Wuih, negeri ini emang
selalu dibikin heboh
dengan urusan KorupsiKolusi-Nepotisme
(KKN).
Baru saja kita mendengar
bahwa pemerintah
nggak bisa lagi
mengusut korupsi dana
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang
dilakukan sejumlah konglomerat. Sebabnya
mereka mendapatkan “pengampunan”
pemerintah dimasa Presiden Megawati yang
membuat Surat Keterangan Lunas yang berisi
release and discharge. Maka para obligor
(penerima kucuran uang pemerintah )
dipastikan bakal melenggang bebas, dan uang
negara yang sebesar 138,4 triliun rupiah itu
pun bakal tak bisa diselamatkan lagi.
Nah, belum kelar urusan dengan para
penunggak dana BLBI, eh ketua tim jaksa
pemeriksa kasus BLBI ikutan ditangkap. Beliau
ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) karena diduga menerima suap sebesar
Rp 6,1 miliar dari para koruptor BLBI. Ngakunya
sih, uang itu hasil jual-beli permata.
Maka, pantas saja bila Jaksa Agung
Hendarman Supandji marah, “Nama institusi
rusak”. Bukan sekali ini doang aparat penegak
hukum ditangkap karena terlibat kasus suap
atau korupsi. Sebelumnya, anggota Komisi
Yudisial, Irawadi Joenoes, ditangkap karena menerima suap. Uang haram sebesar 30 ribu
US$ disimpan di kantong celana belakang, dan
600 juta rupiah disimpan dekat WC.
Bahkan, KPK juga tengah menyelidiki dua
lembaga negara yang katanya sama-sama
terhormat ; Bank Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Ada temuan sejumlah
pejabat tinggi BI menggelontorkan uang suap
100 miliar rupiah ke Komisi IX DPR RI periode
sebelumnya.
Wah, wah, wah, apa yang terjadi belakangan
di negeri ini kayaknya menguatkan
anggapan banyak orang kalau Indonesia itu
sarang koruptor. Banyak hasil survey yang
menunjukkan kalo Indonesia selalu “berprestasi”
dalam soal korupsi. Misalnya, tahun
2007, Indonesia menduduki peringkat ke-2
dalam jajaran negara terkorup di Asia, dan
peringkat ke-133 dari 162 negara terkorup
versi Transparency International.
Di era reformasi ini, KKN justru makin
menggila. Ambil contoh, di jaman pemerintahan
Megawati, yang katanya rajin membela wong
cilik, korupsi mencapai Rp 166,5 triliun. Pada
w aktu itu , Badan Pemeriks a K euangan
menemukan 22 kasus yang berindikasi KKN
(korupsi, kolusi dan nepotisme) dengan nilai
nominal Rp166,5 triliun dan US$ 62,7 juta
selama kurun 1999-2003. Artinya, setiap
tahun uang negara yang dikorupsi mencapai
Rp 321, 98 triliun.
Edunnya lagi , di jaman reformasi ini
terjadi yang namanya pemerataan korupsi.
Kalo kita rajin nyimak beragam berita soal
korupsi, makin banyak aja pejabat pemerintah
daerah yang terlibat KKN . Ada gubernur,
bupati, walikota, sampai kepala desa. Malah
tentara juga terlibat korupsi, seperti yang
dilakukan sejumlah oknum TNI yang menyikat
jatah tabung an anggotanya di ASABRI .
Sejumlah jenderal juga terlibat korupsi pada
pembelian dua unit helikopter Bell-412 dan satu
unit pesawat Cassa 212-200 untuk kebutuhan
militer TNI dari PT Dirgantara Indonesia (DI)
yang merugikan negara sekitar Rp 51 miliar.
Yang bikin kita tambah gem es , ada
kecenderungan korupsi dilakukan berjamaah!
Yup ini, terlihat dari penangkapan sejumlah
ketua DPRD I atau II bes erta anggotaanggotanya
akibat melakukan korupsi. Seperti
di Kampar, 7 anggota DPRD dijebloskan ke
dalam penjara karena korupsi dana bantuan Rp
210 juta.
Sudah begitu, apa saja kini bisa dikorupsi.
Bikin SIM, STNK sampai KTP sarat KKN. Malah
sejumlah aparat desa tega mengorupsi jatah
beras miskin (raskin) warga kampungnya.
Beras itu dijual oleh mereka atau dibagi-bagikan
hanya untuk kerabatnya. Ampun, jatah orang
miskin masih disikat juga. Sungguh terlalu!
Musuh remaja!
siapa aja kudu kesel en marah
mendengar dan mengetahui adanya korupsi.
Termasuk kita-kita yang masih remaja. Korupsi itu musuh remaja, tauk! Jangan ngerasa bahwa
remaja nggak dirugikan dengan yang namanya
korupsi. Sadar atau nggak, korupsi jelas
merugikan remaja.
Begini deh, dari ratusan triliun uang BLBI
yang dirampok para konglomerat, seharusnya
bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki sekolah
yang rusak, menaikkan gaji guru, membayar
biaya sekolah agar gratis uang pangkal+SPP,
membangun desa-desa tertinggal, dsb. Banyak
banget hal yang bisa dilakukan dengan triliunan
uang yang dikorupsi.
Korupsi juga membunuh rakyat. Ratusan
triliun rupiah yang diembat para koruptor itu
kan bermanfaat untuk biaya pengobatan gratis
bagi rakyat miskin, membantu kebutuhan
sandang dan pangan, atau membuka lapangan
kerja. Tapi karena uang itu hanya dinikmati
segelintir orang – dengan cara terkutuk – maka
banyak rakyat Indonesia yang mati karenanya.
Mau berobat susah, mau bekerja susah, bahkan
mau makan juga susah.
Para koruptor itu jelas musuh bersama.
Mereka manusia berhati serigala. Mereka bisa
makan enak, tidur nyenyak, punya kendaraan
keren, dan anak-anaknya pun sehat-sehat dan
bisa bersekolah di tempat-tempat elit di
mancanegara. Sementara jutaan anak dan
remaja Indonesia putus sekolah, bekerja di
pabrik-pabrik, jadi pengamen di jalanan juga
menjadi pengemis, dan tinggal di emper-emper
toko atau kolong jembatan. Sebagian dari
mereka juga ada yang menderita busung lapar,
bahkan mati karena kelaparan.
Sanksinya ringan banget!
Tapi kenapa kok korupsi seperti kagak ada
matinya di negara ini?
Yang pertama karena
emang pelakunya menikmati banget tuh uang
hasil korupsi. Dengan miliaran bahkan triliuan
rupiah, apa aja bisa mereka beli . Rumah
mewah, sedan mewah macam Mercedez Benz
seri 3 yang teranyar, motor gede keren,
sampai bisa nyekolahin anak ke kampuskampus
keren di luar negeri.
Artinya, pelaku korupsi emang udah nggak
mikir lagi soal kesengsaraan banyak orang,
apalagi soal dosanya yang bejibun. Pelaku
korupsi adalah mereka yang bermuka tembok,
kulit badak, dan hatinya udah mati. Padahal
korupsi jelas perbuatan dosa. Nabi saw.
Bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari
barang haram m aka neraka lebih layak
mendapatkannya.”
Yang kedua, korupsi makin marak di tanah
air karena sering dilakukan berjamaah alias
bareng-bareng. Melibatkan atasan sampai
bawahan. Malah sering melibatkan dari pusat
sampai ke daerah. Karena itu, pelaku korupsi
merasa aman. Lha wong barengan en ada
bekingnya.
Ketiga, di Indonesia, pelaku korupsi sering
dilindungi oleh atasannya, temen-temennya,
tempatnya bekerja dan partainya. Bandingkan
dengan di Korea Selatan misalnya, yang mantan
presiden aja bisa diseret ke pengadilan. Pada
19 Mei 2002 polisi menangkap putra ketiga
Presiden, Kim Hong-gul (39). Hong-gul menjadi
tersangka kasus korupsi senilai 1,52 miliar won
(sekitar Rp11 miliar). Ia langsung ditahan di
sebuah sel kecil di penjara Seoul. Sementara
itu putera keduanya, Kim Hong-up, juga menjadi
tersangka kasus KKN yang lain.
Keempat, yang bikin KKN makin edun
adalah karena sanksinya kelewat ringan. Belum
ada kan di tanah air koruptor yang dihukum
mati? Bandingkan di RRC, banyak koruptor yang
dieksekusi . Pemerintah Cina setiap hari
mengeksekusi 28 orang pelaku kejahatan.
Termasuk di dalamnya adalah para koruptor.
Pada tahun 2000 lalu sederet pejabat penting
sebuah kota secara bersamaan juga dihukum
penjara, yaitu walikota, komandan kepolisian,
kepala bea cukai, kepala pelabuhan, dll. Bahkan
salah seorang di antaranya adalah ketua tim
pem berantasan korupsi yang dibentuk
pemerintah. Di antara mereka ada yang dihukum
mati (suaramerdeka.com, 23/04/2001).
Berantas dengan Islam.
Pantas aja kalo Islam memusuhi abis
korupsi-kolusi-nepotisme. Rasulullah saw.
pernah murka pada seorang petugas zakat
suku Azad yang menerima hadiah. Beliau saw.
naik ke atas mimbar dan berkhutbah, “ Demi
Zat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya
tidaklah aku menugaskan seseorang atas suatu
pekerjaan yang dipercayakan Allah kepadaku,
kemudian ia berlaku curang, maka pada Hari
Kiamat ia akan datang dengan memikul unta
yang mulutnya tak henti-hentinya meneteskan
busa, atau sapi yang terus-terusan mengauk
atau kambing yang tak berhenti mengeluarkan
kotoran.”
Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah
menyita unta milik putranya sendiri, Abdullah
bin Umar ra. , setel ah tahu unta itu
digembalakan di padang gembalaan yang
merupakan fasilitas umum. Hasil penjualannya
kemudian dibagi dua; separuh untuk putranya,
separuh untuk baytul mal.
Beliau juga selalu melakukan audit
terhadap harta orang-orang yang ia angkat
sebagai pejabat; sebelum dan sesudah menjadi
pejabat. Jika ia melihat kelebihan, maka ia tidak
segan-segan menyitanya dan disimpan di baytul
mal. Umar bin Khaththab juga melakukannya
terhadap Abu Hurairah yang hartanya berlipat
setelah jadi gubernur. Ia memanggilnya ke
Madinah dan mengambil sebagian harta
miliknya untuk disimpan di baytul mal.
Eh, kalo sekarang malah banyak orang
yang kekayaannya berlipat-lipat setelah jadi
pejabat. Malah ada orang yang dinobatkan
sebagai orang terkaya di Indonesia justru
setelah menjadi pejabat tinggi negara.
Dalam Islam, KKN jelas-jelas dilarang.
Nabi saw. melarang penerimaan selain gaji lho!,
sabda beliau: “Siapa yang kami pekerjakan atas
suatu pekerjaan, kemudian kami berikan upah,
maka yang ia ambil selain itu adalah
kecurangan.” (HR Abu Daud).
Selain itu, jika ada pejabat ketauan KKN,
maka negara bakal menyita harta mereka dan
mengumumkan nama-nama para pelakunya
(tasyhir). Juga ada sejumlah sanksi lain yang
akan diberikan pada mereka. Menurut Syaikh
Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nidzam Al
‘Uqubat pelaku korupsi diberi sanksi jilid dan
penjara hingga 5 tahun.
Tapi bagaimana pun juga mencegah lebih
baik daripada mengobati . Makanya Islam menyeleksi pejabat yang benar-benar takwa,
bukan karena nepotisme atau kenalan. Selain
itu juga mereka digaji yang layak agar nggak
gampang tergoda melakukan korupsi. Di masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz para pegawai
kekhilafahan digaji sebesar 300 dinar (setara
dengan 1,275 kg emas) setiap bulannya.
Kebijakan ini diambil untuk mencegah terjadinya
pengkhianatan para pejabat atas harta negara.
Guyz, pokoke nggak ada sikap untuk
korupsi kecuali satu; lawan. Udah jelas korupsi
itu bikin sengsara masyarakat, juga remaja.
Kita kudu tunjukkan sikap anti-korupsi dan KKN
lainnya. Salah satu caranya adalah bersikap
amanah, jujur dan bertanggung jawab. Kalo kita
dipercaya orang untuk megang uang kelas, uang
OSIS, uang DKM, maka itu uang kudu dijaga
dan nggak boleh dipakai untuk keperluan pribadi.
Itu namanya korupsi kecil-kecilan. Jangan
sampai teriak anti-korupsi tapi karena belum
kebagian. Katanya, banyak orang yang antikorupsi
karena emang nggak bisa korupsi, bukan karena beneran benci ama korupsi.
Masalahnya, memerangi korupsi nggak
bakal tuntas kalau tidak dengan landasan imantakwa
dan penegakkan syari’at Islam. Terbukti
di jaman Nabi saw. KKN bisa dikurangi sekecilkecilnya.
Lha, kalo sekarang korupsi jadi budaya
dan gaya hidup. So, kalo masih terus pake
sistem demokrasi dan kapitalisme kayak
sekarang, terbukti korupsi nggak ada matinye.
Sebabnya apa? Ya, karena dilestarikan dan
‘dibudidayakan’. Celaka!