Kamis, 02 Juni 2022

Fitnah Wanita, Fitnah Yang Paling Berbahaya.

 


Semoga Allah menyelamatkan kita dari fitnah wanita, sebahagian ulama salaf bahkan sangat mengkhawatirkan dirinya walaupun hanya terhadap wanita tua dan hitam.

Suatu hari, seorang tabiin bernama Sulaiman bin Yasar rahimahullah keluar dari Madinah untuk melakukan safar bersama temannya. Setibanya mereka di kota Abwaa, temannya berdiri berjalan menuju sebuah pasar untuk membeli (bekal) makanan bagi mereka, dan Sulaiman pun duduk menunggu di tenda.

Sulaiman bin Yasar adalah seorang pria yang tampan dan gagah, termasuk pria yang berwajah sangat tampan, dan paling menjaga diri dari keharaman Allah!!

Dalam penantiannya, ternyata ada seorang wanita dusun dari penduduk gunung memandangnya dari tenda (miliknya). Ketika wanita itu melihat ketampanan Sulaiman dan kegagahannya, turunlah dia dari atas bukit menemui Sulaiman, dengan memakai cadar dan sarung tangan, kemudian datang dan berdiri di hadapan Sulaiman.

Kemudian dia membuka wajahnya yang laksana rembulan di malam purnama seraya berkata: ”Apakah engkau mau memberiku (sesuatu)?”.

Seketika Sulaiman menundukkan pandangannya dari wanita tersebut! Sulaiman mengira bahwa dia adalah wanita miskin yang membutuhkan makanan, maka Sulaiman pun berdiri untuk memberikannya sebagian makanan (sisa perjalanan yang ada padanya).

Wanita itu pun berkata: “Aku tidak menginginkan makanan ini, tetapi yang aku inginkan ialah apa yang dilakukan oleh seorang pria terhadap istrinya!!

Maka seketika berubahlah wajah Sulaiman dan menjadi legam dan dia pun berteriak sembari mengatakan: “Sungguh Iblis yang telah mengutusmu kepadaku!!”

Sulaiman menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, seraya membenamkan kepala diantara kedua lututnya. Terlarutlah Sulaiman dalam jerit dan isak tangis!!

Melihat demikian, wanita itu pun beranjak menutup kembali wajahnya dan berpaling kembali menuju tendanya.

Selang beberapa saat, datanglah temannya yang telah membeli (bekal) makanan bagi mereka. Tatkala melihat Sulaiman kedua matanya lembab karena tangisannya yang kuat dan terengah-engah suaranya, dia bertanya:

“Apa yang menyebabkanmu menangis?!!”

Sulaiman menjawab: “Aku baik-baik saja!! Aku teringat anak perempuan dan anak lelakiku!!”

”Ah tidak mungkin…!! Pasti engkau mengalami sebuah kejadian!! Karena engkau meninggalkan anak-anakmu baru tiga hari atau lebih.

Temannya itu terus mendesak hingga Sulaiman pun memberitahukannya akan kisah seorang wanita cantik yang merayunya!!

Mendengar kisah Sulaiman, teman tersebut malah terisak-isak tangis yang menjadi-jadi. 

Sulaiman pun bertanya (keheranan) kepadanya:

”Dan engkau sendiri, apa yang menyebabkan engkau menangis?”

Temannya menjawab: “Aku lebih berhak menangis daripada engkau!”

“Kenapa?!”

“Karena sungguh aku khawatir jika seandainya aku yang berada pada posisimu maka belum tentu aku bisa bersabar dari wanita tersebut!!”

Keduanya pun akhirnya menangis!!

Singkat cerita, sesampainya Sulaiman di Kota Mekkah, setelah melakukan thawaf dan sa’i, beliau pun mendatangi Hijr dengan berselimut kain, kemudian beliau pun mengantuk dan tertidur sejenak. Tiba-tiba datanglah seorang pria yang tampan dalam mimpinya, laki-laki tersebut gagah dan tinggi, memiliki bentuk fisik yang indah dan beraroma wangi. Sulaiman bertanya kepadanya: ”Siapa engkau -semoga Allah merahmatimu-?

Orang itu menjawab: ”Saya adalah Yusuf bin Ya’qub.”

Sulaiman berkata: ”Oh, engkau Yusuf Nabi yang jujur?, sungguh kisah engkau bersama wanita pembesar kerajaan sangat mengagumkan.”

Yusuf ‘alaihis salam berkata: “Bahkan kisahmu dengan wanita Abwaa tersebut lebih mengagumkan!”


 Hilyah Al-Awliyaa’, Abu Nu’aim rahimahullah (2/191).


Kisah Tiga Ekor Banteng

 


Untuk jadi bahan perenungan bersama tentang makna persatuan dalam berjuang.....

AKU SEBENARNYA TELAH DIMAKAN, KETIKA BANTENG PUTIH ITU DIMAKAN


Ini adalah tamsil yang menarik. 

Tamsil ini dalam bahasa Arab, berbunyi:

أكلت يوم أكل الثور اﻷبيض

"Aku sebenarnya telah dimakan [singa itu], ketika banteng putih itu dimakan." 

Alkisah, ada tiga banteng; putih, merah dan hitam. Ketiga banteng ini berhadapan dengan seekor singa yang hendak memangsanya. Namun, karena ketiganya bersatu padu, singa itu pun tak bisa memangsa mereka, baik yang putih, merah maupun hitam. 

Singa pun tak kehilangan cara. Untuk memangsa ketiganya tidak bisa sekaligus, harus satu-satu. Caranya, dia harus pisahkan ketiganya, dengan bujuk rayu dan muslihat. Singa mulai menjadikan banteng putih sebagai target mangsa. Maka, ia datang kepada kedua banteng yang lain, merah dan hitam. Dia katakan kepada mereka, "Saya akan makan banteng putih, jadi kalau kalian tidak ingin aku mangsa, lebih baik kalian diam saja, tidak perlu membantunya. Kalian akan aku biarkan, dan aman." Kata singa. Kedua banteng itu pun setuju. Mereka diam saja, saat banteng putih dimangsa singa, tak ada kepedulian sedikit pun, karena yang dimangsa bukan mereka. 

Singa itu memangsa banteng putih dengan lahap, tanpa kesulitan berarti, sementara kedua banteng yang lainnya menyaksikan temannya dimangsa, tanpa sedikit pun empati. Mereka salah, dianggap singa itu tak akan memangsa mereka. Maka, setelah hari berganti, giliran mereka yang dimangsa. Tetapi, jika sekaligus, maka singa itu pun tak akan bisa menundukkan mereka. Caranya, sebagaimana cara yang dilakukan singa itu memangsa banteng putih. 

Singa datang kepada banteng hitam, "Saya akan mangsa benteng merah, kamu diam saja, tidak perlu membantunya. Kamu tidak akan aku mangsa, tenang saja, dan diam. Kamu aman." Singa itu pun memangsa banteng merah itu dengan lahapnya, tanpa perlawanan berarti, di depan mata banteng hitam. Banteng hitam itu pun hanya melihat dan menyaksikan temannya, banteng merah dimangsa singa, tanpa empati. Seolah itu tidak akan menimpa dirinya. Tapi, dia salah. 

Setelah hari berganti, banteng hitam itu tinggal sendiri. Saat tinggal sendiri, singa itu pun memangsanya dengan mudah, sebagaimana kedua temannya yang telah dimangsa singa itu terlebih dahulu. Saat banteng hitam itu menjelang ajalnya, dia mengatakan, "Aku sesungguhnya telah dimakan [singa itu], ketika banteng putih itu dimakan." Artinya, ketika mereka membiarkan seekor banteng putih dimangsa singa, dan tidak dilawan, akhirnya kekuatan banteng-banteng tadi berkurang, karena tinggal dua ekor, hingga seekor, saat itulah singa dengan mudah melakukan aksinya. 

Begitulah, tamsil yang indah, menggambarkan betapa persatuan umat Islam itu penting. Tak hanya penting, tetapi juga wajib. 

Cara kaum Kafir untuk menghancurkan kekuatan Islam adalah dengan mengadudomba kaum Muslim. Diciptakanlah, "Islam Radikal" vs "Islam Moderat", "Islam Arab" vs "Islam Nusantara". Semuanya ini tujuannya satu, menghancurkan kekuatan umat Islam, dan memangsa kaum Muslim. 

Sadarkah kita?, 

ada orang Islam, organisasi Islam, bangga karena tidak dicap kaum Kafir sebagai "Islam Radikal", dan senang dengan cap, "Islam Moderat", padahal mereka akan dimakan juga, kelak setelah "Islam Radikal" dijadikan mangsa. 

Sebab, musuh kaum Kafir, seperti kata Samuel Huntington, bukanlah "Islam Radikal," atau "Islam Fundamentalis", tetapi Islam itu sendiri. Dikotomi itu hanya cara yang dilakukan "singa" Kafir untuk memangsa kaum Muslim, dan menghancurkan Islam. 

Maka, ketika musuh Islam melakukan permusuhan bahkan pembubaran terhadap kelompok atau ormas Islam, sekarang diikuti dengan perang terhadap Perda Syariah, targetnya bukan hanya kelompok atau organisasi itu, tetapi menghancurkan Islam dan umatnya. 

Waspadalah!

Kisah Kesalihan dan Kecerdasan Seorang Anak


 

Syaikh Ibnu Dzafar Al-Makki menceritakan:

Bahwasanya Abu Yazid Thaifur bin Isa Al-Busthami rahimahullah saat kecilnya ketika menghafal "Wahai yang berselimut, hidupkanlah malam (dngan salat) kecuali sedikit." (QS Al-Muzzammil 1-2) Dia berkata kepada ayahnya: "Ayahku, siapa yang diperintahkan Allah dengan ini?" 

"Itu Nabi, Anakku"

"Ayah, kenapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Nabi ﷺ?

"Shalat malam itu khusus untuk beliau tidak untuk umatnya, Nak."

Lalu Dia (Abu Yazid) diam.

ketika Dia menghafal "Sesungguhnya Rabbmu tahu bahwa engkau salat kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua, atau sepertiganya demikian pula segolongan orang yang bersamamu" (QS Al-Muzammil 20) 

Dia berkata: "Ayah, aku mendengar bahwa segolongan orang juga salat malam, siapakah mereka?"

"Itu adalah para Sahabat radhiallahuanhum, Nak"

"Ayah, kebaikan apa yg kita dapatkan dalam meninggalkan apa yang dilakukan oleh Nabi ﷺ dan Sahabatnya?"

"Engkau benar, Nak"

Setelah itu ayahnya selalu salat malam. Suatu malam Abu Yazid terbangun dan melihat ayahnya sedang salat, setelah itu dia berkata: "Ayah, ajarilah aku bagaimana bersuci dan salat bersamamu" 

" Nak, tidurlah! Kamu masih kecil."

"Ayah, ketika nanti manusia dibangkitkan terpisah2 untuk melihat amalannya, Aku akan mengatakan kepada Rabbku bahwa Aku berkata kepada ayah "Bagaimana aku bersuci agar salat bersamamu? Ia Enggan dan berkata "Tidurlah, kamu masih kecil". Apakah ayah suka?"

"Tidak Nak, Aku tidak suka itu"

Ayahnya mengajarkannya, setelah itu mereka selalu salat bersama.

Hamra’ul Asad dan Ketaatan Para Sahabat



MATAHARI mulai terbenam kala mereka memasuki Madinah. Keletihan di atas keletihan terbayang di wajah. Luka sabetan pedang, tusukan tombak dan luka akibat anak panah musuh yang tertancap di tubuh mengalirkan darah. Gigi seri Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam yang pecah juga tangan kanan beliau yang terluka akibat menangkis pukulan yang diarahkan ke kepala beliau masih menyisakan sakit yang luar biasa. Kesedihan atas meninggalnya tujuh puluh sahabat menambah perihnya luka yang diderita kaum Muslimin di Perang Uhud itu.

Belum cukup mata terpejam untuk istirahat dari kerasnya peperangan, darah segar masih mengalir dari luka-luka yang terbalut perban. Tiba-tiba di keheningan pagi Bilal mengumumkan bahwa musuh harus dikejar. Sang komandan mensyaratkan perintah bahwa yang ikut dengannya adalah orang-orang yang ikut dalam Perang Uhud sebelumnya.

Tholhah bin Ubaidillah menemui Rosulullah, memastikan keberangkatan. Dia mendapati beliau telah siap di atas pelana kudanya di depan pintu masjid, lengkap dengan topi baja yang menutupi seluruh wajah kecuali matanya. Tanpa fikir panjang Tholhah segera berlari menuju kudanya dan segera menyiapkan diri.

Di antara orang-orang Bani Salimah yang telah siap mengijabahi seruan Allah dan Rosulullah terdapat empat puluh tentara terluka, bahkan di antara mereka ada yang mengalami lebih dari sepuluh luka tikam anak panah. Sungguh kekuatan jiwa mereka melebihi kekuatan tubuh mereka. Doa Rosulullah seketika keluar dari lisannya kala memeriksa barisan pasukan, “Ya Allah, berkahilah Bani Salimah!”

Pasukan yang dipimpin langsung oleh Rosulullah itu berhenti di Perang Hamra’ul Asad,kira-kira delapan mil dari Madinah, tidak jauh dari musuh di depan mereka yang telah berkemah selama beberapa waktu di Rawha. Para musuh menunggu waktu tepat untuk menghabisi muslimin hingga ke akarnya.

Di Hamra’ul Asad, Rosulullah memerintahkan pasukannya untuk menyebar dan mengumpulkan kayu kering sebanyak-banyaknya. Setiap orang menumpuknya dalam tumpukan tersendiri. Ketika matahari terbenam, mereka dapat menyiapkan lebih dari lima ratus perapian dan menyalakannya ketika malam tiba.

Tiga hari mereka berada di Hamra’ul Asad menghadang musuh dengan luka-luka yang masih menganga, merancang srategi yang membuat takut musuh. Nyala api yang sangat banyak yang terpencar di areal yang luas seolah-olah menunjukkan besarnya pasukan yang sedang berkemah di sana. Kesan ini tersampaikan kepada Abu Sufyan yang membuat dia dan juga kaumnya ciut nyali dan melarikan diri ke Makkah.

[Ketaatan Tiada Banding]

Allah mengabadikan kisah ini dalam sebuah firman Nya yang berbunyi:

الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ (172) الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ(173)

(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan RosulNya sesudah mereka mendapatkna luka. Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa ada pahala yang besar. (yaitu) orang-orang yang jika ada yang mengatakan pada mereka “sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, maka takutlah”, keimanan mereka bertambah dan mereka menjawab” cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan dialah sebaik-baik pelindung.” [QS Ali Imron(3): 172-173]

Kedua ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Perang Hamra’ul Asad. Walaupun tidak ada kontak fisik, keluarnya Rosulullah dan para sahabat untuk menghadang musuh dan menunjukkan bahwa mereka tidak gentar sedikitpun menghadapi Abu Sufyan dan pasukannya di Hamra’ul Asad dihitung sebagai sebuah peperangan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir Quranul Adzim.

Hamra’ul Asad adalah kisah keberanian dan ketangguhan Rosulullah dan para sahabat mulia. Hamra’ul Asad menjadi saksi sebuah ketaatan tiada bandingnya, saksi atas cinta yang tiada pernah padam di berbagai keadaan. Rasa sakit, keletihan, kepayahan, duka cita yang tak hanya di rasa oleh fisik tapi juga membebani mental tak membuat mereka abai ketika panggilan jihad dikumandangkan. Sungguh gambaran akan ketaatan yang membuat diri semakin kerdil jika dibandingkan dengan mereka.

Saat ini, kala jiwa dipenuhi kecintaan pada materi, kala sakit fisik dan keletihan sedikit dijadikan alasan tertahannya banyak kebaikan dan terhentinya panggilan dakwah, kisah mereka dalam mengijabahi panggilan ribath membuat malu.

Hamra’ul Asad mengajarkan kepada kita sebuah ketaatan pada Allah dan RosulNya yang tak memerlukan alasan apapun. Mengajarkan kepada kita bahwa tawakkal adalah menyerahkan hasil pada Allah setelah ketaatan dijalankan. Hamra’ul Asad contoh ketaatan tiada cela.
Wallahua’lam.



Minggu, 17 Februari 2019

KISAH KESATRIA ISLAM


Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhu


Dialah Abdullah bin Zubair bin Awwam radhiallahu ‘anhu, putra dari Asma binti Abu Bakar dan dari sahabat Zubair bin Awwam. Dia dilahirkan ketika ibunya sampai di Quba (dalam perjalanan hijrah), dialah anak pertama dari kaum muhajirin setelah peristiwa hijrah.

Lalu sang ibu membawanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau memangkunya lalu meminta untuk dibawakan buah kurma, beliau mengunyah kurma tersebut kemudian meletakkannya di mulut sang bayi. Begitulah, yang pertama kali masuk ke lambungnya adalah air liur sang Nabi. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapat keberkahan lalu menamainya “Abdullah” seperti nama kakeknya.

Kelahirannya merupakan peristiwa yang besar dimana hal itu membantah klaim kaum Yahudi yang mengatakan bahwa mereka telah menyihir kaum muslimin sehingga tidak akan memiliki keturunan di Madinah. Ketika ia lahir, para sahabat bertakbir sampai mengguncang seisi Madinah.

Abdullah menjadi seorang penunggang kuda pemberani yang mencintai jihad. Dia ikut berjihad dengan sang ayah untuk latihan berkuda dan gulat. Dia selalu bersama ayahnya dalam banyak peperangan, di antaranya Perang Yarmuk. Di samping itu Ia radhiallahu ‘anhu merupakan ahli ibadah, pandai membaca Al-Quran, dan selalu melaksanakan salat di malam hari juga puasa di siang hari.

Amru bin Dinar berkata tentang beliau: “Aku belum pernah melihat orang yang lebih baik salatnya daripada Ibnu Zubair.”

Tsabit Al-Bunani berkata: “Aku melewati Ibnu Zubair ketika beliau sedang salat di belakang maqam (di dekat ka’bah), seakan-akan ia seperti kayu yang di sandarkan, tidak bergerak sedikitpun!”

Beliau juga merupakan salah seorang sahabat yang di pilih Ustman radhiallahu ‘anhu untuk menulis ulang mushaf.

Abdullah menjadi pahlawan kaum muslimin dalam banyak peperangan, di antaranya dalam pembebasan Afrika, Andalus, dan Konstatinopel (sebelum daulah ustmaniah).

Dalam pembebasan Afrika, yaitu dalam peperangan Subaithilah, kaum muslimin dengan jumlah 20.000 pasukan berhadapan dengan musuh yang berjumlah kisaran 120.000 pasukan.

Abdullah memperhatikan gerak kekuatan musuh, ia dapati bahwa ternyata kekuatan mereka terpusat pada raja Barbar sekaligus komandan pasukan yang meneriaki dan menyemangati mereka untuk mati dengan cara yang sangat mencengangkan. Maka Abdullah berkesimpulan bahwa tidak ada cara lain selain membunuh komandan ini.

Abdullah bercerita: “Aku melihat raja George dari belakang barisan yang banyak, ia menunggangi kuda sedangkan di sampingnya ada dua budak perempuan menaunginya. Aku mendatangi Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh lalu memintanya mengirimkan bersamaku beberapa orang untuk melindungi punggungku agar aku bisa menerobos sampai ke raja mereka, maka disiapkannya untukku beberapa orang pemberani."

Bagaikan petir Abdullah menerobos barisan kaum musyrikin dengan cepat menuju komandan mereka. Ketika ia telah mendekatinya, komandan mengira dia ingin mengirim pesan khusus untuk raja. 

Abdullah berkata: “Ketika semakin dekat, dia berfirasat buruk atas kedatanganku, ia kemudian lari dengan kudanya tapi aku berhasil menyusulnya. Kutusuk dia dengan tombak lalu kuhabisi dia dengan pedangku. Kemudian kuambil kepalanya dan kuletakkan di ujung tombakku, lalu aku bertakbir.”

Abdullah berkata lagi: “Ketika kaum muslimin melihat kepala raja yang sudah terpenggal, mereka sadar bahwa kemenangan telah datang, maka mereka berperang satu barisan dengan semangat penuh.”

Peperangan berakhir dengan kemenangan di tangan kaum muslimin, maka Abdullah mengirimkan pesan kemenangan kepada khalifah Ustman bin Affan di Madinah.


Abdullah bin Zubair dibunuh dan disalib oleh Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi pada tahun 73H.

Sabtu, 16 Februari 2019

Menggunakan Karunia Allah SWT untuk Maksiat


  Aku juga pernah ditanya tentang ucapan al-lmam al-Ghazali tentang seorang yang menggunakan karunia-karunia Allah SWT untuk maksiat: Sebenarnya mengharap sirnanya nikmat dari seorang tidak timbul karena hasud, tetapi timbul karena cemburu kepada Allah SWT.

   Perlu diketahui bahwa apa yang dikatakan oleh al-lmam al-Ghazali itu adalah benar, akan tetapi alangkah baiknya jika seorang mengharap sirnanya nikmat dari seorang yang suka berbuat maksiat, dan memohonkan petunjuk baginya, agar ia mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan menggunakannya untuk hal-hal yang baik.

   Sejak pertama telah disebutkan kisah Dzan Nun bahwa ia melihat sekelompok orang berada di sebuah perahu, mereka ingin menuju ke suatu tempat dan mereka ingin menyaksikan bersihnya seorang dari dosa dengan cara yang batil dan menjauhi yang benar. Maka ia memohon kepada Allah SWT, sehingga mereka tenggelam. Ketika ditanya, mengapa ia berbuat demikian, maka ia berkata: "Kesaksian laut lebih baik bagi mereka dari kesaksian yang tidak baik."

   Kejadian di atas dialami juga oleh asy-Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, yaitu ketika ia berjalan dengan kawan-kawannya di tepi sungai Tigris. Di tempat itu mereka melihat sekelompok orang sedang mabuk-mabukan dan bersenang-senang di atas sebuah perahu. Maka kawan-kawan asy-Syeikh Ma’ruf berkata kepadanya: "Wahai syeikh, berdoalah kepada Allah untuk mereka."

   Maka ia mengangkat kedua tangan dan berdoa: "Ya Allah, sebagaimana Engkau membahagiakan mereka di dunia, maka bahagiakan pula mereka di akhirat." Mendengar doa tersebut, kawan-kawannya bertanya: "Jika mereka engkau doakan semacam itu, tentunya mereka akan bertobat." Maka dengan izin Allah SWT, mereka mendatangi asy-Syeikh Ma’ruf al-Karkhi dan menyatakan tobatnya masing-masing.

   Apa yang dilakukan oleh asy-Syeikh Ma’ruf merupakan perbuatan yang cukup mulia, karena ia bersifat kasih sayang kepada orang-orang yang berdosa, padahal ia adalah seorang wali Allah SWT yang memiliki kedudukan besar di sisi-Nya.

   Apa yang disebutkan oleh al-lmam al-Ghazali tentang asy-Syeikh Ma’ruf di atas menunjukkan betapa besarnya kecemburuannya untuk Allah SWT, meskipun ia dikenal sebagai seorang yang tegas di dalam agama.

   Ketahuilah bahwa sifat cemburu ada dua macam: Yang pertama adalah kecemburuan seorang untuk Tuhannya, yaitu ketika larangan-larangan Allah SWT dilanggar oleh orang lain dan hak-hak-Nya diremehkan, maka ia murka karena Allah SWT. Orang semacam ini selalu menyuruh yang baik dan mencegah yang munkar, dan membenci para pelaku kedzaliman dan suka mendoakan mereka, seperti dilakukan oleh Nabi Allah Nuh dan Nabi Allah Musa AS.

   Yang kedua adalah kecemburuan seorang terhadap miliknya dan ia tidak ingin ada orang lain yang bersekutu dengannya, seperti seorang lelaki yang memiliki seorang istri. Rasa cemburu macam ini ada kalanya terlalu agresif, sehingga seorang dapat menuduh yang tidak baik kepada orang lain, misalnya ia cemburu dalam masalah ilmu pengetahuan, ibadah, kedudukan, dan ada kalanya ia hasud dan membenci kepada orang-orang yang memiliki kelebihan, tentunya rasa cemburu macam ini tidak terpuji.

   Adapun cemburu karena Allah SWT adalah timbulnya rasa murka pada diri seorang ketika ia melihat hak-hak Allah SWT dilecehkan oleh seorang, misalnya ketika melihat orang lain menyembah selain Allah SWT dan melakukan maksiat terhadapnya, dan ada kalanya ia merasa cemburu karena Allah SWT ketika ia melihat ada orang lain yang mempunyai sifat seperti sifat Allah SWT, seperti sifat sombong, keagungan, kemuliaan dan yang semisal dengannya yang tidak pantas untuk dimiliki oleh siapapun selain Allah SWT Yang Maha Agung.

ﻭَٱللّٰهُ أَﻋْﻠَﻢُ بِٱﻟﺼَّﻮَٱﺏِ
.

Jumat, 15 Februari 2019

Laki-laki kekanak-kanakan


     Ikhwan Childish? Apa itu? Kata-kata ‘childish’ ini terdengar tidak asing, bukan? Jadi, childish ini artinya sederhananya adalah kekanak-kanakan. Iya, jadi ikhwan childish yang akan kita bahas ini, artinya, laki-laki yang memiliki sifat yang kekanak-kanakan. Eh, sebenarnya kalo dalam Bahasa Arab arti ikhwan tepatnya saudara laki-laki dalam persaudaraan Islam—ukhuwah islamiyah. Namun, karena di masyarakat udah terlanjur menggunakan kata “ikhwan” untuk menunjukkan laki-laki. Jadinya salah kaprah ya? Begitulah. Jadi, terpaksa ikutan salah kaprah. Hadeuuh…

Nah, kembali ke istilah childish, padahal tidak pasti semua anak-anak akan bersikap kekanakan, lho. Why? Karena kedewasaan sebenarnya bukan dilihat dari usia. Tetapi dari pengalaman, atau tindakan. Ada loh, anak kecil yang sudah bisa bersikap dewasa. Ada juga orang dewasa yang tingkahnya masih seperti anakanak. Nah, seperti apa sih, sifat childish pada cowok ini?

    Kalau kita katakan secara lebih padat, ikhwan childish ini juga bisa disebut dengan cowok yang belum dewasa. Karena apa? Ya, itu tadi. Karena ia memiliki sifat-sifat yang berkebalikan dari sifat kedewasaan. Misalnya bagaimana? Manja, mudah tersulut emosinya, tidak bertanggung jawab, tidak bisa menerima kenyataan pahit, dan sifat-sifat tidak dewasa yang lain sebagainya. Karena ada juga sifat lain selain childish yang penampakannya tercermin dari sifat anak-anak, yaitu childlike. Perbedaannya, childish adalah cerminan sifat-sifat anak-anak yang belum dewasa. Contohnya adalah manja, cengeng, dan lain sebagainya. Sedangkan childlike adalah cerminan sifat-sifat anak-anak yang dinilai baik. Contohnya adalah jujur, menuruti perintah orangtua, dan lain sebagainya. Hmm… bisa dipahami, ya.

Jadi, childish dan childlike adalah sesuatu yang sama sekaligus berbeda. Loh? Ya, begitu, lah. Childlike tentu lebih dibenarkan dibanding childish. Bagus malah kalau ada ikhwan (dan akhwat juga tentunya) yang memiliki sifat-sifat dari anak kecil yang jujur dan murni.

Nah, yang bermasalah adalah ketika seorang ikhwan itu berlabel childish. Karena orang yang childish secara pasti bisa dilihat secara nyata. Kok bisa? Iya lah, sifat-sifatnya kebanyakan adalah yang terlihat. Misalnya manja atau cengeng. Walau pun nggak semua pasti begitu, sih. Hehehe.. saya jadi teringat tokoh Sadam di film Sherina. Kid zaman old mestinya tahu. Kalo kid zaman now sepertinya blank, ya?

Ewh, cowok kok childish?

   Well, ini adalah salah satu jawaban dari salah seorang teman akhwat yang saya mintai pendapat tentang ikhwan yang childish. Rupanya ada loh, akhwat yang memandang ikhwan childish dengan kata ‘ewh’. Ketika ditanya apa alasannya, ia menjawab dengan balik bertanya, “Bukannya semestinya ikhwan itu harus bisa bertanggung jawab?” Hmm… ada benarnya juga, sih. Ada juga akhwat yang menjawab, “Ikhwan childish kedengarannya lemah, ya. Kayak nggak bisa diandalkan.” Wah, komentar keras kalau ini. Hayoo, bagi yang ikhwan, diharapkan segera sadarkan diri kalian. Hihihi…(emang pingsan, kali ya?) 

Walau pun ada juga, nih, jawaban lain yang saya dapatkan dari akhwat yang lain. Katanya, “Ikhwan yang agak childish kayaknya manis, deh. Yah, walau pun nggak enak juga kalau terlalu kekanakkanakan. Pengennya itu yang bersikap dewasa, tapi juga bisa bertingkah kekanakan.” Sip, deh. Dari jawabannya ini, intinya juga mendahulukan kedewasaan. Sifat kekanak-kanakan sekadar untuk pemanis saja. Ehm, apa kayak Ansel Elgort yang maen di Baby Driver, kali ya? Oppss… nggak... nggak. Tentu saja penilaian masing-masing akhwat berbeda-beda. Tapi sebagian besar dari survey saya kepada para akhwat tentang pandangan mereka terhadap ikhwan childish menunjukkan hasil bahwa para akhwat tidak terlalu berharap kepada ikhwan yang bersifat kekanakan. Ehm, ehm.. Yang ikhwan perhatian, ya. Hush! Jail, deh..

Tapi ada benarnya juga, loh, Seharusnya, seorang ikhwan yang sudah dewasa (udah baligh) sebaiknya tidak bersikap childish atau kekanak-kanakan. Seharusnya ia sudah mampu untuk bersikap dewasa dalam pikiran dan tindakannya. Kalau mengambil kesimpulan dari hasil wawancara kepada para akhwat nih, ternyata para ikhwan seharusnya tidak bersikap kekanakan agar tidak diremehkan. Seperti yang dituturkan di atas, supaya tidak dipandang ‘ewh’, tidak bisa diandalkan, dan lain sebagainya. Buat yang ikhwan, coba direnungkan lagi, deh. Karena apa? Jadi gini, nih, dalam Islam, seorang laki-laki itu memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Nah, lalu bagaimana ia bisa menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya jika ia belum bisa bersikap dewasa? Selain bertanggung jawab atas dirinya sendiri, seorang laki-laki itu memiliki tanggungan 4 orang wanita, lho. Siapa sajakah itu? Yaitu ibunya, istrinya, anak perempuannya, dan juga saudara perempuannya. Nah, kan!

Mungkin kedengarannya memang berat sekali. Tapi kita harus ingat selalu, bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin membebankan suatu beban yang melebihi kesanggupan hamba-Nya. Maka ketika Allah Ta’ala memberikan kewajiban dan tanggung jawab yang sedemikian rupa kepada para ikhwan (lelaki), maka Dia tahu bahwa hamba-Nya dari kalangan para lelaki pasti bisa menjalankannya. Sama halnya dengan para akhwat. Para akhwat tentunya juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda juga. Betul. Namun tentunya kewajiban dan tanggung jawab yang tidak bisa dilakukan oleh para ikhwan. 

Jadi, bahwa seorang ikhwan harus meninggalkan sifat kanak-kanaknya ketika dewasa. Catet ya. Why? Karena seorang ikhwan harus bertanggung jawab atas dirinya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Coba bayangkan, deh, kalau seorang ikhwan itu sikapnya masih belum dewasa. Atau dalam hal ini kekanak-kanakan, sesuai definisi childish, misalnya ia masih manja, tidak mau disalahkan, tidak mau bertanggung jawab, cengeng, dan lain-lain. Kalo masih begitu, wah, bagaimana ia akan bertanggungjawab bagi orang lain? Sebab untuk dirinya sendiri saja, masih harus dibantu seperti anak kecil. Kebayang, kan? 

Kewajiban dan tanggung jawab seorang ikhwan

    Ketika seorang laki-laki statusnya masih memiliki ayah, maka tanggung jawab ibu dan saudara perempuannya masih dibebankan kepada ayahnya. Namun, ketika sang ayah sudah mencapai waktu tidak bisa lagi mencari nafkah, maka anak laki-lakilah yang diberi tanggungan. Begitu ia sudah menikah, maka ia juga harus bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya (terutama anak perempuannya) juga. Mengutip dari salah satu blog, ternyata kewajiban dan tanggung jawab bagi seorang laki-laki setelah menikah mencakup tujuh poin. Apa saja itu?

Pertama, menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Seseorang yang berhak menjadi pemimpin dalam keluarga adalah laki-laki. Dalam hal ini adalah suami dan ayah. Anggota keluarga, yaitu istri dan anak, harus menaati perintah sang ayah, kecuali dalam hal yang bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala.

Kedua, menjaga harga diri keluarga. Seorang ayah dan suami harus menjaga keluarganya. Dalam hal ini termasuk juga kehormatan dan harga diri keluarganya. 

Kewajiban laki-laki yang ketiga adalah memberi nafkah. Tugas memberikan nafkah kepada keluarga adalah kewajiban laki-laki. Karena itulah secara fisik laki-laki lebih unggul untuk bekerja. Perlu ditekankan, nih, memberi nafkah bukanlah beban jika dilakukan untuk menjaga harga diri keluarga. Betul, nggak? 

Keempat, seorang laki-laki yang sudah menikah tetap harus berbakti kepada orangtua. Terutama kepada ibunya. Itu juga salah satu dari kewajiban dan tanggung jawab seorang laki-laki.

Kelima, seorang laki-laki juga harus menyayangi istri dan anak-anaknya. Itu juga adalah salah satu bentuk memberikan nafkah batin bagi keluarga. Tapi perlu diingat lagi, bahwa memberi nafkah bukanlah beban jika dilakukan untuk menjaga harga diri keluarga. Mungkin makna dari kata-kata ini hanya bisa dibenarkan oleh orang-orang yang sudah merasakannya.

Keenam, seorang suami dan ayah juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ilmu agama kepada istri dan anaknya. Iya lah, karena sebenarnya ini termasuk dalam memimpin keluarga dan menjaga harga diri keluarga. 

Nah, yang ketujuh, seorang laki-laki itu harus bersikap tegas. Tuh, kan. Itu sebabnya, seorang ikhwan itu harus mulai bersikap dewasa sebelum menikah. Karena memiliki sikap tegas juga akan menjadi wibawa dari seorang suami dan ayah. Tapi, jangan sampai menjadi terlalu keras. Namun juga jangan terlalu lembek, ya. Sewajarnya seperlunya. Siap nggak,? Siap lah, ya! 

Childish? Nggak, deh!

   Lalu bagaimana jika ada ikhwan yang sudah memasuki usia remaja, tetapi masih ada sifat-sifat childish pada dirinya? Nggak usah khawatir, Childish bukan tidak bisa dihilangkan. Memang kalau itu sudah menjadi bagian dari karakter seseorang, akan lebih sulit untuk dihilangkan. Tetapi bukannya tidak bisa, loh. Asal sang ‘childish’ juga memiliki tekad yang kuat untuk berubah menjadi dewasa. Sifat-sifat childish seperti apa yang harus dihilangkan? Tentu saja sifat-sifat anak-anak yang tidak dewasa. Contohnya manja, egois, lari dari tanggung jawab, suka mengeluh dan menyalahkan orang lain, tidak tegas, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana cara menghilangkannya? Nah, berikut adalah tips agar tidak childish. 

Pertama, kita harus menentukan tujuan hidup. Yup, bener banget, Dengan memiliki tujuan hidup, kita akan merasa memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan. Tujuan hidup seorang muslim adalah untuk Allah Ta’ala, untuk Islam, dan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Seorang muslim harus memiliki ilmu untuk menentukan tujuan hidup. Karena itu menuntut ilmu adalah hal yang utama. Dalam pencarian dan proses mencapai tujuan hidup lah, seseorang akan menemukan kedewasaannya. Bagi ikhwan, berarti ia juga harus mengetahui kewajiban dan tanggung jawab yang harus ia jalankan. Beneran. Sebab, itu juga termasuk dalam proses menuju tujuan hidup seorang muslim. Setuju?

   Mungkin perlu bantuan dari orang lain. Iya? Kalo begitu jangan malu-malu untuk berteman dengan orang-orang yang terlihat memiliki sifat dewasa. Diharapkan, ketika berteman dengan orang yang demikian, itu juga bisa menjadi jalan untuk tertularnya sifat kedewasaan darinya. Oya, jangan lupa lho, sharing dengan ortumu. Terutama kalo anak laki ya dengan ayahmu. Selain itu, ini malah yang utama, mintalah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kemudahan dalam menjadi seorang muslim sejati. Ya, seorang ikhwan sejati yang bisa bersikap dewasa dan mampu menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Selain usaha, doa dan tawakkal juga penting, loh. So, jangan jadi ikhwan childish, ya! Nggak baik!