
Dulu, tahun 1891, seorang antropolog Jerman bernama Eugene Dubois melakukan perjalanan menelusuri jejak manusia purba di kawasan Jawa. Di buku sejarah ditulis kalo doi menemukan fosil manusia purba yang kemudian dinamai dengan Pithecanthropus Erectus or “erect-ape man” alias manusia kera yang berjalan tegak. Nah, tentu aja digambarkan tanpa busana. Karena jaman tersebut belum ada pakaian. Pada masa tersebut, busana belum menjadi alat komunikasi. Karena apa yang mau dikomunikasikan dan kepada siapa pesan itu ditujukan, iya nggak sih? Kalo pun ada pesan yang ingin disampaikan, tapi bukan dalam bentuk busana.
Nah, waktu terus berjalan dan perkembangan manusia purba juga terus mengarah menuju kemajuan. Misalnya dalam berbusana. Bahkan ada film kartun yang dikemas dengan lucu yang menceritakan kehidupan “modern stone age”. Yup, film televisi yang diudarakan di Amrik antara tahun 1960-1966 besutan William Hanna dan Joseph Barbera itu diberi judul The Flintstones. Kamu pasti udah pada hapal kan dengan tokoh-tokohnya? Ada Fred, Wilma, dan tetangga mereka Barney Rubble.
Di film itu, ‘manusia purba’ udah ‘dipakaikan’ busana. Busananya tentu bukan seperti jaman kita sekarang. Tapi busana yang dicocokkan dengan jaman batu tersebut. Meski itu sebagai hiburan yang kocak banget, tapi penataan setting cerita itu cukup detil, khususnya dalam busana. Busana yang ditampilkan di film kartun (dan juga di film layar lebar garapan Steven Spielberg tahun 1994) ingin mengkomunikasikan kepada penonton bahwa itulah busana di “modern stone age”.
Sobat gaulislam, pakaian memang bukan sekadar alat untuk menutup bagian tubuh tertentu yang harus dilindungi dari sengatan sinar matahari, dinginnya musim salju, dan menghindari goresan pada kulit akibat gesekan dengan benda lain, tapi juga sebagai alat komunikasi.
Ketika pakaian digunakan untuk mengkomunikasikan status sosial, maka ada pakaian kerajaan, ada pakaian yang khusus dikenakan para bangsawan, juga pakaian kaum proletar bin rakyak jelata. Di Eropa, kalo kamu baca buku-buku sejarah atau nonton film-film macam The Man in the Iron Mask yang dibintangi Leonardo Di Caprio atau dalam serial film Robin Hood, kita bisa bedain status sosial antara kaum proletar dengan kaum bangsawan adalah dari busana yang dikenakannnya.
Busana juga kemudian berperan dalam membedakan profesi seseorang. Misalnya nih, kalo ada orang yang berpakaian jas putih, apalagi dilengkapi stetoskop, berdasarkan kesepakatan selama ini orang tersebut ‘dicap’ berprofesi sebagai dokter.
Terus, pakaian juga bisa nunjukkin pesan untuk mengkomunikasi identitas. Misalnya pakaian untuk cowok dan cewek juga beda. Pakaian dari komunitas atau etnis tertentu juga pasti punya ciri khas. Bahkan pakaian berupa simbol-simbol keagamaan pun yang dikenakan oleh pemakainya adalah untuk mengkomunikasikan identitas mereka.
Nah, kaitannya dengan busana yang sopan dan rapi yang dikenakan banyak orang saat Ramadhan, tentunya mereka punya tujuan untuk mengkomunikasikan pesan kepada khalayak--tanpa harus ngomong dan menuliskan dengan huruf gede-gede di spanduk--bahwa “ini lho saya!”, “Seperti inilah kepribadian saya!”. Jadi, busana memang sebagai alat komunikasi, gitu lho.