Senin, 26 Maret 2018

Niat dan Ikhlas


Image result for Niat ikhlas

Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.

Rasulullah Saw. bersabda :

“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Swt. pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.

Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Alah Swt.
Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Swt., bila tidak dengan yang digariskan oleh Allah Swt. melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yang fardu maupun Sunnah.
Adakalanya niat yang benar itu memberi pengaruh pada perkata-perkara mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul : Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yang saleh.

Hubungan antara Niat dan Amal
Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yang menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.

Bagi mereka yang mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta-minta kepada orang lain, mampu bersedekah pada yang membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.

Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan-perbautan maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda-benda najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yang berjumpa dengan orang lain yang sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam perhunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.

Siapa saja yang diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat suautu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.

Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.

Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata-mata hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal-hal yang mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.

Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yang ia lakukan.

Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu : bermunajah kepada Allah Swt., menggali ilmu yang ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.

Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk :
-              Melaksanakan perintah Allah Taala yang tersebut dalam firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah : 172)


-              Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.
-              Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuati dengan Al-Qur`an suata As-Saba` ayat 15 yang berbunyi :

“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (QS. As-Saba` : 15)


Pengertian Niat
Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yang mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.

Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yang diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yang diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

“Niat orang yang beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)

Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal-hal berikut :
1.            Berniat dan langsung melaksanakannya.
2.            Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yang disebut azam (cita-cita).

Keduanya dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda :
“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).

3.            Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.

Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yang melaksanakannya.

Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. :

“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yang dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yang hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yang sama. Ketiga, orang yang dikaruniai oleh Allah Swt. kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang keempat, ialah orang yang hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yang sama.” (Al-Hadits)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar