Jumat, 03 Juni 2022

KISAH KAUM NABI LUTH 'ALAIHISSALAM


Diutusnya Nabi Luth kepada kaum sadum

Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.

Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.

Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,

“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia, Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)

Pembangkangan yang nyata

Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar,“Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)

Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.

Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, AllahSubhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)

Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.

Kaum Yang Melampaui Batas

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.

Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.

Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.

Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.

Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)

Kesudahan Yang Buruk Bagi Kedurhakaan ,  Dan Kesudahan yang baik bagi mereka yang sabar dalam ketaatan..

Nabi Luth mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)

Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab dari Allah kepada kaumnya yang fasik itu.

Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya (kecuali istrinya yang kafir) pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.

Di malam hari, Nabi Luth  ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.

Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, lalu Allah balikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.

Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.”(Terj. Adz Dzaariyat: 37)

Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS. Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58, QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138,  QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.


Jahannam Setelah 300 KM...


 Aku mengenal seorang pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang Ialai dari mengingat Allah. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk sepanjang masa mudanya. 

Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri: 

"Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk shalat atau yang Iain."

"Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya "Dammam, 300 KM", maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan "Jahannam, 300 KM". 

Merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal itu, akan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.

Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi. Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan Iain,

mereka berkata "Dammam, 200 KM", kukatakan "Jahannam, 200 KM". Merekapun menertawakan aku, dan menyebutku gila. 

Kukatakan: "Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sesungguhnya aku melihatnya bertuliskan"Jahannam, 200 KM"." 

Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata: "Diamlah, kamu membuat kami takut." Akupun diam, dalam keadaan susah, yang diliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.

Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penujuk jalan yang ketiga. 

Mereka berkata: "Tinggal sedikit lagi " Dammam, 100 KM"." 

Kukatakan: "Demi Allah yang Maha Agung, aku melihatnya "Jahannam, 100 KM"." 

Mereka berkata: "Tinggalkanlah kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita."

Kukatakan: "Turunkan aku, aku ingin kembali,"

Mereka berkata: "Apakah engkau sudah gila?"

Kukatakan: "Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian." 

Maka merekapun menurunkanku, akupun pergi ke arah Iain dari jalan tersebut. Akupun tinggal di jalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih, dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat.

Maka kukatakan kepadanya: "Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?"

Maka dia menjawab: "Sesungguhnya aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang Ialu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya selama kehidupanku." 

Kutanyakan kepadanya:

"Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?"

Dia menjawab: "Mereka adalah sekumpulan anak- anak muda, tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat." Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. 

Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.

Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan Dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. Akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka."

Syaikh Abu Khalid al-.ladawi berkata:

"Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubat nashuha." 

Maka kukatakan: "Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? 

Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? 

Dan tahukah engkau, bahwa kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melain

kan engkaulah yang menjadi sebab pertaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan."

Na'udzu billah.

Ya Allah, jangan jadikan kami sebagai pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan dari apa saja yang terjadi di sekitar kami. Allahumma Amin."

Semoga dapat menjadi pelajaran agar kita dapat berubah tidak menunggu besok atau hari tua karena kematian selalu ada di dekat kita.


Wallahu a'lam

Dialog Ibnu Abbas Dengan Kaum Khowarij

 


Abdullah bin ‘Abbas radhiallahuanhu bercerita:

Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada Ali bin Abi Thalib ‘Wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum Khawarij’.

Ali berkata: “Aku mengkhawatirkan keselamatanmu.”

Aku berkata: “Tidak perlu khawatir.”

Aku lalu memakai pakaian (yang layak) dan menyisir rambut. Aku sampai di daerah mereka pada pertengahan hari, ketika itu mereka sedang makan. 

Mereka berkata: “marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu datang ke sini?”. 

Aku berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar dan mewakili sepupu Nabi sekaligus menantunya (maksudnya Ali bin Abi Thalib). Di tengah-tengah mereka Al Qur’an diturunkan, mereka lebih memahami makna Al Qur’an daripada kalian, dan tidak ada seorang pun dari kalian termasuk mereka (sahabat Nabi). Akan aku sampaikan perkataan mereka kepada kalian dan perkataan kalian kepada mereka”. 

Lalu sebagian mereka mendekat kepadaku...

Aku berkata: “Sampaikan kepadaku, apa alasan kalian memerangi para sahabat Rasulullah dan anak dari pamannya?”. 

“Karena 3 hal”. 

“Apa saja?”. 

“Pertama: ia telah menjadikan orang sebagai hakim dalam urusan Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40). Betapa beraninya seseorang menetapkan hukum!.” 

Aku berkata: “Ini yang pertama, lalu yang kedua?”. 

“Yang kedua: Ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ganimah. Padahal jika memang ia memerangi orang kafir maka halal tawanannya. Namun jika yang diperangi adalah orang mukmin maka tidak halal tawanannya dan tidak boleh diperangi”. 

Aku berkata: “Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”. 

Yang ketiga mereka menyampaikan perkataan yang intinya bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya kalau begitu (menurut mereka) ia adalah Amirul Kafirin. 

Aku lalu berkata: “Apakah kalian memiliki alasan lain?”. 

Mereka menjawab: “Itu sudah cukup”.
Aku (Ibnu Abbas) berkata: “Bagaimana jika aku bacakan Al-Quran dan sunnah Nabi yang membantah pendapat kalian? Apakah kalian akan rujuk (bertaubat)?”. 

Mereka berkata: “Ya”. 

“Adapun perkataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib telah menjadikan orang sebagai hakim dalam urusan Allah, aku akan membacakan Ayat dari Al-Quran yang menunjukkan kepada kalian bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam seperdelapan dari seperempat dirham. 

Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan untuk berhukum kepada manusia dalam hal ini. tidakkah kalian membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala (yang artinya): ‘Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu‘ (QS. Al Maidah: 95)”

Ini termasuk hukum yang Allah serahkan putusannya kepada manusia. Andaikan Allah mau, tentu Allah bisa saja memutuskan hukumnya. Namun Allah membolehkan berhukum kepada manusia dalam hal ini. Demi Allah aku bertanya kepada kalian, apakah putusan hukum seseorang dalam rangka mendamaikan pertikaian dan dalam menjaga darah kaum muslimin lebih baik ataukah dalam masalah daging hewan? 

Mereka menjawab: “Iya, tentu dalam perkara (pertikaian) itu lebih baik”. 
“Begitu juga dalam masalah pertikaian suami istri, Allah berfirman: “Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (penengah yang memberi putusan) dari keluarga laki-laki dan seorang penengah dari keluarga wanita” (QS. An Nisaa: 35). 

Demi Allah aku katakan kepada kalian hukum seseorang dalam melerai pertikaian dan menjaga darah kaum muslimin sungguh lebih baik daripada mendamaikan dua orang suami istri. 

Apakah alasan (pertama) ini sudah aku bantah?”

“Ya” kata mereka.
“Adapun  perkataan kalian bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak pula mengambil ganimah, aku bertanya kepada kalian, apakah kalian akan menawan ibu kalian ‘Aisyah? Apakah ia halal bagi kalian sebagaimana tawanan lain halal? 

Jika kalian katakan bahwa ia halal bagi kalian sebagaimana halalnya tawanan yang lain maka kalian telah kafir. Dan jika kalian katakan bahwa ia bukan Ibu kalian maka kalian pun telah kafir. 

Allah berfirman: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan isteri-isterinya merupakan ibu mereka (kaum mukminin)” (QS. Al Ahdzab: 6). 

Maka kalian berada di antara dua kesesatan, coba kalian cari jalan keluar darinya!

Apakah aku sudah membantah alasan kalian ini?”. 

Mereka menjawab: “Ya”.
“Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus gelar Amirul Mu’minin darinya, maka aku akan sampaikan sesuatu yang kalian ridai. Bukankah Nabi shalallahu‘alaihi wasallam pada saat perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Musyrikin, Rasulullah berkata kepada Ali, “tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”. 

Lalu kaum musyrikin berkata, “Tidak! andai kami percaya bahwa engkau Rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu”. 

Maka Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau begitu hapuslah tulisan “Rasulullah” itu wahai Ali, Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Hapus saja, wahai Ali. Dan tulislah, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”. 

Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentu lebih utama dari pada Ali. Namun beliau sendiri pernah menghapus gelar “Rasulullah”. Namun penghapus gelar tersebut tidak serta merta menghapus kenabian beliau. Apakah alasan kalian ini sudah terjawab?”. 

Mereka berkata: “Ya”.

Ibnu Abbas berkata:

“Maka 2000 orang di antara mereka bertaubat dan sisanya tetap memberontak. Mereka akhirnya terbunuh dalam kesesatan mereka oleh (para sahabat dari) kaum Muhajirin dan Anshar”.

Selesai.

#Faedah dari kisah dialog Ibnu Abbas dengan Khowarij

1. Pentingnya pemahaman yang benar dalam beragama sebelum menyalahkan orang.

2. Hendaknya kita berhati-hati dalam menafsirkan ayat atau hadist agar tidak keluar dari maksud dan makna yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya.

3. Pentingnya berilmu sebelum berkata dan berbuat.

4. Kita harus meletakkan sesuatu pada tempatnya.

5. Kesesatan terjadi karena kebodohan.

6. Agama tidak seperti hitungan matematika.

7. Perpecahan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin merupakan ujian bagi kita. Kita harus berusaha untuk menyikapinya dengan hikmah dan ilmu.


Kisah Di Sebuah Parit


 

[Di dalam kitab sahihnya, Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Suhaib radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:]

Dahulu ada seorang raja, dari orang-orang sebelum kalian. Dia memiliki seorang tukang sihir. Tatkala tukang sihir itu sudah tua, berkatalah ia kepada rajanya: “Sesungguhnya aku telah tua. Utuslah kepadaku seorang anak yang akan aku ajari sihir.” 

Maka sang raja pun mengutus seorang anak untuk diajari sihir. Setiap kali anak tersebut datang menemui tukang sihir, di tengah perjalanan ia selalu melewati seorang rahib, ia pun duduk mendengarkan pembicaraan rahib tersebut, sehingga ia kagum kepadanya. Maka setiap kali ia datang ke tukang sihir, ia selalu duduk dan mendengarkan petuah rahib itu, kemudian baru ia datang ke tukang sihir sehingga tukang sihir itu memukulnya (karena ia datang terlambat, red.). 

Ia mengadukan hal itu kepada rahib tadi, sang rahib pun berpesan: “Kalau engkau takut kepada tukang sihir, katakanlah bahwa keluargamu telah menghalangimu (sehingga engkau terlambat), dan bila engkau takut kepada keluargamu, katakan juga bahwa tukang sihir itu telah mencegahmu. 

Maka tatkala berlangsung demikian, tiba-tiba ada seekor binatang buas mengonggok di tengah jalan sehingga menghalangi lalu-lalangnya manusia. Menghadapi peristiwa ini maka ia pun bergumam: “Pada hari ini akan aku buktikan apakah tukang sihir itu lebih utama daripada rahib, ataukah sebaliknya.”

Ia pun mengambil sebuah batu kemudian mengatakan: “Ya Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir, maka bunuhlah binatang buas itu.” Kemudian ia lemparkan batu tersebut, sehingga matilah binatang buas tadi dan manusia pun bisa lewat kembali. 

Sesudah itu datang lah ia kepada rahib dan mengabarkan kejadian yang baru saja ia alami, kemudian sang rahib mengatakan:

“Wahai anakku, hari ini engkau lebih baik daripada aku, dan engkau telah sampai pada perkara yang aku sangka. (ketahuilah) sesungguhnya engkau akan diuji, dan bila engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan tentang diriku.”

Dan kini ia dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit kusta, serta dapat mengobati manusia dari berbagai macam penyakit.

Hal ini terdengar oleh seorang teman duduk raja, sedangkan dia adalah seorang yang buta, kemudian ia membawa harta yang banyak seraya mengatakan: “Aku akan berikan harta ini kepadamu bila engkau bersedia menyembuhkan penyakitku.” 

Maka sang anak menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah bisa menyembuhkan siapapun, yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau engkau beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya untuk kesembuhanmu.” 

Maka ia pun beriman kepada Allah dan Allah pun menyembuhkan penyakitnya. 

Kemudian datanglah dia menemui sang raja dan duduk sebagaimana biasanya, sang raja pun heran seraya mengatakan: “Siapakah yang telah mengembalikan pandanganmu?” 

maka ia menjawab: “Rabb-ku.”  

Sang raja melanjutkan: “Apakah engkau memiliki Rabb selain aku???”

Jawabnya, “Ya, Dia adalah Rabb-ku dan Rabb-mu juga.” 

Maka sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada anak tersebut. 

Didatangkanlah si anak itu, kemudian sang raja berujar: “Wahai anakku, sekarang engkau telah memiliki kepandaian sihir, sehingga bisa menyembuhkan orang yang buta dan juga bisa menyembuhkan penyakit kusta dan lain sebagainya.” 

Sang anak balik menjawab, “Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan siapapun, dan hanya Allah-lah yang bisa menyembuhkan.”

Akhirnya sang raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada rahib. 

Maka didatangkanlah si rahib, kemudian dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun enggan. 

Maka sang raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, dan dibelahlah tubuhnya sampai terbelah menjadi dua bagian. 

Kemudian didatangkan pula teman duduk sang raja tersebut, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Demikian pula, ia pun enggan, kemudian ditaruh gergaji itu di atas kepalanya, lantas dibelahlah tubuhnya hingga terbelah.

Selanjutnya didatangkanlah sang anak, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun menolak. Kemudian ia dilemparkan kepada sekelompok prajurit raja, dan dikatakan: “Pergilah kalian ke gunung ini dan gunung ini, mendakilah sampai di puncak gunung, apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkan dia, kalau tidak, maka lemparkan ia ke dasar jurang.”

Maka mereka pun pergi, kemudian naik, dan tatkala berada di atas gunung sang anak berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Tiba-tiba bergetarlah gunung tersebut dan semua prajurit raja jatuh ke bawah jurang, kemudian kembalilah sang anak menemui sang raja.

Ia (raja) heran dan mengatakan: ‘Apa yang terjadi pada para sahabatmu (para prajurit)?” 

Sang anak menjawab: “Sesungguhnya Allah telah menjagaku dari makar mereka.” 

Maka kembali sang raja melemparkannya ke sekelompok prajuritnya yang lain, kali ini perintah sang raja: “Pergilah kalian dan bawalah anak ini ke sebuah perahu, apabila kalain telah berada di  tengah laut, apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkanlah ia, kalau ia tetap enggan, lemparkanlah ia ke tengah lautan!”

Maka mereka pun pergi, setelah sampai di tengah laut, sang anak pun berdoa: “Ya Allah! Jagalah aku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Maka perahu itu pun terbalik, namun Allah tetap menyelematkan anak itu dan tenggelamlah seluruh prajurit raja. Kembalilah sang anak datang menemui sang raja.

Raja pun terkejut seraya mengatakan: “Apa yang terjadi pada para sahabatmu (prajurit raja)?” 

Sang anak menjawab, “Allah telah menjagaku dari makar mereka.” 

Kemudian ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah bisa membunuhku, kecuali bila engkau mau menuruti permintaanku.” 

Sang raja menjawab, “Apakah itu? 

Sang anak melanjutkan, “Kumpulkanlah seluruh manusia pada satu tempat, kemudian saliblah aku di sebuah pohon kurma, kemudian ambillah satu anak panah dari tempat anak panahku, letakkan anak panah itu di busurnya, kemudian katakanlah “Bismilah Rabbil ghulam (dengan nama Allah Rabb-nya anak ini).’ Kemudian lepaskanlah anak panah tersebut. Dengan begitu engkau bisa membunuhku.”

Maka sang raja pun mengumpulkan manusia pada suatu padang yang luas. Dia menyalib anak tersebut pada sebuah batang kurma, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat anak panahnya dan diletakkan di busur, kemudian mengatakan: “Bismillah Rabbil ghulam (Dengan menyebut nama Allah, Rabb anak ini).” Kemudian panah itu dilepaskan, maka anak panah itu melesat tepat mengenai pelipisnya, setelah itu sang anak meletakkan tangannya di pelipisnya kemudian meninggal.

Maka manusia seluruhnya mengucapkan, “Aamanna bi Rabbil ghulam (Kami beriman kepada Allah Rabb-nya anak tersebut).” 

Maka dikatakan kepada sang raja: “(Wahai sang raja!) Tahukah engkau, perkara yang selama ini kau khawatirkan telah terjadi. Sungguh manusia seluruhnya telah beriman.” 

Maka sang raja memerintahkan untuk membuat sebuah parit di dekat pintu-pintu jalan dan membuat lubang panjang. Lalu dinyalakanlah api kemudian ia berorasi: “Barangsiapa yang tidak mau kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam parit tersebut.” Atau sehingga dikatakan, “Lemparkanlah!!” maka mereka pun melemparkan seluruhnya. 

Sampai datang seorang wanita bersama bayinya, ia berputus asa, berdiri lemas tanpa daya menghadap jurang parit yang tengah berkobar api, tiba-tiba sang bayi berucap, “Wahai ibuku.. bersabarlah, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran…!”

(Hadits shahih riwayat Imam Muslim dalam kitab Az-Zuhd bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005)

TINGGALKAN DIA KARENA ALLAH


 Dalam riwayat Hadits yang lemah bahwa Nabi bersabda

من ترك شيئا لله عوضه الله خيرا منه

Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik (untuknya).

Namun ada sebuah riwayat yang derajatnya lebih shahih ala sarthi muslim, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah di dalam Musnadnya.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ ، وَأَبِي الدَّهْمَاءِ ، قَالَا : أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ ، فَقُلْنَا : هَلْ سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا ؟ قَالَ : نَعَمْ، سَمِعْتُهُ يَقُولُ : " إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ ".

Dari Abu Qatadah dan Abu Ad Dahma` keduanya berkata: Kami mendatangi salah seorang pedalaman, kami bertanya: Apa kau pernah mendengar sesuatu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Ia menjawaba: Ya, aku mendengar beliau bersabda: "Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah AzzaWaJalla melainkan Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik darinya untukmu."

Berikut beberapa kisah yang bisa kita teladani:

1. Sulaiman Alaihissalam, di dalam Alquran surat Sad. 

Beliau merupakan seorang Nabi yang sangat mencintai syariat Jihad fi sabilillah, untuk itu iapun selalu menyiapkan perangkat jihad termasuk kuda-kuda tunggangan yang amat ia sukai, suatu ketika ia terlarut ketika menikmati pemandangan kuda-kuda gagah miliknya, baru tersadar oleh terbenamnya matahari, tetnyata ia melewatkan munajatnya (shalat) disore hari.

"Ya Rabb tak mungkinlah cintaku akan nikmatmu, bisa melebihi cintaku padamu"

Ia pun segera kembali ke tempat di mana-mana kuda-kuda itu berada, kemudian satu persatu leher kuda itu dipotongnya dengan pedang miliknya, berharap tidak ada lagi cinta yang bisa melampaui cinta sulaiman terhadap Rabbnya.

*(dalam syariat Nabi sulaiman hal ini masih dibolehkan oleh Allah)

Sebagai gantinya Allah gantikan sulaiman dengan mengistijabah doanya :

 (قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ)

[سورة ص 35]

Dia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.”

Allah berikan ia kekuasaan yang diantaranya pasukan berupa angin, setan dan jin yang selalu patuh dan tunduk terhadap perintahnya.

2. Yusuf alaihissalam

Seorang nabi tampan yang tak perlu mengeluarkan kata, seorang permaisuri cantik tak kuasa menahan dirinya, wanita-wanita kota tersihir akan paras yusuf hingga tak sadar tangan-tangan mereka mengalirkan darah segar akibat irisan pisau oleh tangan mereka sendiri.

Yusuf ingat Rabbnya, taqwa dalam hatinya membuka matanya melihat petunjuk dari Rabbnya, penjarapun lebih disukainya.

 (قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ)

[سورة يوسف 33]

 Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.

Allah maha adil dan bijaksana, kekuasaan pun  diberikan oleh Allah kepada yusuf, mulai dari ilmu ta'wil mimpi, menjadi seorang bendaharawan harta kerajaan, sampai sujudnya saudara-saudaranya dihadapan dia.

 (رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ ۚ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ)

[سورة يوسف 101]

Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang shalih.”

3. Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam, bersama dengan para sahabatnya dari kaum muhajirin, rela meninggalkan harta, rumah, sanak saudara mereka untuk berhijrah demi membela tauhid mereka atas perintah Allah.

Allah jadikan mereka para pemimpin dunia, kekuasaan kaisar dan kisra pun jatuh ke tangan mereka, Allah tundukkan raja-raja dunia dihadapan mereka.

Allah berfirman : 

(وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ)

[سورة النور 55]

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” QS An-Nur: 55

Kalau memang engkau harus meninggalkannya, tinggalkanlah karena Allah, jika memang harus kehilangan nya ikhlaskan karena Allah, Allah punya banyak cara untuk memberi ganjaran hambanya yang bertaqwa.

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ● ويرزقه من حيث لا يحتسب.

  Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya ●  dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.

.

Kamis, 02 Juni 2022

Fitnah Wanita, Fitnah Yang Paling Berbahaya.

 


Semoga Allah menyelamatkan kita dari fitnah wanita, sebahagian ulama salaf bahkan sangat mengkhawatirkan dirinya walaupun hanya terhadap wanita tua dan hitam.

Suatu hari, seorang tabiin bernama Sulaiman bin Yasar rahimahullah keluar dari Madinah untuk melakukan safar bersama temannya. Setibanya mereka di kota Abwaa, temannya berdiri berjalan menuju sebuah pasar untuk membeli (bekal) makanan bagi mereka, dan Sulaiman pun duduk menunggu di tenda.

Sulaiman bin Yasar adalah seorang pria yang tampan dan gagah, termasuk pria yang berwajah sangat tampan, dan paling menjaga diri dari keharaman Allah!!

Dalam penantiannya, ternyata ada seorang wanita dusun dari penduduk gunung memandangnya dari tenda (miliknya). Ketika wanita itu melihat ketampanan Sulaiman dan kegagahannya, turunlah dia dari atas bukit menemui Sulaiman, dengan memakai cadar dan sarung tangan, kemudian datang dan berdiri di hadapan Sulaiman.

Kemudian dia membuka wajahnya yang laksana rembulan di malam purnama seraya berkata: ”Apakah engkau mau memberiku (sesuatu)?”.

Seketika Sulaiman menundukkan pandangannya dari wanita tersebut! Sulaiman mengira bahwa dia adalah wanita miskin yang membutuhkan makanan, maka Sulaiman pun berdiri untuk memberikannya sebagian makanan (sisa perjalanan yang ada padanya).

Wanita itu pun berkata: “Aku tidak menginginkan makanan ini, tetapi yang aku inginkan ialah apa yang dilakukan oleh seorang pria terhadap istrinya!!

Maka seketika berubahlah wajah Sulaiman dan menjadi legam dan dia pun berteriak sembari mengatakan: “Sungguh Iblis yang telah mengutusmu kepadaku!!”

Sulaiman menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, seraya membenamkan kepala diantara kedua lututnya. Terlarutlah Sulaiman dalam jerit dan isak tangis!!

Melihat demikian, wanita itu pun beranjak menutup kembali wajahnya dan berpaling kembali menuju tendanya.

Selang beberapa saat, datanglah temannya yang telah membeli (bekal) makanan bagi mereka. Tatkala melihat Sulaiman kedua matanya lembab karena tangisannya yang kuat dan terengah-engah suaranya, dia bertanya:

“Apa yang menyebabkanmu menangis?!!”

Sulaiman menjawab: “Aku baik-baik saja!! Aku teringat anak perempuan dan anak lelakiku!!”

”Ah tidak mungkin…!! Pasti engkau mengalami sebuah kejadian!! Karena engkau meninggalkan anak-anakmu baru tiga hari atau lebih.

Temannya itu terus mendesak hingga Sulaiman pun memberitahukannya akan kisah seorang wanita cantik yang merayunya!!

Mendengar kisah Sulaiman, teman tersebut malah terisak-isak tangis yang menjadi-jadi. 

Sulaiman pun bertanya (keheranan) kepadanya:

”Dan engkau sendiri, apa yang menyebabkan engkau menangis?”

Temannya menjawab: “Aku lebih berhak menangis daripada engkau!”

“Kenapa?!”

“Karena sungguh aku khawatir jika seandainya aku yang berada pada posisimu maka belum tentu aku bisa bersabar dari wanita tersebut!!”

Keduanya pun akhirnya menangis!!

Singkat cerita, sesampainya Sulaiman di Kota Mekkah, setelah melakukan thawaf dan sa’i, beliau pun mendatangi Hijr dengan berselimut kain, kemudian beliau pun mengantuk dan tertidur sejenak. Tiba-tiba datanglah seorang pria yang tampan dalam mimpinya, laki-laki tersebut gagah dan tinggi, memiliki bentuk fisik yang indah dan beraroma wangi. Sulaiman bertanya kepadanya: ”Siapa engkau -semoga Allah merahmatimu-?

Orang itu menjawab: ”Saya adalah Yusuf bin Ya’qub.”

Sulaiman berkata: ”Oh, engkau Yusuf Nabi yang jujur?, sungguh kisah engkau bersama wanita pembesar kerajaan sangat mengagumkan.”

Yusuf ‘alaihis salam berkata: “Bahkan kisahmu dengan wanita Abwaa tersebut lebih mengagumkan!”


 Hilyah Al-Awliyaa’, Abu Nu’aim rahimahullah (2/191).


Kisah Tiga Ekor Banteng

 


Untuk jadi bahan perenungan bersama tentang makna persatuan dalam berjuang.....

AKU SEBENARNYA TELAH DIMAKAN, KETIKA BANTENG PUTIH ITU DIMAKAN


Ini adalah tamsil yang menarik. 

Tamsil ini dalam bahasa Arab, berbunyi:

أكلت يوم أكل الثور اﻷبيض

"Aku sebenarnya telah dimakan [singa itu], ketika banteng putih itu dimakan." 

Alkisah, ada tiga banteng; putih, merah dan hitam. Ketiga banteng ini berhadapan dengan seekor singa yang hendak memangsanya. Namun, karena ketiganya bersatu padu, singa itu pun tak bisa memangsa mereka, baik yang putih, merah maupun hitam. 

Singa pun tak kehilangan cara. Untuk memangsa ketiganya tidak bisa sekaligus, harus satu-satu. Caranya, dia harus pisahkan ketiganya, dengan bujuk rayu dan muslihat. Singa mulai menjadikan banteng putih sebagai target mangsa. Maka, ia datang kepada kedua banteng yang lain, merah dan hitam. Dia katakan kepada mereka, "Saya akan makan banteng putih, jadi kalau kalian tidak ingin aku mangsa, lebih baik kalian diam saja, tidak perlu membantunya. Kalian akan aku biarkan, dan aman." Kata singa. Kedua banteng itu pun setuju. Mereka diam saja, saat banteng putih dimangsa singa, tak ada kepedulian sedikit pun, karena yang dimangsa bukan mereka. 

Singa itu memangsa banteng putih dengan lahap, tanpa kesulitan berarti, sementara kedua banteng yang lainnya menyaksikan temannya dimangsa, tanpa sedikit pun empati. Mereka salah, dianggap singa itu tak akan memangsa mereka. Maka, setelah hari berganti, giliran mereka yang dimangsa. Tetapi, jika sekaligus, maka singa itu pun tak akan bisa menundukkan mereka. Caranya, sebagaimana cara yang dilakukan singa itu memangsa banteng putih. 

Singa datang kepada banteng hitam, "Saya akan mangsa benteng merah, kamu diam saja, tidak perlu membantunya. Kamu tidak akan aku mangsa, tenang saja, dan diam. Kamu aman." Singa itu pun memangsa banteng merah itu dengan lahapnya, tanpa perlawanan berarti, di depan mata banteng hitam. Banteng hitam itu pun hanya melihat dan menyaksikan temannya, banteng merah dimangsa singa, tanpa empati. Seolah itu tidak akan menimpa dirinya. Tapi, dia salah. 

Setelah hari berganti, banteng hitam itu tinggal sendiri. Saat tinggal sendiri, singa itu pun memangsanya dengan mudah, sebagaimana kedua temannya yang telah dimangsa singa itu terlebih dahulu. Saat banteng hitam itu menjelang ajalnya, dia mengatakan, "Aku sesungguhnya telah dimakan [singa itu], ketika banteng putih itu dimakan." Artinya, ketika mereka membiarkan seekor banteng putih dimangsa singa, dan tidak dilawan, akhirnya kekuatan banteng-banteng tadi berkurang, karena tinggal dua ekor, hingga seekor, saat itulah singa dengan mudah melakukan aksinya. 

Begitulah, tamsil yang indah, menggambarkan betapa persatuan umat Islam itu penting. Tak hanya penting, tetapi juga wajib. 

Cara kaum Kafir untuk menghancurkan kekuatan Islam adalah dengan mengadudomba kaum Muslim. Diciptakanlah, "Islam Radikal" vs "Islam Moderat", "Islam Arab" vs "Islam Nusantara". Semuanya ini tujuannya satu, menghancurkan kekuatan umat Islam, dan memangsa kaum Muslim. 

Sadarkah kita?, 

ada orang Islam, organisasi Islam, bangga karena tidak dicap kaum Kafir sebagai "Islam Radikal", dan senang dengan cap, "Islam Moderat", padahal mereka akan dimakan juga, kelak setelah "Islam Radikal" dijadikan mangsa. 

Sebab, musuh kaum Kafir, seperti kata Samuel Huntington, bukanlah "Islam Radikal," atau "Islam Fundamentalis", tetapi Islam itu sendiri. Dikotomi itu hanya cara yang dilakukan "singa" Kafir untuk memangsa kaum Muslim, dan menghancurkan Islam. 

Maka, ketika musuh Islam melakukan permusuhan bahkan pembubaran terhadap kelompok atau ormas Islam, sekarang diikuti dengan perang terhadap Perda Syariah, targetnya bukan hanya kelompok atau organisasi itu, tetapi menghancurkan Islam dan umatnya. 

Waspadalah!