*Tidurnya Ali ra. ditempat tidur Nabi Saw*
Saat itu Jibril datang kepada Nabi Saw seraya berkata, "Janganlah engkau tidur malam ini ditempat yang biasa kamu tiduri."
Setelah malam gelap, kaum kafir Quraisy berkumpul di depan pintu rumah Nabi Saw. mengintai dan menunggu beliau tertidur sehingga mereka bisa masuk beramai-ramai untuk membunuh beliau.
Ketika Nabi Saw melihat keadaan mereka, beliau berkata kepada Ali ra., "Tidurlah ditempat tidurku, dan berselimutlah dengan selimut yang biasa aku gunakan ini. Sesungguhnya engkau tidak akan ditimpa sesuatu yang tidak engkau sukai dari mereka."
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui musuh, agar mereka mengira bahwa Nabi Saw masih berada ditempat tidurnya.
Seorang musyrik yang tidak ikut dalam menyerbuan seketika itu melewati rumah Nabi Saw dan berkata, "Semoga Allah mengecewakan kalian. Sungguh Muhammad telah keluar, dia keluar dengan menaburkan pasir diatas kepala kalian. Apakah kalian tidak merasakannya?" Mereka berkata, " Demi Allah, itu adalah Muhammad, tidur dengan selimutnya."
Akhirnya mereka menunggu sampai pagi. Setelah Ali ra. bangun dari tidurnya mereka berkata, "Demi Allah, apa yang dikatakan oleh orang tadi malam adalah benar."
Kendatipun Rasulullah Saw sangat yakin akan pertolongan Allah terhadap dirinya, namun hal itu tidak mencegahnya untuk mengerahkan upayanya sebagai manusia, ikhtiar beliau sebagai manusia, dengan memerintahkan Ali ra. agar tidur ditempat tidur beliau dan berselimut dengan selimut beliau, agar mereka mengira bahwa beliau tidak kemana-mana, masih berada ditempat tidurnya.
Di satu sisi Allah SWT menutup mata mereka disaat Nabi Saw keluar dan menurunkan rasa kantuk terhadap mereka hingga Nabi Saw bisa keluar dengan selamat. Namun, disisi lain atas kehendak Allah pula Nabi Saw berpapasan dijalan dengan seorang pengendara dan mengingatkan kepada musuh bahwa Nabi Saw telah pergi meninggalkan rumah. Allah menjaga Nabi Saw tidak dengan mukjizat, melainkan dengan 'sebab perencanaannya sebagai manusia'.
Sehingga dari peristiwa tersebut kita bisa mengambil pelajaran untuk memaksimalkan ikhtiar kendatipun kita sepenuhnya bergantung kepada Allah. Jangan sampai, lantaran alasan tawakal dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, justru malah menjadikan kita manusia yang lemah, malas dan hanya berusaha alakadarnya dengan mengesampingkan potensi yang ada pada diri kita, kemudian meratap karena pertolongan Allah tidak kunjung datang kepada kita, padahal kita sendirilah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri kita sendiri.