Kamis, 10 Januari 2019

KATAK DAN AIR MENDIDIH"


Tempatkan Katak ke dalam panci di atas kompor, isi dengan air dan mulai panaskan air.

Saat suhu air mulai meningkat, Katak menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu air. Katak terus menyesuaikan suhu tubuhnya dengan meningkatnya suhu air. Hanya ketika air akan mencapai titik didih, Katak tidak dapat menyesuaikan lagi. Pada titik ini, Katak memutuskan untuk melompat keluar.

Katak mencoba untuk melompat, tetapi tidak dapat melakukannya, karena telah kehilangan semua kekuatannya saat menyesuaikan diri dengan suhu air yang terus meningkat. Akhirnya Katak mati.

Apa yang membunuh katak?

Pikirkanlah!

Saya tahu banyak dari kita akan mengatakan air mendidih. Tapi sesungguhnya yang membunuh Katak adalah ketidakmampuan dirinya untuk memutuskan kapan harus MELOMPAT keluar.

Demikian juga dengan kondisi kita sekarang... 
Ketika kita harus MELOMPAT dari zona nyaman kita
Jaman menunggu nasibmu berobah
Tapi berusahalah mencari peluang agar nasibmu berubah.
Jangan menyerah dengan takdir, kenapa saya miskin, kenapa saya susah, kapan saya sukses, kapan saya berhasil

Jangan meratapi nasib dengan pertanyaan diatas, berhentilah menyesuaikan diri

Mulailah MELOMPAT mencari dan mencoba sesuatu yang baru, jangan pernah takut untuk mencoba

Lebih baik gagal karna mencoba, dari pada mati karna menunggu

Semangat!!

Semoga terinspirasi 
Dan lebih responsif terhadap peluang..

Minggu, 06 Januari 2019

MERASA TIDAK CUKUP


Pada pembahasan kali ini kita akan sedikit membahas tentang betapa pentingnya 'Merasa tidak cukup', agar kita tidak gampang puas dengan apa yang sudah ada pada diri kita. 

Loh maksudnya gimana? Bukankah kita dianjurkan untuk mensyukuri apa yang telah kita miliki dan merasa cukup atas apa yang diberikan Allah SWT? 

Apakah pertanyaan seperti itu juga ada di benak Anda saat ini? Ya, mensyukuri apa yang telah kita miliki adalah hal itu memang dianjurkan. Dan mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan juga merupakan bagian dari ajaran syariat kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman di banyak ayat dalam Al-Qur'an, "Siapa bersyukur, maka Aku tambah nikmat-Ku atasmu..."

Namun yang kami maksud 'Merasa tidak cukup' bukan pada nikmat yang telah Allah SWT berikan, melainkan pada amal yang kita perbuat. Dalam hal ini kita harus selalu merasa tidak cukup atas amal shaleh yang kita lakukan, karena memang pada dasarnya kita tidak pernah tahu apakah semua ibadah serta amal baik kita sudah cukup atau belum untuk mengantarkan kita pada Jannah yang telah dijanjikan oleh-Nya.

Maka, sekalipun kita sering bangun tahajjud, aktif dikemajlisan, selalu mendatangi kajian-kajian Islam, senantiasa membantu dan menolong yang membutuhkan, berdakwah kesana-kemari, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Jangan sekali-kali kita merasa cukup dalam urusan amal, karena ketika kita merasa cukup, merasa puas, merasa sudah aman, dan merasa punya bekal yang berlebih, bahkan kita merasa sudah menjadi orang baik dan sholeh. Ketahuilah bahwa itu adalah bisikan setan yang selalu mencari celah agar kita puas dengan amal yang sudah kita kerjakan.

Allah SWT berfirman:
"kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 17)

Itulah janji setan didepan Rabbnya yang diabadikan dalam Al-Qur'an, untuk senantiasa menyesatkan anak cucu Adam sampai hari kiamat. Dan mereka (setan) sangat bekerja keras untuk itu.

Ayat ini sekaligus mengingatkan kita akan siapa musuh kita sebenarnya, musuh yang nyata.

Maka, ketika kita berjumpa dengan orang lain, semisal ia seorang yang lebih muda dari kita, anggaplah ia lebih sedikit dosanya daripada kita. Sehingga kita merasa diri yang usianya sudah lebih dewasa ini, pastilah lebih banyak khilaf dan dosanya. Maka kita akan senantiasa memperbaiki diri dan bermohon ampunan pada-Nya.

Dan ketika kita bertemu dengan seseorang yang lebih tua daripada kita, anggaplah ia lebih banyak amal baiknya, karena ia memang telah hidup lebih lama daripada kita. Sehingga muncul perasaan 'kurang amal' pada diri kita, yang akan menjadi memotivasi kita untuk terus beramal dalam kebaikan.

Maka, hal itu akan membuat kita senantiasa mengintrospeksi diri. Sehingga kita tidak merasa diri sudah baik, yang akan mengakibatkan kita merasa cukup dengan amal yang sudah kita lakukan. Wallahu alam...

Sabtu, 05 Januari 2019

BERMUJAHADAHLAH DIJALAN ALLAH DEMI KESEJAHTERAAN YANG ABADI...


Allah SWT berfirman;

فِيهِمَا عَيْنَانِ نَضَّاخَتَانِ

"Dalam kedua-dua Syurga itu terdapat dua mata air yang terus menerus memancutkan airnya". [Surah ar-Rahman 66]

Balasan bagi orang-orang yang beriman, bertaqwa dan beramal soleh ialah syurga yang tersangat indah. Tempat yang menenangkan, mendamaikan dan membahagiakan. Tiada lagi kepenatan, kedukaan dan ujian. Hanya kegembiraan semata-mata dan selama-lamanya.

Persoalannya, bagaimana cara untuk memasuki syurga? Inilah yang perlu difikirkan, bukannya fikir tentang indah syurga semata kerana syurga memang indah dan dipenuhi nikmat. Masalahnya amal yang kita lakukan adakah indah? Layakkah kita ke syurga??

Berkata Hatim al-Asham rahimahullah: "Siapa yang berpaling daripada empat perkara dan menuju kepada empat perkara lain, maka dia akan memperolehi syurga, iaitu:

1. Meninggalkan nikmatnya tidur bagi persiapan alam kubur (sentiasa bangun ibadah malam),
2. Meninggalkan sikap sombong untuk menambah beratnya timbangan amal kebaikan,
3. Meninggalkan rehat badan untuk segera melakukan amal soleh, berjuang dan bermujahadah dijalan Allah bagi menyegera dan memudahkannya untuk melintasi jambatan (sirat) pada hari kiamat,
4. Meninggalkan kemahuan syahwat untuk melakukan ibadah dengan giat dan memperolehi syurga.

♡Memasuki syurga bukan dengan khayalan dan angan-angan. Berusahalah memperolehi rahmat dan redha Allah dengan istiqamah beramal dan berjuang menentang nafsu dan segala gangguan yang merosakkan amalan. 
Ayuh!! Jom kita sama2 berjuang dan bermujahadah dijalan Allah♡

Sabtu, 27 Oktober 2018

Perang Melawan Hoax


     Berita or cerita bohong alias hoax itu sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Nggak cuma zaman kiwari. Hanya saja, ketika internet (dan khususnya melalui media sosial) menjadi sarana efektif dan efisien untuk penyebaran informasi dan opini, hal itu dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab untuk sebarkan informasi yang tidak saja salah, tetapi masuk kategori bohong.

Hah, sejak lama? Sebagai muslim tentu saja kita wajib percaya dengan al-Quran. Silakan lihat surah al-Hujuraat ayat 6 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Adanya firman Allah Ta’ala ini, berarti menunjukkan bahwa sejak zaman dulu kita sudah diajarkan untuk waspada menerima kabar dari orang fasik, apalagi munafik dan kafir. Jelas itu wajib dicek kebenarannya. Nggak asal telan, nggak asal share. Wajib diteliti dulu. Itu artinya pula, kita jangan ikut-ikutan nyebarin tanpa tahu kebenaran berita atau cerita yang kita dapatkan dari internet atau media sosial dan sejenisnya.

Kenapa sekarang pemerintah seperti merasa darurat hoax ya? Padahal potensi hoax itu sejak mulai ada internet di Indonesia pada awal 90-an dan menjadi booming di tahun 2000-an ketika ada media sosial macam Youtube, Facebook, Twitter, lalu disusul WhatsApp, Telegram, dan lain sebagainya. Oh, mungkin karena sudah tak terkendali lagi, sehinga perlu penertiban. Atau, oh mungkin informasi yang disebar sudah mendekati taraf mengadu-domba antar golongan. Banyak kemungkinannya.

Jujur saja, sebenarnya saya sendiri mengapresiasi niat Kemenkominfo untuk perang melawan hoax dengan mendeklarasikan masyarakat anti-hoax. Tetapi saya tidak setuju jika kemudian digunakan pihak tertentu (termasuk pemerintah) untuk memberikan stigma (pemburukkan citra) bahwa yang melakukan itu adalah kaum muslimin. Bahwa kaum muslimin ada yang melakukan penyebaran hoax, kita akui. Tetapi itu kan tidak semua muslim lakukan hal itu. Malah jika mau dilihat di media sosial, umumnya penyebar hoax adalah mereka yang bukan muslim, atau setidaknya yang muslim tapi fasik, munafik, termasuk yang berpikiran dan berperilaku liberal.

Oya, dalam kamus sebenarnya hoax itu selain cerita atau berita bohong, juga diartikan memperdaya atau olokan (mengolok-olok). Nah, banyak tuh sekarang yang nyebarin kayak gituan. Apalagi menjelang Pilkada DKI bulan depan. Wuih, perang opini (termasuk sebar berita bohong) antar pendukung cagub sudah sangat dahsyat dan mengerikan.

Antara hoax dan framing
     Kamu perlu tahu istilah ini dan perbedaan di antara keduanya. Hoax jelas cerita atau berita bohong alias nggak ada faktanya. Kalo framing? Framing itu tidak berbohong, tetapi pelakunya mengambil fakta tertentu yang tidak utuh dari keseluruhan fakta yang ada kemudian ditonjolkan untuk memberi kesan tertentu kepada pemirsa atau pembaca. Ini cara media mengemas informasi. Ya, framing memang tidak berbohong, tetapi membelokkan fakta dengan cara penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi, atau gambar, hingga meniadakan informasi yang seharusnya disampaikan. Framing bertujuan untuk membingkai sebuah informasi agar lahir citra, kesan, atau makna tertentu yang diinginkan media. Berarti framing itu untuk menggiring opini pembaca sesuai pesanan si pembuat berita atau pihak tertentu yang mendanai pemberitaan tersebut.

Eh, ada contohnya nggak? Banyak. Tetapi kita akan coba berikan yang cocok sesuai kondisi saat ini. Apa tuh? Ya, berita tentang penulisan “Fitsa Hats” yang jadi bahan olok-olok. Istilah “Fitsa Hats” terdapat dalam berita acara pemeriksaan Novel Chaidir Hasan Bamukmin saat diperiksa polisi sebagai saksi pelapor kasus penodaan agama yang menjerat Ahok. Ini memang fakta. Ada. Tetapi permasalahan utama yang terkait isi berita acara pemeriksaan malah nggak dibahas sama sekali dan masyarakat jadi tidak tahu. Artinya, masyarakat disibukkan dengan urusan tak penting, sementara berita pentingnya tidak diketahui. Nah, ini framing.

Framing atau teori lainnya yang digunakan pengelola media massa memang menjadi senjata dalam medan perang opini. Di awal tahun 1980-an Ted Turner membangun CNN (Cable News Networking) sebagai kekuatan besar internasional sebagaimana kekuatan bangsa Amerika Serikat. Jaringan ini benar-benar mengudara secara internasional sehingga Ted Turner mengharamkan penggunaan istilah “luar negeri” di dalam siarannya, tak ada luar negeri bagi CNN. Edward Said juga menilai, Times telah menjadi institusi yang sangat kuat dan berfungsi sebagai kekuatan yang nyaris sebanding dengan bangsanya sendiri (AS).

Sambutan bos CNN Ted Turner terkesan arogan pada acara pemberian penghargaan tertinggi jurnalisme penyiaran tahun 1989. “Kitalah para news director, orang yang paling berkuasa di dunia, karena kita mempengaruhi publik, kita menemukan definisi news. Kita memilih news yang kita anggap perlu ditonton publik dan kita menyensor sendiri”

Begitu juga pidato Murdoch yang arogan, “teknologi komunikasi tingkat tinggi telah terbukti menjadi ancaman yang jelas bagi rezim-rezim totaliter di manapun jua. Televisi satelit dapat melampui surat kabar-surat kabar dan televisi yang dikelola negara”. Oya, Murdoch ini raja media melalui bendera News Corporation dengan anak perusahaan seperti Fox Network, Star TV, Studio 20th Century Fox, koran The Times, The Sun, televisi kabel Fox News dan Fox Sports.

Eh, kalo kamu pernah nonton film James Bond berjudul “Tomorrow Never Dies” yang dirilis tahun 1997, ada lho tokoh antagonis yang mirip dengan karakter Murdoch. Namanya Carver. Di mata para pengamat didasarkan pada karakter Murdoch dan ambisinya mengendalikan sistem informasi global. “Sekarang informasi menjadi senjata baru” kata Carver, “dan satelit menjadi arteleri yang baru. Julius Caesar memiliki legioner, Napoleon memiliki pasukan, saya memiliki divisi saya sendiri; televisi, surat kabar, majalah dan malam ini (ketika itu Carver yakin akan dapat mengontrol seluruh pasar Cina)…saya akan mejangkau lebih banyak orang dibandingkan yang dapat di jangkau orang-orang lain, kecuali Tuhan sendiri”. Wedew!

Intinya, media massa menjadi pemegang kendali arus informasi dan opini serta kebijakan pemerintah maupun pemilik kepentingan lainnya yang bisa jadi malah memperdaya masyarakat secara umum. Waspadalah!

Remaja tanpa hoax
     Bebaskan dirimu dari hoax. Berita bohong nggak ada manfaatnya. Malah rugi yang didapat. Bagi diri kita dan juga orang lain. Itu artinya, kita sama sekali nggak boleh menjadi penyebar hoax dan sejenisnya.

Lalu, apa sikap terbaik kita dalam menerima informasi? Tabayyun alias cek kebenarannya: pengecekan, pemeriksaan, dan penelitian. Kalo dapetin info dari satu sumber, kudu mau mencari sumber lain untuk masalah yang sama. Nah, berat memang. Tetapi itu jauh lebih selamat daripada kamu maen share aja. Intinya sih, tidak mudah percaya dan tidak mudah membagikan informasi yang belum diketahui kebenarannya dan sumbernya. Ok?

Nah, omong-omong tentang sikap kita sebagai muslim dalam menerima berita, sebenarnya ada yang perlu kita ketahui lho selain bahwa kabar itu akurat dan sesuai fakta, yakni keberpihakan. Sederhananya: obyektif tapi sekaligus subyektif. Obyektif itu faktanya. Sementara subyektif adalah keberpihakan kita kepada Islam, karena kita sebagai muslim. Ini harus lho. Bahwa kita benci berita hoax, iya. Tetapi keberpihakan kepada Islam wajib. Ini khususnya berita dan opini yang terkait dengan Islam dan kaum muslimin.

Gimana tuh pelaksanaannya? Begini. Ketika kamu mengetahui bertebaran berita yang memojokkan Islam dan kaum muslimin, cek terlebih dahulu. Harus obyektif. Bila benar ada berita tersebut tapi isinya tak sesuai fakta, maka kita nasihati yang menyebarkan berita itu (lebih bagus lagi nasihat ke yang bikin berita itu). Bagaimana jika benar? Misalnya, ada seorang pejabat muslim yang korupsi dan faktanya memang benar adanya. Tentu saja, kita menjelaskan kepada masyarakat bahwa Islam tidak mengajarkan hal itu. Kesalahan ada pada pelaku korupsi. Keberpihakan kita kepada Islam harus ditunjukkan. Jangan kemudian malah membenci Islam hanya karena ada oknum pejabat muslim yang korupsi. Itu nggak adil. Kamu nggak usah minder. Akui saja sebagai fakta, tetapi keberpihakan kita kepada Islam nggak boleh luntur.

Oke deh, intinya sih nggak usah percaya begitu saja dengan berita hoax. Oya, umumnya (walau tidak selalu) berita hoax itu isinya bombastis dan provokatif, tidak masuk akal, berlebihan, tidak konsisten, tidak mencantumkan sumber valid dan sejenisnya. Capek memang, karena kita jadi kerja keras mencari sumber informasi yang benar. Tetapi bukankah dulu para periwayat hadis juga adalah orang-orang yang gigih mencari kebenaran? Tirulah mereka. Sebagai contoh adalah Imam Bukhari.

Kamu tahu Imam Bukhari? Mestinya tahu, dong ya. Ya, Imam Bukhari dalam meriwayatkan hadits selalu menerapkan metode ilmiah yang sangat detail. Beliau menggunakan standar keshahihan hadits yang sangat tinggi. Dengan metode demikianlah keshahihan hadits-hadits Imam Bukhari dapat dipertanggungjawabkan.

Beliau sama sekali tidak meriwayatkan hadits kecuali ia telah menyeleksi para perawi dan benar-benar yakin akan keshahihan hadits tersebut. Imam Bukhari selalu membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkannya, menyaringnya kemudian memilah mana yang menurutnya paling shahih. Dalam sebuah riwayat Imam Bukhari mengatakan: “Aku susun kitab al-Jâmi‘ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.”

Imam Bukhari hafal ratusan ribu hadits lengkap beserta sanad dan pengetahuan para perawinya. Kendati demikian tidak semua hadits yang beliau hafal kemudian ia riwayatkan dan ia masukkan ke dalam kitabnya, melainkan ia menyeleksi dengan sangat ketat sanad dari hadits tersebut, apakah ia bersambung atau tidak. Keadaan para perawi hadits tersebut tidak luput dari pemeriksaannya, apakah ia tsiqah atau tidak. Sehingga ketika ia mendapati seorang perawi yang diragukan kejujurannya, ia pun meninggalkan hadits tersebut untuk tidak ia riwayatkan. Adapun jika perawinya tidak jelas kapabilitasnya atau terlebih lagi jika perawinya jelas akan kebohongannya, maka dengan tidak ragu ia tinggalkan hadits tersebut. Beliau berkata, “Aku tinggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan.”

Imam Bukhari dalam perjalanannya mencari hadits telah bertemu banyak sekali para perawi hadits dan ulama. Dengan teliti ia mencatat keadaan para ulama dan perawi tersebut, untuk nantinya ia jadikan bahan pertimbangan mengenai mereka. Demi mendapatkan sebuah hadits tidak tanggung-tanggung Imam Bukhari berjalan dari satu negara ke negara yang lain, meskipun jarak antara negara-negara tersebut sangatlah jauh. Berharap mendapatkan keterangan tentang sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi, seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz dan lainnya. Beliau mengatakan, “Aku telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali Aku mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.” (sumber tulisan: pcimmesir.com).

Kalo semua kaum muslimin sehebat Imam Bukhari dalam menerima dan menyebarkan kabar (hadits), kayaknya yang bikin hoax nggak bakalan ada deh. Para penyebar hoax bakalan sepi order.
Gimana, siap jadi remaja tanpa hoax? Siap perang melawan hoax? Oya, yang pasti kita kudu siap menyebarkan kebenaran Islam hingga banyak orang tertarik dengan Islam dan mau berjuang menegakkan Islam agar diterapkan sebagai ideologi negara. Itu baru keren!

Sabtu, 20 Oktober 2018

Halalkan atau Tinggalkan!


     Ungkapan di judul ini sudah marak disebar di media sosial. Setidaknya saya temukan di akun twitter @tausiyahku pada 9 Februari 2015. Nah, baru-baru ini, muncul lagi setelah pernikahan M Alvin Faiz (putra Ustaz Arifin Ilham) dengan Larissa Chou. Di beberapa grup WhatsApp bertebaran kutipan dari Alvin lengkap dengan foto bersama istrinya, “Kebanyakan pria tak bisa memberi kepastian. Banyak yang pacaran bertahun-tahun tapi tidak jelas kapan menikah. Perempuan tidak butuh kata-kata gombal atau romantis. Mereka cuma butuh kepastian. Jika memang suka, datangi orang tuanya. Segera halalkan, tapi jika belum mampu ya tunda atau tinggalkan!”*saya nggak tahu apa benar ini kutipan dari Alvin atau dari pembuat meme tersebut dengan memanfaatkan momen pernikahan Alvin-Larissa.

Waaah, pastinya pernyataan itu bikin jleb para aktivis pacaran tuh. Beneran. Gimana nggak, mereka yang pacaran kan lebih banyak mainnya daripada serius melanjutkan ke jenjang pernikahan. Bertahun-tahun pacaran cuma runtang-runtung nggak jelas kayak truk gandengan nggak dapet orderan muatan. Jalan bareng hanya dapat capek dan dosanya. Sering ketemu tapi bertabur dosa. Alangkah ruginya. Padahal, kalo emang udah siap, nikah aja. Kalo belum siap, ya tinggalkan pacaran. Prinsip hidupnya sesimpel itu, kok. Justru yang bikin runyam adalah, udah tahu pacaran itu dosa dan banyak ruginya, masih ada dijalanin. Ya sudah, itu namanya udah tahu dosa tapi betah berbuat dosa.

Buat apa pacaran bertahun-tahun tapi nggak ada niat untuk menikah? Apalagi kemudian bikin alasan yang udah terkenal: belum dapat kerjaan dan belum mapan. Tapi anehnya, untuk nikah nggak mau en nggak siap tapi pacaran malah doyan? Ah, itu cuma alasan aja karena terdorong hawa nafsu. Hati-hati.

Pemberi harapan palsu
     Seperti umumnya para aktivis pacaran, para cowok itu sulit memberi kepastian. Kalo ada yang berani ngasih harapan, tapi sepertinya palsu. Waduh!
Oya, kamu pernah dikibulin? Sakit? Sudah pasti. Nyeri? Tentu saja. Tetapi, kenapa ada yang senang berharap meski kemungkinannya di-PHP-in? Itulah mereka yang pacaran. Padahal, sejatinya mereka yang pacaran lebih berpotensi menjadi korban pemberi harapan palsu atau menjadi pelaku pemberi harapan palsu. Waspada!

Semua orang boleh berharap. Sebab harapan menjadi sebuah pendorong dan penggerak seseorang berbuat. Lihat deh, gimana semangatnya ayah kita bekerja. Sebab, ayah punya harapan, di akhir bulan ada honor yang diterimanya dari hasil jerih payah yang dikeluarkannya. Maka, jangan heran kalo pergi pagi pulang petang bakalan dijabanin aja.
Bisa kamu perhatikan juga para pedagang yang menjual barang dagangannya. Mereka antusias dan semangat memelihara harapan. Apa harapannya? Tentu saja barang dagangannya laku diserbu pembeli. Ada harapan yang sudah disemai sejak mulai pergi dari rumah, bahkan sejak mengemas barang-barang yang akan dibawa ke pasar.

Namun, bagaimana jika harapan tak sesuai kenyataan? Misalnya saja, ayah kita meski sudah bekerja maksimal tapi malah gajinya terlambat cair gara-gara uang kantor untuk gaji karyawan digasak rampok. Atau pedagang yang jualannya nggak laku karena tak ada satupun orang yang mampir melihat dagangannya, apalagi membelinya. Bersabar adalah kuncinya. Memelihara harapan juga jalannya. Tetap seperti itu.

Lalu bagaimana dengan pacaran? Kalo saya sih sudah menduga kuat kalo pacaran cuma upaya tipu-tipu para cowok (mungkin juga ada para cewek yang begitu). Iya. Itu sebabnya, saya lebih empati kepada para muslimah nih, supaya mewaspadai para cowok sok pemberi harapan, padahal yang ditebar cuma pesona doang, sementara janjinya kosong belaka. Itu namanya pemberi harapan palsu. Janji mau nikahin kalo udah merengek-rengek minta “begituan”, giliran ceweknya udah bertekuk lutut dan menyerahkan kehormatannya, tuh cowok malah kabur dan nggak mau bertanggung jawab. Maka, buat para muslimah, berhentilah berharap kebaikan dari pacaran. Nggak ada manfaatnya. Jauhi! *ini galak banget kesannya. Iya, sebab sudah kesal kuadrat dengan para pelaku pacaran. Anehnya kok pada masih mau pacaran ya? Padahal, potensi dikibulin lebih besar, kehormatan sudah pasti ternoda karena ibarat barang tanpa segel, boleh dicoba sesuka calon pembeli yang belum tentu jadi membeli. Bener nggak?

karena pacaran itu hubungan tanpa ikatan, maka sudah tentu rawan dengan tipu-tipu dan bohong. Beneran. Buktinya, istilah PHP (walau teman saya yang programer komputer merasa risih dengan istilah ini karena itu bagian dari bahasa pemrograman untuk website) itu muncul bagi yang pacaran. Umumnya digunakan di area hubungan tanpa ikatan itu, walau kalo mau spektrumnya diperluas ya bisa juga dalam berbagai kondisi. Namun, karena kita lagi ngobrolin seputar pacaran, ya inilah yang kita bahas.

Ya, pemberi dan penerima harapan palsu yang paling rawan adalah pada aktivitas pacaran. Coba deh kamu yang pernah pacaran atau sekarang lagi pacaran, pikir-pikir deh, apa sering kamu jadi korban para pemberi harapan palsu? Misalnya nih, janji tuh cowok nggak akan pindah ke lain hati, eh, baru sebulan pacaran udah kepergok jalan bareng ama cewek lain. Sakit? Bisa jadi. Baru aja berjanji bakalan mengikat jalinan cinta sehidup-semati, baru 3 bulan udah pindah ke lain hati dengan cara mencampakkan kamu ke lembah penderitaan sebagai mantan pacar tuh cowok. Perih? So pasti. Kapok? Kayaknya belum tentu deh. Buktinya masih ada juga yang ngarep jadian lagi ama cowoknya, meski pernah nyakitin. Kok bisa ya? Mungkin karena menganggap hubungan yang pertama dirasa belum maksimal. Idih, maksimal apanya? Maksiatnya sudah jelas terus ditumpuk, mau terus nambah maksiat? *sekali-kali pake gaya Cak Lontong: “Mikir!”

Hati-hati itu penting. Tetapi bagi yang memutuskan pacaran, justru sudah menabrak kehati-hatian dan siap-siap dapetin peluang lebih besar untuk diberi harapan palsu. Gimana nggak, jalannya udah kamu buat sendiri. Misalnya nih, buat yang memutuskan pengen pacaran, biasanya gerasuk-gerusuk nggak jelas. Ada cowok atau cewek yang merhatiin kamu, langsung pikiran dan perasaan kamu konek dan menyimpulkan kalo tuh cowok or cewek suka sama kamu. Itu namanya ge-er. Siapa tahu dianya malah biasa aja. Nggak punya pikiran macem-macem. Tapi karena tahu gelagatnya kamu kayak gitu, bisa saja dia jadi pengen ngerjain kamu. Bahaya.

Oya, seringkali nih kita suka lumer di hadapan orang yang ramah dan baik. Perlu waspada sobat, siapa tahu ramah dan baik yang dilakukannya bukan dari niat tulus (lagian gimana bisa tulus kalo dilakukan dengan cara pacaran? Jangan-jangan yang dimaksud ramah adalah akronim dari rajin menjamah. Hadeuueuh….). Tetapi yang sering kejadian adalah keramahan dan kebaikan yang dilakukannya karena ada maunya. Setelah kamu merasa nyaman dengan semua kebaikan, kasih sayang, kepedulian yang diberikannya, sehingga kamu terlena dan memiliki harapan berlebih kepadanya, dia sudah menyiapkan jurus berikutnya untuk menipu kamu. Hati-hati ya!

Oya, para pemberi harapan palsu pada pinter bikin kamu kecanduan perhatian dan kasih sayang. Kudu diwaspadai kalo ngelihat model gini. Ya, namanya juga pacaran. Udah mah hubungan tanpa ikatan, maka pacaran berpotensi menebar ancaman. Parahnya, kalo kamu udah ketagihan kasih sayangnya, ketagihan perhatiannya, udah enak menjadikan dirinya sebagai tempat curhat yang nyaman, di situlah para pemberi harapan palsu menebar jebakan supaya kamu nggak ngerasa dibohongi. Bahkan kalo pun kemudian putus, kamu tetap ngarepin dia balikkan lagi sama kamu. Aneh ya? Bener-bener deh!

Nikah muda? Nggak masalah!
     Eh, bener? Iya. Nggak masalah. Walau banyak juga yang menganggap kalo nikah mudah itu bermasalah dan akhirnya dipersulit. Tapi dalam waktu yang bersamaan, pacaran dan gaul bebas malah dibiarkan.

Begitulah. Acapkali manusia suka kebalik-balik dalam menilai suatu perbuatan. Sebab, yang jadi patokan mereka dalam berbuat cuma mengandalkan perasaan dan ogah menggunakan akalnya sambil merujuk pada syariat. Walhasil, sering dibikin pusing oleh keputusannya sendiri. Nah, dalam masalah pergaulan bebas, masyarakat suka menilai bahwa baik dan buruknya suatu perbuatan hanya dilihat dari apakah perbuatan itu menguntungkan baginya secara materi atau tidak. Itu salah besar, kawan. Bener. Sebab, yang kita nggap baik, siapa tahu malah jelek dalam pandangan Allah. Dan begitupun sebaliknya. Firman Allah Ta’ala:“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS al-Baqarah [2]: 216)

Ini memang aneh bin ajaib, nikah yang memang ada syariatnya dipersulit, tapi gaul bebas malah dipermudah. Buktinya, sarana untuk gaul bebas terus diciptakan dan dipermudah aksesnya. Aduh, bagaimana ini ya?

Dipikir-pikir, mau ibadah aja kok sulitnya minta maaf (eh, biasanya kan minta ampun ya?), tapi mau maksiat malah dikasih jalan bebas hambatan. Wah, kebalik-kebalik emang. Coba aja, untuk nikah aja harus pake ngurus beragam administrasi. Mending kalo cuma ngisi formulir doang, ini pake ngisi amplop segala dengan duit pelicin urusan. Berabe kan. Padahal itu baru melangkah. Berikutnya, kita dihadang dengan peraturan pemerintah yang membatasi usia pernikahan dalam UU Perkawinan, terus juga adanya larangan nggak boleh menikah saat masih sekolah. Aduh, seabrek alasan untuk menghambat pernikahan.

Itu termasuk kendala eksternal. Selain itu, memang ada juga kendala internal, yakni belum siap mental dan belum mapan alias nggak punya biaya. Ya, inilah dilema bagi remaja. Maka jangan heran bila kemudian jalan keluar bagi remaja untuk menyalurkan naluri yang tak tertahankan itu mereka memilih melakukan seks bebas (dan umumnya diawali melalui pacaran). Kendala internal insya Allah masih bisa “diakalin” alias dicari jalan keluarnya. Tapi kalo udah kendala eksternal, ini yang rada sulit bin berabe. Sebab, itu melibatkan komponen yang lebih rumit dan sulit diajak kompromi.

Inilah salah satu produk kapitalisme, yang memang membolehkan setiap individu untuk berbuat sesukanya, sebab semuanya dijamin dengan kebebasan bertingkah laku yang ada dalam peraturan HAM. Inilah rusaknya sistem demokrasi. Inilah amburadulnya sistem kapitalisme

Menikah di usia muda nggak jadi masalah. Silakan kalo udah siap seperti yang dilakukan M Alvin Faiz dan Larissa Chou. Dukungan orang tua juga sangat diperlukan. Tapi.. kalo belum siap segalanya yang diperlukan untuk menikah, ya tunda dulu dan jangan pacaran. Jangan malah nekat pacaran dengan alasan belum siap nikah. Itu namanya memperturukan hawa nafsu. Bahaya, apalagi kalo kamu udah tahu itu dosa.

Itu sebabnya, ada nih nasihat dari ulama buat mereka yang udah tahu pacaran itu dosa tapi masih aja melakukannya. Itu sebabnya, buat orang yang model gini, perlu disentil dengan pernyataan dari Ibrahim bin Adham.

Beliau adalah seorang ulama yang zuhud dan wara', ditanya tentang firman Allah ta'ala yang artinya, “Berdoaalah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian.” (QS al-Mu’min [40]: 60). Mereka mengatakan, “kami telah berdoa kepada-Nya namun belum juga dikabulkan”. Lalu beliau menjawab, “Karena hatimu telah mati dengan sebab sepuluh perkara. Pertama, kamu telah mengenal Allah tetapi kamu tidak menunaikan hak-hak-Nya. Kedua, kamu telah membaca kitab Allah tetapi kamu tidak mengamalkannya. Ketiga, kamu mengatakan bermusuhan dengan syaitan, tetapi kenyataannya kamu setia dengannya. Keempat, kamu mengaku cinta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tetapi kamu meninggalkan sunnah-sunnah-Nya. Kelima, kamu mengaku cinta surga, namun kamu tidak melakukan amalan-amalan ahli surga. Keenam, kamu mengaku takut neraka, tetapi kamu tidak mau meninggalkan perbuatan dosa. Ketujuh, kamu mengatakan bahwa kematian itu adalah benar adanya, tetapi kamu tidak bersiap-siap untuk kematian itu. Kedelapan, kamu sibuk mencari aib orang lain sedang aibmu sendiri tidak kamu perhatikan. Kesembilan, kamu telah makan dari rizki-Nya namun kamu tidak pernah bersyukur kepada-Nya. Kesepuluh, kamu sering mengubur orang mati, tetapi kamu tidak pernah mengambil pelajaran darinya.”

Tuh, catet ya. Yuk, jauhi pacaran, halalkan segera dengan pernikahan. Kalo belum mampu menikah, perbanyak shaum, rajin ibadah, rajin belajar, tinggalkan banyak maksiat, dan jangan pernah lakukan pacaran. Titik.

Kamis, 18 Oktober 2018

SAHABAT AL-USHAIRIM RA


Pernah dengan nama tersebut?
Al-Ushairim RA berasal dari Bani Abdul Ashal Amr bin Tsabit, Madinah. Salah satu yang ikut andil dalam Perang Uhud.

Sebelumnya (sebelum perang Uhud), saat masih berada di Madinah, para sahabat Nabi SAW menawari Al-Ushairim agar masuk kepada Islam, namun Al-Ushairim menolaknya.

Maka saat perang Uhud usai, dan mereka menemukan Al-Ushairim dalam keadaan sekarat dan terluka parah dengan sebuah tombak kecil yang masih menancap ditubuhnya, para sahabat merasa bingung. Kenapa dia bisa berada di Uhud sedang  dia bukanlah termasuk dari golongan kaum muslimin?

Kemudian para sahabat bertanya kepadanya, "Apa yang telah engkau lakukan disini? Apakah karena engkau merasa kasihan kepada kaummu ( kaum Yahudi Madinah) ataukah karena kecintaan kepada Islam?"

Al-Ushairim menjawab, "Karena kecintaan kepada Islam. Aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian aku berperang bersama Rasulullah SAW hingga aku mendapatkan musibah seperti yang kalian lihat saat ini."

Setelah itu dia meninggal dunia. Mereka mengabarkan kejadian itu kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bersabda, "Dia termasuk penghuni surga."

Abu Hurairah berkata, "Padahal satu kali pun Al-Ushairim belum pernah melakukan shalat kepada Allah."

Sirah Nabawiyah_ Syaikh Syafiyyurrahman Al-mubarokhfuri
______________

Begitulah Islam, saat ia masuk kedalam hati seseorang. Maka tak ada yang bisa menghentikannya untuk berjuang atas nama Allah SWT dan Rasul-Nya.

Sekalipun Al-Ushairim baru saja berucap syahadat dan belum sempat melakukan aktivitas ibadah semisal shalat dan yang lainnya. Melainkan ia justru langsung terjun ke kancah peperangan sebagai bukti kecintaannya terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. Sehingga Nabi SAW bersabda setelah kematiannya, "Dia termasuk penghuni surga."
________

Maka ketika kita melihat sahabat, teman atau partner kerja kita belum mendapat hidayah dari Allah. Belum melakukan shalat dan lainnya, janganlah kita menghakimi ia adalah ahli neraka, lalu kita merasa lebih baik darinya.

Karena bisa jadi, di detik-detik terakhir dalam hidupnya ternyata ia termasuk  orang yang beriman kepada Allah SWT.

Sedangkan kita, yang terkadang merasa lebih baik ibadahnya, merasa lebih bagus imannya. Padahal tidak ada jaminan surga bagi kita. Tanpa disadari sudah terjangkit penyakit bangga diri, merasa diri lebih baik dari yang lain. Yang justru sipat inilah yang akan mengantarkan pelakunya ke palung neraka. Nauzubillah.

Maka, tugas kita hanya sebatas mengajak dan menyampaikan entah itu dengan lisan pun dengan tulisan. Dan senantiasa mendoakan siapapun yang kita kenal dan belum sepenuhnya dalam beragama. Mudah-mudahan mereka diberi petunjuk dan hidayah yang akan mengantarkan ia pada keridhaan Rabb-nya. Dan semoga kita juga termasuk orang-orang yang Allah jaga dengan Istiqomah dijalan-Nya. Aamiin.


Sabtu, 13 Oktober 2018

“Aku Masih Bisa”


     Jangan menyerah. Jangan berhenti. Jangan mengeluh. Sebaliknya, tanamkan dalam diri kita, “aku masih bisa!”. Dunia memang tak seindah mimpi (kecuali mimpi seram kali ya?). Tapi bukan berarti kita harus mengutuki nasib kita di dunia bila tak sesuai keinginan dan harapan kita. Jalani aja apa adanya. Sembari berusaha dan berdoa untuk menjadi lebih baik. Kesulitan hidup bukan untuk ditakuti, tapi untuk dihadapi. Kehilangan keberanian untuk hadapi hidup, justru saat itulah kita sudah kalah. Sekalah-kalahnya. Iya dong. Setiap orang yang tak berani hadapi kenyataan hidup, sejatinya sudah kalah di ronde pertama gerbang kehidupan. Kita lahir ke dunia ini sudah jadi pemenang dan tentunya Allah Ta’ala sudah memberikan kita bekal yang cukup untuk jalani kehidupan di dunia.

     Apa yang bisa dibanggakan lagi dari seseorang yang sudah kehilangan motivasi dalam hidupnya? Kehilangan harta masih bisa dicari jika motivasi alias niat untuk mencarinya masih ada. Tapi jika sudah kehilangan motivasi dalam hidup? Maka yang terjadi adalah bisa kehilangan semuanya. Tetaplah jaga niat dalam berbuat. Motivasi terbesar sebagai muslim dalam mengerjakan amal shalih dan perbuatan lainnya adalah menggapai ridho Allah Ta’ala. Itu sebabnya, cara melakukannya juga wajib sesuai yang Allah Ta’ala ridhoi. Proses itu penting setelah niat dilakukan. Sebab, akan menentukan hasilnya. Jika proses yang dijalani keliru, hasilnya juga keliru. Benar prosesnya, maka hasilnya juga benar.

Coba kita lihat bayi yang baru lahir. Ia hanya bisa menangis. Mungkin kaget. Sebab, selama di dalam rahim ibunya dia merasa tenang. Tak banyak tantangan. Allah Ta’ala siapkan tubuhnya, membuatkan ‘software’ untuk berpikir dan berperasaannya, sehingga cukup untuk jalani kehidupan di dunia di luar rahim ibunya. Begitu seorang bayi lahir ke dunia dari rahim ibunya, dimulailah babak baru kehiduan yang akan ia jalani di dunia. Belantara yang belum ia kenal. Ada baik ada buruk. Arena yang berlapis-lapis ujiannya, tantangannya, rintangannya, kesenangannya, kesedihannya dan segalanya. Manusia harus mampu menghadapi semuanya dengan penuh kehati-hatian, waspada, cukup ilmu, cukup tenaga, wawasan, kemampuan mengolah pikir dan rasa, serta pandai memanfaatkan kesempatan agar bisa selamat dari ujian tersebut dan berhasil melaluinya dengan maksimal dan menjadikannya mulia. Agar kehidupan setelah dunia pun bisa diraih dengan mendapat tempat yang layak, yakni surga.

kalo saat ini kita menghadapi berbagai macam ujian dan rintangan dalam hidup dan dakwah, jangan menyerah. Katakan bahwa “aku masih bisa!”. Jangan kalah sama bayi. Dulu kita juga pernah jadi bayi. Bayi yang normal dan sehat pasti akan tumbuh dan berkembang. Tadinya belum bisa tengkurap sendiri. Ia mencobanya. Gagal. Coba lagi. Terus begitu hingga akhirnya bisa dengan mudah tengkurap. Kemudian ia belajar untuk balik ke posisi terlentang. Gagal. Coba lagi. Terus dan begitu hingga berhasil. Selanjutnya, ketika ia merasa sudah bisa dua posisi itu, ia mencoba untuk merangkak. Proses yang sama, yakni mencoba dan gagal. Terus begitu hingga berhasil. Setelah bisa merangkak, ia akan mencoba duduk. Itu pun dengan proses yang hampir sama, trial and error. Tapi karena terus mencoba akhirnya berhasil duduk. Setelah duduk ia mencoba untuk berdiri. Ia mulai menaiki tempat yang agak tinggi. Mulai berani manjat untuk mencari pegangan agar mampu mengangkat berat tubuhnya. Meja, kursi, dan apa saja yang lebih tinggi dari tubuhnya dijabanin demi bisa berdiri. Setelah berhasil, ia mencoba melangkahkan kaki. Tapi karena ia berani untuk mengambil risiko, meskipun jatuh saat mencoba berjalan, tak segan mencoba lagi. Proses itu berulang kali dijajalnya, hingga akhirnya berhasil berjalan. Kalo udah bisa jalan, lari bukan halangan. Kadang reflek kalo udah ngerasa lancar melangkah.

Kita sudah dewasa. Kemampuan dasar kita sudah lengkap. Memang, waktu bayi juga bukan berarti kita bisa dengan sendirinya. Nggak juga. Waktu bayi kita perlu bantuan orang di sekitar kita. Kita waktu bayi dan bayi lainnya diarahkan dan dilatih untuk bisa melakukan berbagai gerakan. Aspek motoriknya dilatih sedemikian rupa hingga akhirnya bisa berbagai keterampilan. Selain itu diajarkan juga etika atau adab. Dari hari ke hari dan dari pekan ke pekan, bulan demi bulan, dan bertahun-tahun kita jalani hidup pastinya makin “mateng” dengan pengalaman. Makin banyak wawasan. Entah berapa ratus cerita yang bisa direkam dan dikenang kembali. Kita menjadi orang yang sebenarnya bisa menjalani kehidupan ini. Lengkap dengan segala risikonya.

Ya, siap menjalani kehidupan berarti berani mengambil risiko yang akan muncul dari jalan yang kita pilih. Allah Ta’ala sudah menyiapkan bahwa kita mampu melakukannya sesuai kapasitas kemampuan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Itu sebabnya, nggak ada alasan kan untuk mengeluh terus menerus? Hehehe.. kalo sekali atau dua kali mengeluh nggak apa-apa. Manusiawi kok. Tapi ingat lho, jangan keterusan. Ayo segera bangkit. Cari tahu penyebab kegagalanmu, dan temukan jalan keluar untuk mengatasinya. Kita insya Allah terlatih untuk hadapi tantangan. Tubuh kita sudah mulai kuat untuk hadapi tekanan fisik. Pikir dan rasa kita juga sudah terbiasa menghadapi kenyataan hidup: sedih-gembira; kecewa-bahagia; menang-kalah; benci-cinta; rindu-dendam; berani-takut; dan segala rasa lainnya.

Jangan menyerah dan jangan sampe mengeluh terus menerus tanpa berbuat untuk mengubah kondisi. Anak ngaji dan aktivis dakwah juga manusia. Pasti mengalami masa-masa sulit. Kekurangan materi, dijauhi orang terdekat karena kita dianggap berubah setelah ngaji, orang tua bercerai, jamaah dakwah rame-rame menolak kehadiran kita, umat menolak dakwah kita, dan seabrek masalah yang membuat kita sedih. Tapi yakinlah, kita masih bisa untuk mengatasinya. Percayalah. Selama Allah Ta’ala bersama kita, dan kita yakin Dia akan menolong, tak ada alasan untuk cemas apalagi putus asa. Alah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad [47]: 7)

Perlu kita renungkan juga adalah usia kita yang mulai beranjak dewasa, semoga juga diiringi dengan pikiran dan perasaan sebagai orang dewasa. Jangan sampe deh body-nya udah dewasa tapi pikirannya masih kayak bocah. Biasanya sih, sudah sedewasa ini kita tentunya banyak mendapat pelajaran hidup langsung. Orang tua tentu punya waktu lebih banyak merasakan asam-garam kehidupan. Tapi yang terpenting, hidup kita tetap berguna meski umur tak sampai panjang. Tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan. Banyak kok orang tua tapi pikiran dan perasaannya nggak pernah dewasa. Hidupnya masih aja kayak anak-anak. Ngumbar nafsu dan amarah tak terkendali. Sementara keimanan dan takwanya makin kendor. Lha, kacau banget kan? Tua-tua keladi tuh. Makin tua makin menjadi-jadi—jeleknya. Itu kalo dalam ungkapan bahasa Sunda, “Huntu geus ungger, tapi kalakuan angger” (gigi sih udah pada lepas, tapi kelakuan masih aja nggak berubah—jeleknya). Maksudnya udah tua tapi tetap aja nggak berubah. Umumnya orang udah tua itu salah satu tandanya giginya udah pada ompong.

Sebagai muslim, kita nggak hanya memikirkan kehidupan diri sendiri, lho. Kita juga harus memikirkan orang lain. Mulai dari orang terdekat di antara kita (keluarga dan teman), juga seluruh kaum muslimin. Memikirkan untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan menegakkan kebenaran Islam. Tentu saja, upaya untuk mewujudkannya perlu semangat, motivasi dan tujuan yang benar dan jelas agar hasil yang didapat bisa memberikan manfaat dan barokah untuk semuanya. Selain itu, dalam menegakkan kebenaran ini, kita harus ekstra sabar, Bro. Allah Ta’ala menjelaskan dalam firmamNya (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS al-Baqarah [2]: 153)

So, tetap tenang, sabar, syukur, dan terus berjuang tanpa lelah. Hadapi risiko, jangan mengeluh dan jangan menyerah. Masih bisa kok untuk bertahan dan mencari solusi. Asalkan tetap jaga niat, tetap istiqomah, dan maksimalkan ikhtiarnya serta iringi dengan doa tulus berharap keridhoan Allah Ta’ala dan kebaikan yang akan didapat agar menjadi barokah untuk semuanya. Meski ada cobaan pahit dan rintangan berat menghalang, tetaplah melaju. Lagian kenapa sih cobaan ini terasa begitu pahit? Ya, karena surga begitu manis!