Sabtu, 12 November 2022

Perang Mu'tah Bag 1


 Perang Mu'tah adalah perang terbesar dan terdahsyat yg pernah terjadi di masa hidup nabi. Bahkan perang ini lebih dahsyat daripada perang Badar. Bila di Badar pasukan muslim hanya menghadapi musuh yg jumlahnya 3x lipat lebih banyak, maka di Mu'tah, pasukan Muslim harus menghadapi musuh dengan jumlah yg lebih gila lagi: hampir 70x lipat lebih banyak!

Berikut deskripsi singkat Perang Mu'tah:

Kubu: Pasukan Muslim VS pasukan BYZANTIUM/ RUM

Kepala negara: Muhammad saw VS HERACLIUS

Jumlah pasukan: Muslim 3000 VS Rum 200.000 orang.

Lokasi perang: di Mu'tah, antara Yordania-Suriah.

*Latar Belakang Perang:

Pada tahun 8H, rasulullah saw mengirim surat kepada pemimpin Bushra (daerah di bawah kekuasaan Rum). Namun di perjalanan sang utusan dihadang, dan kmdn diserahkan kepada Heraclius. Heraclius pun membunuh sang utusan. Di tahun yg sama pula, pasukan Rum membunuh 15 orang sahabat nabi di Dhat at Talh.

Ini merupakan hinaan luarbiasa besar bagi Madinah. Dalam perpolitikan dunia masa itu, membunuh seorang utusan sama artinya dengan ajakan perang. Ditambah lagi pembunuhan 15 org sahabat nabi, cukuplah alasan buat nabi untuk memberikan pembalasan pada kesombongan Heraclius. Genderang perang pun ditabuh. 3000 pasukan muslim dipersiapkan. Itu adalah jumlah pasukan terbesar sepanjang hidup nabi. Sebelumnya tdk pernah pasukan muslim terkumpul sebanyak itu, kecuali pada perang Ahzab.

*Kontroversi Sebelum Pemberangkatan.

Banyak orang arab seputar Madinah mencibir keberangkatan pasukan muslim ini. Perlu diketahui, pasukan Heraclius saat itu adalah pasukan terkuat di dunia.

Beberapa tahun sblmnya mereka sudah pula menaklukkan pasukan Persia, sebuah kerajaan superpower di timur tengah. Apalah arti pasukan muslim yang baru juga berdiri 8 tahun, dengan teknologi militer pas-pasan, dibandingkan pasukan superpower Romawi yg tiada bandingannya di dunia? Yg sdh berdiri ribuan tahun, dengan kecanggihan militer tiada banding? Itu sama saja bunuh diri. Demikian pendapat bangsa Arab.

Tapi nabi punya pendapat lain:

Kehormatan Islam harus dijaga.

Romawi harus tahu, bhw mereka tidak boleh sembarangan membunuh umat islam.

Maka Bismillah, pasukan pun diberangkatkan.

*Komandan Pasukan Islam

Nabi menetapkan Zaid bin Haritsah sbg pimpinan utama. Bila gugur, maka digantikan sepupu nabi, Ja'far bin Abu Thalib. Bila ia pun gugur, maka digantikan oleh Abdullah bin Rawahah. Demikian ketetapan nabi.

* Awal Peperangan

Pasukan muslim terkejut ketika melihat jumlah pasukan Romawi yg demikian banyaknya. Tepat seperti dugaan bangsa Arab, pasukan Romawi hampir mustahil dikalahkan. 3000 org melawan 200.000?  1 org melawan 70 orang? Mustahil. Ini sama saja pembantaian. 

Pasukan muslim sempat berencana untuk berbalik ke belakang, atau setidaknya duduk menunggu bantuan bala tentara datang. Namun Abdullah bin Rawahah menguatkan.

"Wahai sahabat, apa yg tidak kalian sukai dlm perang ini sesungguhnya sesuatu yg kita cari. Yaitu mati syahid. Kita tidak berperang karena jumlah, kekuatan, dan banyaknya personil. 

Tapi kita berperang untuk membela agama ini. Maka berangkatlah, krn di sana hanya ada 2 kebaikan: menang, atau mati syahid."

Demikianlah, akhirnya mrk secara bulat menjalankan saran Abdullah.


Bersambung

Semangat Hidup


 Kalau di masa lalu kita belajar waktu adalah uang, mulai saat ini kita  belajar... 

"waktu adalah nafas".

"waktu adalah ibadah".

Waktu adalah nafas yang setelah terlewat tidak akan bisa kembali…

Waktu adalah ibadah karena setiap detik harus bernilai ibadah. 

Apa pun aktivitasnya.

Manusia sesungguhnya hanya pengendara di atas punggung usianya. 

Digulung hari demi hari, bulan  & tahun tanpa terasa.

Nafas kita terus berjalan seiring jalannya waktu, setia menuntun kita ke pintu kematian.

Sesungguhnya dunia lah yang makin kita jauhi & liang kuburlah yang makin kita dekati.

Satu hari berlalu, berarti satu hari pula berkurang usia kita. 

Umur kita yang tersisa di hari ini sungguh tak ternilai harganya, 

Sebab esok hari belum tentu jadi bagian dari diri kita.

Karena itu, "Jgn biarkan hari ini berlalu tanpa kebaikan yang bisa kita lakukan". 

Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat untuk mati tidaklah harus tua.

Jangan terperdaya dengan badan sehat, karena syarat mati tidak pula harus sakit.

Teruslah... 

Berbuat baik

Berkata baik 

Walau tak banyak orang yang mengenali kebaikan kita, tapi kebaikan yang kita lakukan adalah kebahagiaan dimana perbuatan baik kita akan terus dikenang oleh mereka yang kelak kita tinggalkan.

Jadilah seperti akar yang tidak terlihat, tapi tetap menyokong kehidupan. 

Jadilah seperti jantung yang tidak terlihat, tapi terus berdenyut setiap saat tanpa henti. 

Hingga membuat kita terus hidup sampai batas waktunya untuk berhenti.

Jumat, 11 November 2022

LIMA KALI SEHARI, KITA DIINGATKAN UNTUK APA?


 Kita semua yang pernah belajar fiqih tentang shalat pasti mengetahui bahwa i'tidal dan duduk di antara dua sujud, disebut sebagai dua rukun pendek. Keduanya harus dilakukan dalam tempo yang pendek atau sedang. Tidak boleh terlalu lama. Apabila dua rukun tersebut sengaja dilakukan terlalu lama, maka shalat kita batal!

Hikmahnya adalah kedua rukun tersebut ada sebagai sarana beristirahat sejenak bagi orang yang shalat. Kita diberi kesempatan untuk perpanjang bacaan Al-Qur'an ketika berdiri, begitu pula berlama-lama saat rukuk dan sujud sepanjang yang kita mau. Oleh karena itu, Allah menyiapkan rukun shalat yang  pendek yang terletak di antara rukun-rukun shalat yang panjang tersebut agar kita bisa beristirahat.

Alangkah hebatnya hikmah yang Allah simpan dalam shalat tersebut. Hidup ini bagai shalat, di mana kita tak bisa terus-menerus bergerak, melainkan harus ada waktu istirahat sejenak. Hidup butuh jeda. Inilah aturan pertama.

Namun perlu diingat, bahwa rukun shalat yang pendek adalah terlarang untuk dilakukan berlama-lama. Sama seperti istirahat dalam kehidupan. Cukuplah sejenak saja. Inilah aturan kedua.

Apabila kita termasuk orang-orang yang senang bermalas-malasan, nyaman sebagai generasi rebahan, enjoy untuk bersantai dalam jangka waktu panjang, bisa dibilang kita baru mengerjakan shalat dari luarnya saja. Namun nilai-nilai yang terkandung dalam shalat belum lagi kita amalkan.

Tak heran jika Al-Qur'an mengaitkan shalat dengan rasa malas. Karena di dalam gerakan shalat ada pelajaran yang besar untuk menjauhi malas. Ingat, yang harus kita penuhi adalah beristirahat, bukan bermalas-malas. Istirahat berbeda dengan malas. Perhatikanlah sifat orang-orang yang ingkar kepada Allah dalam surat At-taubah ayat 54 ini.

وَلَا يَأْتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ

_"Dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas."_

Wahai orang-orang yang mendirikan shalat, jangan kelamaan istirahat dalam hidup. Bangunlah, bergeraklah. Lakukanlah usaha demi usaha agar kita meraih puncak cita-cita. Apakah duduk-duduk saja bisa mengantarkan kita ke puncak? Mungkin, tapi butuh waktu yang sangat lama dan resiko gagal yang sangat besar. Seperti dikatakan orang bijak,

_"Ada dua cara mencapai puncak pohon: Memanjat batangnya, atau duduk-duduk di atas benih sampai pohon itu tumbuh besar."_

Apapun profesi Anda, berlarilah sekencang-kencangnya setiap hari. Coba tengok bagaimana kehidupan alam liar di Afrika. Apabila fajar datang, rusa menyambut pagi sambil bertekad untuk berlari kencang. Karena jika ia tak melakukannya ia akan mati dimangsa.

Pada waktu yang sama, apabila fajar datang. Singa menyambut pagi sambil bertekad untuk berlari kencang. Karena jika ia tak melakukannya ia akan mati kelaparan. Tak peduli Anda adalah rusa atau singa, Anda tetap harus berlari sekencang-kencangnya hari ini!


TIADA TERLAMBAT UNTUK BELAJAR

 


“Barangsiapa menempuh jalan menuntut ilmu maka Alloh akan membuat mudah baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Saudaraku, di dalam Al Quran Alloh Swt. menjanjikan bahwa siapa saja di antara hamba-Nya yang menuntut ilmu secara ikhlas maka Alloh akan mengangkat derajatnya. Maasyaa Alloh. Oleh karena itu, janganlah kendur semangat dalam menuntut ilmu, pantang redup dalam belajar.

Karena hidup di dunia ini tiada bisa dijalani dengan selamat kecuali oleh orang yang mengerti ilmunya. Demikian juga akhirat, tidak bisa diraih dengan kemenangan kecuali oleh orang yang memahami ilmunya. Manusia bisa selamat dan bahagia di dunia dan akhirat adalah dengan ilmunya. Demikian yang Rosululloh Saw. wasiatkan kepada kita.

Oleh karena itu, meski sekolah itu ada tingkatannya, demikian juga dengan pendidikan tinggi pun ada stratanya, akantetapi itu bukan berarti kegiatan belajar kita dibatasi oleh waktu. Sungguh, tiada batasan usia untuk kita menuntut ilmu. Jangan pernah minder dalam belajar hanya karena usia kita sudah lebih tua daripada umumnya, karena yang sebenarnya rugi adalah orang yang tidak mau belajar.

Imam Asy Syafii ra. pernah mengatakan, “Orang yang tidak mau merasakan beratnya belajar walau sebentar, maka ia harus menahan pedihnya kebodohan.”

Sepanjang hayat dikandung badan, marilah senantiasa semangat menghadiri majlis ilmu. Karena Rosululloh Saw. bersabda, 

“Barangsiapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, berarti dia berada di jalan Alloh hingga pulang.” (HR. Tirmidzi)

Semoga Alloh Swt. senantiasa memberi kita petunjuk sehingga kita semakin antusias dalam memperkaya diri dengan ilmu. Semakin banyak ilmu, niscaya kita akan semakin ringan menjalani hidup ini. Insyaa Alloh.


KITA SELAMAT, MEREKA JUGA IKUT SELAMAT


 Ibrahim An-Nakha'i adalah salah seorang sahabat yang hidup dimasa Thabi'in, antara tahun 670—710 M. Beliau seorang yang faqih, dari kota Kufah. Beliau juga termasuk murid dari Alqama ibnu Qays yang juga merupakan murid dari Ibnu Mas'ud ra., seorang sahabat Rasulullah. Pernah bertemu dengan keluarga dan sahabat nabi, termasuk diantaranya Anas bin Malik ra. dan Aisyah ra. binti Abu bakar.

Adapun Ibrahim An-Nakha'i sangatlah faqih dalam bidang teologi, ahli hukum dan senang mempelajari tentang ajaran—ajaran Islam (wikipedia dot org).

Diceritakan bahwasanya Imam Ibrahim An-Nakha’i ra. adalah seorang yang bermata juling, dan muridnya, Sulaiman ibn Mihron adalah seorang yang penglihatannya juga lemah.

Ibn Al-Jauizy dalam kitabnya Al-Munthadham meriwayatkan dari mereka berdua:

Suatu hari keduanya sedang melewati salah satu jalan di kota Kufah, Iraq, menuju ke Masjid Jami’. Tatkala mereka berdua sedang berjalan, Imam Ibrahim memanggil muridnya dan berkata: “Wahai Sulaiman, aku mengambil jalan ini, dan engkau ambillah jalan yang lain." 

"Sesungguhnya aku khawatir kalau kita berdua melewati orang-orang, mereka akan mengatakan: Orang juling kok menuntun orang yang lemah penglihatannya, sehingga mereka jatuh pada perbuatan dosa gara-gara meng-ghibahi (ngomongin) kita."

Maka muridnya menjawab: “Wahai Imam, biarkan saja mereka meng-ghibahi kita, toh mereka akan mendapat dosa dan sebaliknya kita akan mendapat pahala.”

Ibrahim An-Nakha’i langsung menjawab: "Subhanallah! Lebih baik kita selamat dan mereka juga selamat dari pada mereka mendapat dosa dan kita mendapat pahala."

Itulah sekelumit kisah dari Ibrahim An-Nakha'i yang bisa kita ambil hikmahnya. Hal ini sering kita temui dalam hidup keseharian. Tanpa disadari, kadangkala tindakan kita bisa "membuka" peluang bagi orang lain untuk ber-ghibah (membicarakan) kekurangan diri kita. 

Meskipun dosanya akan kembali buat orang lain, namun bagaimana sebaiknya kita tetap berhati-hati dalam tindakan dan menjauhi sikap egois agar orang lain juga ikut selamat, bersama-sama mendapatkan pahala.

Mungkin akan terasa berat, namun itulah sikap teladan sesungguhnya..…

Hikmah:

1. Jiwa yang sangat mulia, begitu bersih dan peduli pada orang lain. 

2. Jiwa yang tidak menghendaki keselamatan hanya untuk dirinya sendiri.

3. Berharap dirinya selamat dan orang lain juga ikut selamat bersamanya.


Semoga bermanfaat  

Kamis, 10 November 2022

KISAH BUDAK HITAM KEKASIH ALLAH Part 2

 


Setelah berjalan beberapa saat maka budak itu bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!”

Saya jawab, “Labbaik.”

Dia berkata, “Jangan katakan kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak yang lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada tuannya.”

Saya katakan, “Apa keperluanmu wahai orang yang kucintai?”

Dia menjawab, “Saya orang yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi pelayan. Anda bisa mencari budak yang lain yang bisa melayani keperluan Anda. Bukankah telah ditunjukkan budak yang lebih kekar dibandingkan saya kepada Anda.”

Saya jawab, “Allah tidak akan melihatku menjadikanmu sebagai pelayan, tetapi saya akan membelikan rumah dan mencarikan istri untukmu dan justru saya sendiri yang akan menjadi pelayanmu.”

Dia pun menangis hingga saya pun bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?”

Dia menjawab, “Anda tidak akan melakukan semua ini kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa Anda memilih saya dan bukan budak-budak yang lain ?!”

Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal ini.”

Dia pun berkata, “Saya meminta dengan nama Allah agar Anda memberitahukan kepada saya.”

Maka saya jawab, “Semua ini saya lakukan karena engkau orang yang terkabul doanya.”

Dia berkata kepada saya, “Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda adalah orang yang saleh. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan yang Dia tidak akan menyingkapkan keadaan mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka kecuali kepada hamba yang Dia ridhai.”

Kemudian dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya sebentar, karena masih ada beberapa rakaat shalat yang belum saya selesaikan tadi malam?”

Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah dekat.”

Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya sukai, lagi pula urusan Allah Azza wa Jalla tidak boleh ditunda-tunda.” Maka dia pun masuk ke masjid melalui pintu halaman depan. Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa yang dia inginkan. 

Setelah itu dia menoleh kepada saya seraya berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, apakah Anda memiliki keperluan?”

Saya jawab, “Kenapa engkau bertanya demikian?”

Dia menjawab, “Karena saya ingin pergi jauh.”

Saya bertanya, “Ke mana?”

Dia menjawab, “Ke Akhirat.”

Maka saya katakan, “Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya merasa senang dengan keberadaanmu!”

Dia menjawab, “Hanyalah kehidupan ini akan terasa indah, ketika hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak diketahui oleh seorang pun. Adapun Anda telah mengetahuinya, maka orang lain akan ikut mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan tadi.”

Kemudian dia tersungkur sujud seraya berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!”

Maka saya pun mendekatinya, ternyata dia sudah meninggal dunia.

Maka demi Allah, tidaklah saya mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan yang mendalam dan dunia ini tidak ada artinya lagi bagi saya.”

Itulah kisah tentang budak hitam yg ternyata doanya makbul dan tidak ingin ibadahnya kepada Allah diketahui oleh seorangpun juga.

(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul Jauzy rahimahullah, 8/223-225)

KISAH BUDAK HITAM KEKASIH ALLAH Part 1

 


Ibnul Mubarak (TABI'UT TABI'IN) -rahimahullah- menceritakan kisahnya: “Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di Masjid Al-Haram. 

Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di pundaknya.

Dia mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya mendengarnya berdoa, “Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba-hamba-Mu menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai hukuman terhadap hamba-hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu Wahai Yang Pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, Wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.”

Dia terus mengatakan: “Berilah mereka hujan sekarang.”

Hingga langit pun penuh dengan awan dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. 

Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui di mana tempat tinggalnya.

Lalu saya pergi menemui Fudhail bin Iyyadh (TABI'UT TABI'IN) -rahimahullah-. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat dirimu nampak sangat sedih?”

Saya jawab, “Orang lain telah mendahului kita menuju Allah, maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita tidak.”

Dia bertanya, “Apa maksudnya?”

Maka saya pun menceritakan kejadian yang baru saja saya saksikan.

Mendengar cerita saya, Fudhail bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu menahan rasa haru.

Lalu dia pun berkata: “Celaka engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya menemuinya!”

Saya jawab, “Waktu tidak cukup lagi, biarlah saya sendiri yang akan mencari berita tentangnya.”

Maka keesokan harinya setelah shalat Shubuh saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya lihat kemarin. Ternyata di depan pintu rumahnya sudah ada orang tua yang duduk di atas sebuah alas yang digelar.

Ketika dia melihat saya maka dia pun langsung mengenali saya dan mengatakan:“Marhaban (selamat datang ) wahai Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?”

Saya jawab, “Saya membutuhkan seorang budak hitam.”

Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa budak, silahkan pilih mana yang Anda inginkan dari mereka?”

Lalu dia pun berteriak memanggil budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak yang kekar.

Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang bagus, saya ridha untuk Anda.”

Saya jawab, “Ini bukan yang saya butuhkan.”

Maka dia memperlihatkan budaknya satu persatu kepada saya hingga keluarlah budak yang saya lihat kemarin.

Ketika saya melihatnya maka saya pun tidak kuasa menahan air mata.

Tuannya bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda inginkan?”

Saya jawab, “Ya.”

Tuannya berkata lagi, “Dia tidak mungkin dijual.”

Saya tanya, “Memangnya kenapa?”

Dia menjawab, “Saya mencari berkah dengan keberadaannya di rumah ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi beban bagi saya.”

Saya tanyakan, “Lalu dari mana dia makan?”

Dia menjawab, “Dia mendapatkan setengah daniq (satu daniq=sepernam dirham –pent) atau kurang atau lebih dengan berjualan tali, itulah kebutuhan makan sehari-harinya.

Kalau dia sedang tidak berjualan, maka pada hari itu dia gulung talinya. Budak-budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit. Dia pun tidak suka berbaur dengan budak-budak yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku pun telah mencintainya.”

Maka saya katakan kepada tuannya tersebut, “Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury dan Fudhail bin Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan saya.”

Maka dia menjawab, “Kedatangan Anda kepada saya merupakan perkara yang besar, kalau begitu ambillah sesuai keinginan Anda!”

Maka saya pun membelinya dan saya membawanya menuju ke rumah Fudhail bin Iyyadh.


Bersambung