir).

DOSA JARIYAH

 


 Jika ada amal jariyah maka pastilah ada pula yang namanya dosa jariyah. Sangat rugi, setelah mati kita terus membawa dosa jariyah, dosa yang senantiasa mengalir sampai hari kiamat

Semisal;

- Share video porno, itu tersebar setelah kamatiannya dan ia belum bertaubat. -wallahul musta'an-

- Share foto membuka aurat di media sosial dan tersebar serta dilihat oleh kaum lelaki dan publik secara umum -na'udzubillah-

 - Pernah mengajarkan keburukan dan memberi contoh yang menyimpang, ia belum bertaubat dan belum memperbaiki dan meluruskan ajaran yang telah tersebar. -innalillaahi wa innailaihi roji'un -

 -Dan dosa-dosa yang lain, yang menyebar dan berdampak kepada seluruh ummat 

 Perhatikanlah hadits berikut, Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda;

« ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨَﺔً، ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ، ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ، ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻲْﺀٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺳَﻴِّﺌَﺔً، ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭِﺯْﺭُﻫَﺎ ﻭَﻭِﺯْﺭُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻩِ، ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃَﻭْﺯَﺍﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻲْﺀٌ 

_“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang hasanah (baik) dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari orang yang melakukannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun._ _*Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang buruk, maka baginya dosanya dan DOSA ORANG YANG MELAKUKAN SESUDAHNYA, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”*_ (HR. Muslim: 1017)

Demikian juga ancaman Allah -azza wajalla- yang keras;

ﻟِﻴَﺤْﻤِﻠُﻮﺍ ﺃَﻭْﺯَﺍﺭَﻫُﻢْ ﻛَﺎﻣِﻠَﺔً ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣِﻦْ ﺃَﻭْﺯَﺍﺭِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﻀِﻠُّﻮﻧَﻬُﻢْ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﺃَﻟَﺎ ﺳَﺎﺀَ ﻣَﺎ ﻳَﺰِﺭُﻭﻥَ

_“Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada Hari Kiamat, dan *MEMIKUL DOSA-DOSA ORANG YANG MEREKA SESATKAN*, yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan)._ (QS. an-Nahl: 25)

 Mujahid -rahimahullah- menafsirkan ayat ini, beliau berkata:

_“Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikuti mereka. Mereka sama sekali tidak diberi keringanan azab karena dosa orang yang mengikutinya._ Tafsir Ibnu Katsir, 4/566

Sadarlah! Kehidupan kita di dunia ini pasti akan memberikan DAMPAK setelah kita mati dan meninggalkan jejak-jejak..

_*Entah itu jejak kebaikan atau jejak keburukan !!*_

Dampak inilah yang dimaksud dalam ayat-Nya:

_“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati, dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan, dan bekas-bekas (dampak) yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”_ (QS. Yasin: 12)

 Cara bertaubat dari dosa jariyah, yaitu;

 1. Dengan cara bersungguh-sungguh bertaubat

 2. Jika sudah menyebarkan kejelekan, maka berusaha menghilangkannya dan mencarinya untuk segara dihapus.

 3. Jika sudah mengajarkan, maka berusaha memperbaiki dan menyebarkan klarifikasi (koreksi) dari kesalahan yang telah ia sebar.

 4. Jika sudah bertaubat, maka sudah tidak ada dosa lagi -InsyaaAllah-.

Sebagaimana dalam hadits:

ﺍﻟﺘﺎﺋﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻛﻤﻦ ﻻﺫﻧﺐ ﻟﻪ

_“Orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya dosa“._

(HR. Ibnu Majah: 4250, dihasankan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

Jika sudah berusaha mencari, tapi yang kita sebarkan tidak ditemukan, semoga ini dimaafkan karena sudah di luar kemampuan hamba dan bertakwa semampu kita:

Allah berfirman,

ﻻَ ﻳُﻜَﻠِّﻒُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻧَﻔْﺴًﺎ ﺇِﻻَّ ﻭُﺳْﻌَﻬَﺎ

_“Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.”_ (Al-Baqarah ayat 286)

Wallaahua'lam...

HATI-HATI DENGAN PRASANGKA


 Alkisah ada seorang penjahit tua tinggal di sebuah desa kecil, ia biasa menjahit pakaian dengan rapih dan menjualnya dengan harga cukup mahal.

Suatu hari, seorang miskin di desa itu datang kepadanya dan berkata kepada si penjahit :

"Anda menghasilkan banyak uang dari pekerjaan Anda, lalu mengapa Anda tidak membantu orang miskin di desa ini. Lihatlah si penjual daging yang tak punya banyak uang. Justru ia setiap hari bisa membagikan daging gratis kepada orang-orang miskin"

Si penjahit tak menanggapi perkataan tersebut dan hanya tersenyum tenang.

Selanjutnya orang miskin itu berlalu dari rumah si penjahit dan mengabarkan kepada para penduduk desa bahwa si penjahit itu kaya raya tapi pelit, sehingga orang-orang desa membencinya.

Setelah tersiar kabar dari si orang miskin tak lama setelah itu si penjahit tua jatuh sakit, namun tidak ada satu pun penduduk desa yang perduli kepadanya. Dan pada akhirnya ia meninggal dalam kesendirian.

Hari-hari berlalu dan orang-orang di desa mulai menyadari bahwa setelah kematian si penjahit tua, si tukang daging kini tidak lagi membagi-bagikan daging gratis kepada orang-orang miskin.

Ketika mereka bertanya kepada si penjual daging, ia pun memberitahu bahwa si penjahit tua itulah yang biasanya memberi sejumlah uang sedekah secara sembunyi-sembunyi setiap bulan untuk membeli daging, yang kemudian daging tersebut diberikan kepada orang-orang miskin melalui dirinya. 

Dengan meninggalnya si penjahit tua maka berhenti pulalah pemberian daging dari si tukang daging, karena tak ada lagi sedekah dari si penjahit tua. 

Ternyata selama ini pemberian daging tersebut merupakan sedekah dari si penjahit tua, namun ia tak pernah memperlihatkannya. 

Si penjahit tua itu punya keyakinan bahwa cukup hanya Allah sajalah yang menjadi saksi atas amal perbuatannya. Dan dengan keyakinannya itulah ia berharap akan terbebas dari resiko hangusnya pahala, karena khawatir akan bersikap riya' dan takabur. 

Sadarilah...

Sebagian orang mungkin saja berpikir buruk tentang Anda... 

Tetap berbuat baik, meski kadang kebaikan tak selalu berbuah manis di dunia... 

Sebab sedekah bukan untuk melipat gandakan harta atau untuk menuai banyak pujian, tetapi untuk menyelamatkan diri dari api neraka. 

Rasulullah shallallahu Alaihi wa'salam bersabda : "Jauhilah api neraka walau hanya dengan bersedekah sebiji kurma" (HR.Bukhari ).

Selasa, 04 Oktober 2022

MENGGAPAI KESUKSESAN DUNIA DAN AKHIRAT

 


Ada lima kekuatan ajaib dalam kehidupan ini yang dapat mengantarkan kita pada kesuksesan dunia dan kesuksesan akhirat. 

Lima hal yang terlupakan, yang sebenarnya sudah ada rumusnya dalam ajaran Islam. Kelima rumus tersebur adalah

Dominasi Selalu Rasa SYUKUR dalam segala hal

Jadikan IKHLAS Sebagai pasword utama dalam menjalankan dan menerima apapun yg saat ini terjadi,  setelah berusaha dg maksimal dan doa. 

SABAR itu membentuk pribadi yg tenang dan bijak

ISTIQOMAH dan KOMITMEN terus berusaha pantang menyerah dan mengeluh sampai berhasil. 

HUSNUZON atau selalu berbaik sangka pada keputusan Allah.

Dan juga Berpikir positif dalam menjalani hidup, maka membuat pikiran 

Damai dan tentram. 

Jika ajaran ini dapat dipraktekan dengan benar, maka pintu kesuksesan dan kebahagiaan akan terbuka.

Berdamai dg keadaan dan berdamai dg hati,  hidup akan lebih bermakna. 

Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga Allah selalu memberikan petunjuknya bagi kita semua.


JANGAN KHAWATIR, PERTOLONGAN ALLAH PASTI DATANG


 Jika Anda sedang menghadapi kesulitan atau kekhawatiran, Allah menjawabnya laaa tahzan. Artinya jangan khawatir atau jangan bersedih.Innaallaha ma’ana. Sesungguhnya Allah beserta kita. Allah mengisyaratkan bersama kesulitan ada jalan atau solusi. Inna ma’al ‘usri yusro.

Saat membutuhkan pertolongan Allah, sadarilah bahwa ada cara yang perlu kita tempuh. Jangankan pada Allah, minta tolong ke manusia saja pasti ada etikanya kan? Demikian juga ketika kita menginginkan pertolongan Allah, setidaknya ada dua hal yang perlu kita lakukan:

“Mintalah pertolongan Allah dengan SABAR dan SHALAT. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya,” (QS. Al-Baqarah: 45-46).

Sudahkah kita memenuhi dua persyaratan tersebut? Karena sesungguhnya pertolongan Allah datang untuk orang-orang yang SABAR dan MELAKSANAKAN SHALAT.

Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz,

”Jadi, siapa yang menginginkan datangnya PERTOLONGAN ALLAH dan keselamatan bagi agamanya serta menginginkan kesudahan yang baik, maka hendaklah BERTAKWA kepada Allah, dan BERSABAR dalam ketaatan kepada-Nya. Juga hendaknya menjauhi larangan–larangan Allah dimana pun dia berada. Inilah SEBAB–SEBAB PERTOLONGAN ALLAH PADANYA…” 

Dan jauhi juga kemaksiatan. Karena kemaksiatan merupakan sebab tidak datangnya pertolongan Allah.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga Allah selalu memberikan petunjuknya bagi kita semua.