Rabu, 08 Juni 2022

Larangan Mencaci Agama Lain

 اَلحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ .  أَمَّا بَعْدُ  عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin. Takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surah At-Talaq Ayat 2 dan 3:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ

Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-Talaq: 2-3). 

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla 

Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Hal ini dapat kita lihat pada substansi ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran maupun perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan manusia di seluruh alam semesta. Dengan adanya sifat saling mengasihi maka akan tercipta kedamaian dan ketenteraman di tengah-tengah masyarakat.

Sudah maklum bagi kita sebagai warga Indonesia, tidak semua warganya menganut agama Islam. Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan, dari mulai budaya, adat istiadat, bahasa hingga agama. Dari sinilah muncul semboyan yang sudah sangat melekat pada diri kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.  
Ya! Sikap toleransilah yang menyatukan kita sehingga bisa hidup bersama di tengah-tengah keragaman manusia. Tanpa adanya sikap toleransi, mungkin kita akan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan kita. Lebih dari itu, bahkan dapat menyebabkan adanya peperangan dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat. 

Bagaimana tidak toleransi adalah nilai ajaran dari agama Islam itu sendiri, sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas ra:

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: ‘Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: ‘Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.”  (HR Bukhari)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 
Beberapa waktu lalu kita mendengar kabar mengenai seseorang yang menendang sesajen di gunung Semeru sembari menyebutkan bahwa hal tersebutlah yang menjadikan murkanya Allah sehingga azabnya turun kepada manusia. Mirisnya perilaku tersebut direkam dan videonya pun tersebar di media sosial. 

Khutbah ini tidak semata-mata ingin menyatakan bahwa menyediakan sesajen bagi roh atau penunggu tempat tertentu hukumnya adalah halal di dalam agama Islam. Tidak sama sekali. Kita mafhum sekali bahwa menyediakan sesajen dengan meyakini adanya zat selain Allah yang dapat mendatangkan manfaat atau mara bahaya merupakan sebuah kemusyrikan. Tidak ada di alam semesta ini yang dapat melakukannya kecuali Allah Tuhan semesta alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Surat Al-Ma'idah Ayat 76:
 قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا ۚ وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 

Artinya, “Katakanlah: ‘Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?’ Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Maidah: 76). 

Ayat di atas jelas sekali bahwa tidak ada yang kuasa mendatangkan manfaat maupun mudarat kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja. Akan tetapi poin yang perlu ditegaskan adalah penting sekali bagi kita untuk menghormati sesuatu yang disembah oleh agama lain. Menghormati tentu berbeda dengan meyakini. Kita harus menghormati, bukan berarti harus meyakininya. Menghormati di sini adalah tidak mencaci praktik ibadah dan sesembahan mereka. 

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla Mengenai hal ini Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-An’am ayat 108:

 وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ    

Artinya, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An'am: 108). 

Ayat di atas jelas sekali melarang kita mencaci sesuatu yang disembah penganut agama selain Islam. Prof. Muhammad Quraish Shihab, MA. menyebutkan dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini.  

“Janganlah kalian, wahai orang-orang Mukmin, mencela patung-patung yang disembah oleh orang-orang musyrik selain Allah. Hal itu akan membuat mereka marah lantaran perbuatan kalian, dengan berbalik mencela Allah akibat sikap melampaui batas dan kedunguan mereka. Seperti apa yang Kami hiasi mereka dengan rasa cinta terhadap patung-patungnya, masing-masing umat juga Kami hiasi dengan pekerjaannya sesuai kesiapannya. Kemudian, semuanya hanya akan kembali kepada Allah di hari kiamat. Dia akan memberitahu mereka hasil perbuatannya dan akan memberikan balasannya.” 

Mengenai asal mula diturunkannya ayat di atas, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan, Imam Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar, ia dari Qatadah: “Pada zaman Nabi, ada seorang muslim yang mencela sesembahan orang-orang kafir, lalu celaan tadi dibalas oleh orang kafir dengan berlebihan. Mereka mengata-ngatai dan mencemooh Allah  dengan celaan yang amat parah tanpa didasari ilmu”.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. 

Marilah kita beragama dengan bijak, dengan sikap toleransi terhadap orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Jangan sampai sikap intoleran yang kita lakukan malah memecah belah dan menghancurkan kerukunan yang sejak lama telah terjalin di antara umat beragama di tengah masyarakat kita.  

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada kita untuk melakukan tindak preventif, sebab cacian yang kita lontarkan kepada orang lain tentu akan menuai balasan cacian yang serupa atau bahkan lebih parah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggambarkan sebab akibat dari perilaku caci-mencaci dalam sabdanya:

 عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Artinya, '“Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.’ Ada seseorang bertanya, ‘Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri?” ‘Beliau bersabda, ‘Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya’.” (Muttafaqun ‘alaih).

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم  *


Tak ada yang Abadi....

 


قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan Kemudharatan dan tidak (pula) Kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap-tiap Umat mempunyai Ajal. Apabila telah datang Ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)"

(Q.S. Yunus Ayat 49)

"Kehidupan Dunia hanyalah sementara dan Kehidupan Akhirat adalah Kehidupan yang Abadi.

Tak kan selamanya raga ini mampu terus berjalan di atas muka Bumi ini. Oleh karenanya selagi Allah masih memberikan kita Anugerah sanggup Bernafas, mari kita Syukuri dengan menghembuskan  Kedamaian serta Kemanfaatan seluas luasnya yang sanggup kita perbuat. 

Bersyukur hanya akan sanggup dilakukan oleh manusia manusia yang pandai menghargai orang lain. Sebab siapa yang tidak pandai berterimakasih (Bersyukur) atas Kebaikan Manusia maka dia pun tidak akan pandai dalam Mensyukuri Nikmat Allah, karena Kebaikan orang lain yang diterima adalah bersumber dari Allah.

Semoga para Pahlawan Awak Kapal KRI Nanggala 402 yang Gugur dalam tugasnya Husnul Khotimah dan Semoga Keluarga yang ditinggalkan Mendapatkan Anugerah Kesabaran dan Keikhlasan dalam menjalani Musibah ini. 

Semoga kita yang masih Hidup mampu mengambil Pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi... Sehingga kita Dimudahkan oleh Allah untuk Bergegas mengumpulkan bekal Perjalanan Abadi"

>-Sedia Amal Sebelum Ajal-<

MENUTUPI AIB SEORANG MUSLIM


 Di akherat..

Ada orang orang yang dibuka aibnya di hadapan seluruh manusia..

Ia dipermalukan oleh Allah akibat perbuatannya..

Maka, jika kita ingin aib kita ditutupi oleh Allah di dunia dan di akherat..

Maka tutupilah aib saudaramu..

ومن ستر مسلما ستره الله في الدنيا والاخرة

“Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akherat..” 

(HR Muslim)

Saat kita berteman..

Pastilah suatu saat kita akan melihat aib dan kekurangannya..

Sebaik-baik teman adalah yang menutupi aib saudaranya..

KITA BERDOA KARENA BUTUH ALLAH

 


A'udzubillahi minasysyaithonirrajim...

Bismillahirrahmanirrahim..

Rabbish rahli shadri wayassirli amri wahlul uqdatan min lisani yafqahu qauli..

Allahumma inna nas-aluka ilman nafi'an, wa rizqon wasi'an halalan thayyiban wa amalan mutaqabbalan...

Allahumma inna na'udzubika min ilmin laa yanfa', wamin qalbin laa yakhsya', wa minnafsin laa tasyba', wa min da'watin laa yustajabulaha...

Kita tidak bosan-bosannya meminta rezeki dari Allah. Gak papa banyak, yg penting halal dan berkah?

Kenapa rezeki? Karena bisa mendekatkan diri kepada Allah.

Kenapa banyak? Karena kita ingin berbagi. Ya Allah, jangankan banyak, sikitpun saya berbagi.

Ada ibu-ibu yg puluhan tahun jual makanan yg ada gula merahnya. Sebelum meneteskan gula merah ke jualan, beliau tetaskan dulu ke tanah?

Apa jawaban beliau ketika ditanya?

"Setetes gula merah itu gak ada artinya bagi saya, tapi sangat berharga bagi semut. Bukankah semut juga makhluk Allah?"

Terdiam saye. Ade orang yg dikasih ilham seperti itu.

Alhamdulillah kate beliau, selama beliau jualan puluhan tahun gak pernah gak habis. Bukankah dengan menolong, kita akan ditolong? Itu rumusnya.

(Ada program baru, bonceng mamak-mamak kita berkendara menggunakan motor. Launching kemarin sore: "Riding Birrul Walidain." Jadi saat Sunday morning, kita bawa mamak kita jalan-jalan.)

Kemarin kita bahas persamaan dan perbedaan ujub dan sombong. Ujub dan sombong sama-sama menganggap diri lebih baik, sedangkan sombong sekaligus merendahkan orang lain.

Sombong itulah yg dilakukan oleh iblis.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗ    قَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ 

"(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”" (QS. Al-A'raf 7:12)

Al-'Ujubu itu jelek. Namun, sombong itu lebih jelek lagi. Setan itu ada 2: dari golongan jin dan manusia. Kalau setan dari golongan jin, mendengar adzan lari terkentut-kentut. Bacakan Al-Qur'an akan lari ketakutan.

Dimana-mana ada. Makanya, ketika masuk ruangan yg baru, ucapkan salam. "Assalamu'alaikum, assalamu'alaina, wa 'ala ibadillahishsholihin."

Ini ada asbabun nuzul nya. Dulu, ada suatu lembah yg dipenuhi oleh jinnya. Ketika mendengar ada suatu kafilah yg lewat, mereka lari dari manusia semuanya. Hingga manusia kemudian mengucapkan, "permisi ya wahai penghuni tempat ini". Jin yg paling belakang sempat mendengar. Lalu mengatakan ke teman-temannya, "sebentar-bentar. Manusia ini takut sama kita."

Itulah asal muasal ada sesajen dan lain-lain.

Obrolan sederhana antara jin kafir dan jin kafir. Ketika ada manusia lewat, salah satu jin bertanya ke temannya, "kenapa dia lewat gak digangguin bro?" "Bagaimana akan diganggu, dia dijaga oleh Allah."

بسم الله تو كلنا على الله، لاحول ولاقوة الا با الله العلي العظيم

SOP Beramal Sholeh ada 3:

1. Semoga diterima oleh Allah (QS 2: 127)

2. Semoga mengalir pahalanya kepada orang tua (QS 27: 19)

3. Semoga menjadi wasilah menghapus pahala di masa lalu QS 25: 70)

ان الحسنات يذهبن السيأت

"Innal hasanat, yudzhibnas sayyi-at."

Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapus keburukan-keburukan.

Maka penting berkumpul dengan orang-orang baik. Dapat memaksimalkan kebaikan, muncul ide-ide kebaikan yg baru.

SOP keluar kota dengan kendaraan, membaca doa perjalanan, doa keluar rumah, doa Nabi Nuh. Agar kita dipilihkan oleh Allah tempat transit yg baik.

Kenapa kita harus selalu berdoa kepada Allah? Karena untuk menunjukkan bahwa kita butuh Allah.

Ketika kita berdoa, Allah akan menyampaikan kepada para malaikatNya, "Wahai malaikatKu, lihatlah ada hambaKu yg menyebut-nyebut namaKu."

Tetaplah berdoa, karena kita butuh Allah untuk menjaga kita, butuh pertolongan Allah.

Jumat, 03 Juni 2022

KISAH KAUM NABI LUTH 'ALAIHISSALAM


Diutusnya Nabi Luth kepada kaum sadum

Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.

Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.

Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,

“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia, Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)

Pembangkangan yang nyata

Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar,“Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)

Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.

Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, AllahSubhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)

Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.

Kaum Yang Melampaui Batas

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.

Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.

Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.

Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.

Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)

Kesudahan Yang Buruk Bagi Kedurhakaan ,  Dan Kesudahan yang baik bagi mereka yang sabar dalam ketaatan..

Nabi Luth mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)

Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab dari Allah kepada kaumnya yang fasik itu.

Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya (kecuali istrinya yang kafir) pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.

Di malam hari, Nabi Luth  ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.

Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, lalu Allah balikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.

Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.”(Terj. Adz Dzaariyat: 37)

Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS. Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58, QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138,  QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.


Jahannam Setelah 300 KM...


 Aku mengenal seorang pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang Ialai dari mengingat Allah. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk sepanjang masa mudanya. 

Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri: 

"Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk shalat atau yang Iain."

"Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya "Dammam, 300 KM", maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan "Jahannam, 300 KM". 

Merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal itu, akan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.

Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi. Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan Iain,

mereka berkata "Dammam, 200 KM", kukatakan "Jahannam, 200 KM". Merekapun menertawakan aku, dan menyebutku gila. 

Kukatakan: "Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sesungguhnya aku melihatnya bertuliskan"Jahannam, 200 KM"." 

Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata: "Diamlah, kamu membuat kami takut." Akupun diam, dalam keadaan susah, yang diliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.

Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penujuk jalan yang ketiga. 

Mereka berkata: "Tinggal sedikit lagi " Dammam, 100 KM"." 

Kukatakan: "Demi Allah yang Maha Agung, aku melihatnya "Jahannam, 100 KM"." 

Mereka berkata: "Tinggalkanlah kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita."

Kukatakan: "Turunkan aku, aku ingin kembali,"

Mereka berkata: "Apakah engkau sudah gila?"

Kukatakan: "Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian." 

Maka merekapun menurunkanku, akupun pergi ke arah Iain dari jalan tersebut. Akupun tinggal di jalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih, dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat.

Maka kukatakan kepadanya: "Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?"

Maka dia menjawab: "Sesungguhnya aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang Ialu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya selama kehidupanku." 

Kutanyakan kepadanya:

"Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?"

Dia menjawab: "Mereka adalah sekumpulan anak- anak muda, tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat." Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. 

Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.

Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan Dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. Akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka."

Syaikh Abu Khalid al-.ladawi berkata:

"Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubat nashuha." 

Maka kukatakan: "Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? 

Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? 

Dan tahukah engkau, bahwa kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melain

kan engkaulah yang menjadi sebab pertaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan."

Na'udzu billah.

Ya Allah, jangan jadikan kami sebagai pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan dari apa saja yang terjadi di sekitar kami. Allahumma Amin."

Semoga dapat menjadi pelajaran agar kita dapat berubah tidak menunggu besok atau hari tua karena kematian selalu ada di dekat kita.


Wallahu a'lam

Dialog Ibnu Abbas Dengan Kaum Khowarij

 


Abdullah bin ‘Abbas radhiallahuanhu bercerita:

Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada Ali bin Abi Thalib ‘Wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum Khawarij’.

Ali berkata: “Aku mengkhawatirkan keselamatanmu.”

Aku berkata: “Tidak perlu khawatir.”

Aku lalu memakai pakaian (yang layak) dan menyisir rambut. Aku sampai di daerah mereka pada pertengahan hari, ketika itu mereka sedang makan. 

Mereka berkata: “marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu datang ke sini?”. 

Aku berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar dan mewakili sepupu Nabi sekaligus menantunya (maksudnya Ali bin Abi Thalib). Di tengah-tengah mereka Al Qur’an diturunkan, mereka lebih memahami makna Al Qur’an daripada kalian, dan tidak ada seorang pun dari kalian termasuk mereka (sahabat Nabi). Akan aku sampaikan perkataan mereka kepada kalian dan perkataan kalian kepada mereka”. 

Lalu sebagian mereka mendekat kepadaku...

Aku berkata: “Sampaikan kepadaku, apa alasan kalian memerangi para sahabat Rasulullah dan anak dari pamannya?”. 

“Karena 3 hal”. 

“Apa saja?”. 

“Pertama: ia telah menjadikan orang sebagai hakim dalam urusan Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40). Betapa beraninya seseorang menetapkan hukum!.” 

Aku berkata: “Ini yang pertama, lalu yang kedua?”. 

“Yang kedua: Ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ganimah. Padahal jika memang ia memerangi orang kafir maka halal tawanannya. Namun jika yang diperangi adalah orang mukmin maka tidak halal tawanannya dan tidak boleh diperangi”. 

Aku berkata: “Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”. 

Yang ketiga mereka menyampaikan perkataan yang intinya bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya kalau begitu (menurut mereka) ia adalah Amirul Kafirin. 

Aku lalu berkata: “Apakah kalian memiliki alasan lain?”. 

Mereka menjawab: “Itu sudah cukup”.
Aku (Ibnu Abbas) berkata: “Bagaimana jika aku bacakan Al-Quran dan sunnah Nabi yang membantah pendapat kalian? Apakah kalian akan rujuk (bertaubat)?”. 

Mereka berkata: “Ya”. 

“Adapun perkataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib telah menjadikan orang sebagai hakim dalam urusan Allah, aku akan membacakan Ayat dari Al-Quran yang menunjukkan kepada kalian bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam seperdelapan dari seperempat dirham. 

Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan untuk berhukum kepada manusia dalam hal ini. tidakkah kalian membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala (yang artinya): ‘Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu‘ (QS. Al Maidah: 95)”

Ini termasuk hukum yang Allah serahkan putusannya kepada manusia. Andaikan Allah mau, tentu Allah bisa saja memutuskan hukumnya. Namun Allah membolehkan berhukum kepada manusia dalam hal ini. Demi Allah aku bertanya kepada kalian, apakah putusan hukum seseorang dalam rangka mendamaikan pertikaian dan dalam menjaga darah kaum muslimin lebih baik ataukah dalam masalah daging hewan? 

Mereka menjawab: “Iya, tentu dalam perkara (pertikaian) itu lebih baik”. 
“Begitu juga dalam masalah pertikaian suami istri, Allah berfirman: “Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (penengah yang memberi putusan) dari keluarga laki-laki dan seorang penengah dari keluarga wanita” (QS. An Nisaa: 35). 

Demi Allah aku katakan kepada kalian hukum seseorang dalam melerai pertikaian dan menjaga darah kaum muslimin sungguh lebih baik daripada mendamaikan dua orang suami istri. 

Apakah alasan (pertama) ini sudah aku bantah?”

“Ya” kata mereka.
“Adapun  perkataan kalian bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak pula mengambil ganimah, aku bertanya kepada kalian, apakah kalian akan menawan ibu kalian ‘Aisyah? Apakah ia halal bagi kalian sebagaimana tawanan lain halal? 

Jika kalian katakan bahwa ia halal bagi kalian sebagaimana halalnya tawanan yang lain maka kalian telah kafir. Dan jika kalian katakan bahwa ia bukan Ibu kalian maka kalian pun telah kafir. 

Allah berfirman: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan isteri-isterinya merupakan ibu mereka (kaum mukminin)” (QS. Al Ahdzab: 6). 

Maka kalian berada di antara dua kesesatan, coba kalian cari jalan keluar darinya!

Apakah aku sudah membantah alasan kalian ini?”. 

Mereka menjawab: “Ya”.
“Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus gelar Amirul Mu’minin darinya, maka aku akan sampaikan sesuatu yang kalian ridai. Bukankah Nabi shalallahu‘alaihi wasallam pada saat perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Musyrikin, Rasulullah berkata kepada Ali, “tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”. 

Lalu kaum musyrikin berkata, “Tidak! andai kami percaya bahwa engkau Rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu”. 

Maka Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau begitu hapuslah tulisan “Rasulullah” itu wahai Ali, Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Hapus saja, wahai Ali. Dan tulislah, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”. 

Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentu lebih utama dari pada Ali. Namun beliau sendiri pernah menghapus gelar “Rasulullah”. Namun penghapus gelar tersebut tidak serta merta menghapus kenabian beliau. Apakah alasan kalian ini sudah terjawab?”. 

Mereka berkata: “Ya”.

Ibnu Abbas berkata:

“Maka 2000 orang di antara mereka bertaubat dan sisanya tetap memberontak. Mereka akhirnya terbunuh dalam kesesatan mereka oleh (para sahabat dari) kaum Muhajirin dan Anshar”.

Selesai.

#Faedah dari kisah dialog Ibnu Abbas dengan Khowarij

1. Pentingnya pemahaman yang benar dalam beragama sebelum menyalahkan orang.

2. Hendaknya kita berhati-hati dalam menafsirkan ayat atau hadist agar tidak keluar dari maksud dan makna yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya.

3. Pentingnya berilmu sebelum berkata dan berbuat.

4. Kita harus meletakkan sesuatu pada tempatnya.

5. Kesesatan terjadi karena kebodohan.

6. Agama tidak seperti hitungan matematika.

7. Perpecahan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin merupakan ujian bagi kita. Kita harus berusaha untuk menyikapinya dengan hikmah dan ilmu.