Rabu, 30 Mei 2018

Baik dan buruk, menurut siapa?


Kebenaran/kebaikan itu relatif, demikian slogan yang sering disuarakan oleh para pengusung demokrasi. Kalo kebenaran memang relatif, seharusnya tidak perlu ada penegak hukum di dunia bila penganut demokrasi konsisten dengan slogan ini. 

Bayangkan saja seorang polisi yang menangkap pencuri dengan alasan merugikan orang lain dan mengganggu ketenangan umum. Bisa saja si pencuri berkilah itu kan kebenaran menurut versi polisi. Sedangkan menurutnya, kebenaran adalah mencari sesuap nasi untuk anak yang menangis di rumah karena tiga hari tidak makan. 

Maka, tidak seharusnya polisi menghukum si pencuri dong. Lha kalo begini kondisinya, bisa kacau dunia. Sehingga tidak bisa tidak, harus ada standar yang tepat dan pas bagi manusia karena satu sama lain pastilah mempunyai kemauan dan kepentingan yang berbeda-beda.

Standar tepat dan pas ini adalah hukum syara’, yakni aturan Islam. Apa yang baik menurut syara’, pasti baik untuk manusia. Biar kata seluruh dunia mengatakan bahwa berzina itu adalah hak asasi manusia, selama syara’ menyatakan haram, maka haram pula hukumnya hingga hari kiamat kelak. Berkasih sayang dengan lawan jenis akan menjadi halal bila dilakukan setelah akad nikah, bukan sebelumnya.

Intinya, yang membedakan manusia beriman dan bukan adalah standar yang dipakainya dalam beramal. Kalau sekadar mengaku muslim saja semua orang juga bisa. Kan gampang banget tuh mencantumkan status agama sebagai orang Islam di KTP. Tapi tentang lurusnya akidah dan amal? Ini yang kudu dipertanyakan bagi orang yang suka mengaku-aku muslim tapi nggak pake aturan Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya.

Penanggulangan AIDS akan jauh lebih efektif bila saja perilaku save sex mempunyai satu suara dari seluruh komponen masyarakat: yakni, “No Free Sex”. Tidak lagi ada alasan apa pun bahwa melakukan seks atau tidak itu adalah hak pribadi masing-masing. Setiap individu mempunyai kewajiban mengingatkan saudara, teman, dan sahabat untuk tidak melakukan seks sebelum menikah secara sah.

Rasulullah saw. tercinta bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)

Masyarakat kita saat ini justru cuek satu sama lain. Kalo gitu, tinggal nunggu kehancuran karena merasa bahwa kebebasan berperilaku adalah hak asasi manusia. Waduh!


Selasa, 29 Mei 2018

MUSUH TERBESAR

Hasil gambar untuk musuh terbesar

Tahukah Anda siapa musuh terbesar anda? 
Ia yang membuat anda ragu-ragu dalam melangkah, ia yang membuat anda tidak tahu harus berbuat apa, ia yang membuat anda seakan kehilangan arah, dan ia pula yang membuat anda merasa khawatir akan masa depan yang masih jauh didepan sana. 

Keberadaannya dalam hidup anda hanya akan menjadi pengganggu yang menciptakan ketakutan, kekhawatiran, ketidakpastian, dan kegundahan dalam hidup anda. Siapakah musuh terbesar ini yang berani dengan begitu lancangnya mengusik hidup anda?

Sebentar lagi Anda akan tahu siapa dia. Siapa musuh terbesar anda ini, yang senantiasa membelenggu anda dengan tali kekang sehingga membuat anda tidak bisa berbuat banyak hal dalam hidup.

Namanya adalah 'Ketidaktahuan'. Ya, musuh terbesar anda ini bernama ketidaktahuan. Ia yang menyebabkan anda tidak bisa berbuat banyak, ia yang senantiasa menanamkan rasa khawatir dalam setiap langkah anda, ia yang membuat anda ragu dalam setiap keputusan yang akan anda ambil, ia yang menciptakan bayang-bayang ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan anda dan ia pula yang menjadi sebab kegundahan pada diri anda. Saya ulang sekali lagi, namanya adalah 'ketidaktahuan'. Ialah musuh terbesar anda.

Karena disadari atau tidak, manusia adalah makhluk yang membutuhkan informasi. Ia adalah kebutuhan pokok bagi jiwa, sebab suatu keputusan yang dipilih hanya akan berdasarkan pada informasi yang telah terkumpul pada memori otak. Sedangkan ketika kita dihadapkan pada sesuatu hal dimana dalam memori kita tidak tersimpan informasi tentangnya, maka ia akan menciptakan ketidaknyamanan dalam sistem otak. Sebab otak akan bekerja keras menggali sisa memori masa lalu hingga yang sudah jauh sekalipun. Hal ini akan mengakibatkan ketegangan pada sistem syaraf.

Sehingga memori yang dicari tak kunjung ditemui, hal inilah yang menjadi sebab terciptanya ketidaknyamanan, keraguan, kegundahan, kegelisahan serta kekhawatiran akan keputusan yang akan diambil. Karena tidak adanya informasi tentang hal itu.

Misalkan, kita bukanlah seorang arsitek, tapi diminta untuk membangun sebuah gedung. Atau kita adalah seorang yang ahli dalam hal kesehatan, tapi pada suatu kesempatan yang mendadak, kita diminta untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar bisnis atau kepenulisan karena yang bersangkutan berhalangan hadir. Tanpa persiapan dan tanpa informasi apapun, maka kekhawatiranlah yang akan muncul. Keringat dingin tentunya. 

Bahkan dalam satu kesempatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pun pernah berpesan, jika kita menyerahkan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.

Semisal seorang yang berpendidikan S3 bidang ekonomi, tiba-tiba diminta untuk menjabat sebagai menteri kesehatan atau perhutanan. Apa yang akan terjadi?

Sungguh amat besar dampak dari ketidaktahuan ini. Maka, ketika anda memiliki suatu keinginan, impian dan cita-cita. Carilah informasi tentang bagaimana meraihnya, belajarlah pada yang sudah terbukti ahli di bidangnya. Sehingga perlahan anda bisa mengikis habis bahkan mampu membunuh musuh terbesar dalam diri anda, yakni ketidaktahuan.

Senin, 28 Mei 2018

Tawadhu



Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia, namun sedikit orang yang memilikinya. 
Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “kian berisi, kian merunduk”.

Memahami Tawadhu’
Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. 
Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). 

Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” 
(Fathul Bari, 11: 341)

*Keutamaan Sifat Tawadhu’*

1. Sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” 
(HR. Muslim no. 2588). 

Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  16: 142)

Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. 

Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam melakukan pekerjaan rendahan, membantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan dalam perkataannya,
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” 
(QS. Maryam: 32). 

Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.

Kedua: Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia.

Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas  pada yang lain.” 
(HR. Muslim no. 2865).

Mencontoh Sifat Tawadhu’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” 
(QS. Al Ahzab: 21)

Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih memberi salam pada anak kecil dan yang lebih rendah kedudukan di bawah beliau. Anas berkata,
“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang Anshor. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” 
(HR. Ibnu Hibban no. 459) Subhanalah … 

Ini sifat yang sungguh mulia yang jarang kita temukan saat ini. Sangat sedikit orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari dirinya. Boleh jadi orang tersebut lebih mulia di sisi Allah karena takwa yang ia miliki.

Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya. Beliau membantu istrinya. Bahkan jika sendalnya putus atau bajunya sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri. Ini beliau lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan mengurus umat.

Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” 
(HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676). 

Lihatlah beda dengan sekarang yang lebih senang menunggu istri untuk memperbaiki atau memerintahkan pembantu untuk mengerjakannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa rasa malu membantu pekerjaan istrinya. ‘Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di rumah. Lalu ‘Aisyah menjawab,
“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” 
(HR. Bukhari no. 676). 

Beda dengan sekarang yang mungkin agak sungkan membersihkan popok anak, menemani anak ketika istri sibuk di dapur, atau mungkin membantu mencuci pakaian.

Semoga kita bisa menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

Sabtu, 26 Mei 2018

KECANTIKAN

Gambar terkait

Konon, cantik itu relatif. Ia nisbi.
.
Sebakda pesona yang diambil banyak bagiannya oleh Sarah dan Khadijah, oleh Yusuf dan Muhammad ﷺ, apakah yang masih tersisa? Seseorang terlihat cantik di mata kita, setelah andil jasmani yang jadi dasaran saja, terutama justru sebab tiada persoalan antara kita dan dia.
.
Itulah mengapa orang-orang yang jatuh dalam goda biasanya dimukadimahi masalah tak terurai di rumahtangganya. Lalu yang di luar tampak lebih kemilau, hanya karena debu menutup yang dimiliki. Bahkan, bagi seorang pangeran dari kerajaan adidaya, istrinya yang muda jelita kalah memikat dari seorang janda tua.
.
Cantik itu relatif. Rumput tetangga terlihat lebih hijau seringkali disebabkan terbuat dari plastik. Cantik sejati, berpangkal dari hati.
.
Betapapun jua, mata manusia tak bisa menafikan tarikan jasadi. Tapi lagi-lagi nisbi; warna kulit, bentuk rahang, kurva hidung, ketebalan alis, kelentikan bulu mata, juga skala berbagai sudut dan lekuk; masing-masing insan punya takrifnya.
.
Uniknya, sebagian yang dianggap cantik dan menarik dalam pandangan umum kadang justru bersumberkan ketaksempurnaan. Orang yang berlesung pipit, bergigi gingsul, berdagu belah, bertahi lalat di tempat tertentu; semua 'cacat' itu bisa jadi tambahan pancaran kerupawanan.
.
Konon, para bangsawan Mataram menggunakan falsafah itu untuk mengonsep arti keindahan bagi mereka. Alih-alih membuat benda seni dari bahan mewah lagi mahal seperti emas atau gading, mereka justru memilih kayu.
.
Kayu Timoho (Kleinhovia hospita) yang banyak dipilih sebagai bahan warangka keris ini juga cantik karena cacatnya. Luka-luka yang dialami pohonnya selama hidup lah yang menyebabkannya memiliki bercak tua yang membentuk aneka pola. Pola ini disebut pelet. Ada banyak jenis pelet; yang terkenal di antaranya kendhit, nyamel, ngingrim, tulak, dhoreng, ceplok, dan sembur.
.
Kayu Cendana, Trembalo, Kemuning, Jati Gembol, hingga Pakel Alas yang juga dipakai biasanya juga dipilih dari pohon yang tumbuhnya penuh hambatan dari habitat hingga iklim. Keindahan berasal dari pohon-pohon yang bertahan hidupnya tak mudah. Pohon yang berjuang.
.
Pejuang itu pasti cantik.
.
Ada pula wewangian gaharu, yang pohonnya makin dilukai kian wangi dan kayunya pun berpola bagus. Dalam batik gagrak Yogyakarta, untuk unsur kukilanya yang mewakili "falyaqul khairan aw liyashmut", berkatalah yang baik atau diam; dipilih merak, sebab ia mewakili falsafah menampakkan kecantikan paripurna bila diganggu. Kesemua ini persis sifat 'Ibadurrahman dalam Surat Al Furqan.
.
Luka bisa menimbulkan kecantikan. Tapi kita berlindung pada Allah, agar cantik tak mengantar pada luka.
.
Tapi kecantikan bukan jaminan cepat datangnya pasangan atau langgengnya kebersamaan. Seperti #warangka kayu Timoho ini yang akhirnya dilabuhi sebilah #keris tinangguh HB VIII setelah perjalanan panjang hidupnya, bagai perahu menemukan nakhoda yang siap mengemudi, berlayar bersama menuju keridhaan Allah.

Jumat, 25 Mei 2018

LIFESTYLE PARA TRILYUNER

Hasil gambar untuk lifestyle

Kebangkitan sebuah peradaban ketika Wakaf menjadi sudah booming dimana-mana. Barat sebagai pemimpin peradaban hari ini telah melaksanakan spirit yang menyerupai wakaf. Tengok saja orang-orang terkaya di muka bumi saat ini. 

Mereka membuat produk lalu 'digratiskan' seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, berbagai marketplace dan platform digital yang kemudian dikapitalisasi. Sebagian besar keuntungannya misalnya Facebook, disalurkan untuk kepentingan sosial. Demikian juga Bill Gates dengan foundation miliknya. Benar-benar mirip dengan spirit wakaf.

Di Indonesia pun sama. Orang-orang sukses di negeri ini memiliki kemiripan satu dengan lainnya. Mereka memiliki yayasan sosial masing-masing dan sangat berdampak terlepas dari apapun agamanya.

Dari mulai grup Sampoerna dalam bidang pendidika, grup Djarum di dunia badminton, Aguan bos Agung Sedayu membantu membangun kuil Budha Tzu Chi, DAAI TV, rumah sakit serta sekolah. Tak sedikit pula uang yang di gelontorkannya. Rumah Sakit Siloam yang dibangun Grup Lippo pun menggunakan konsep wakaf produktif. Chairul Tanjung membangun yayasan dan beberapa sekolah, demikian pula Ciputra dan bahkan trilyuner yang kini menjadi wakil Gubernur DKI mas Sandiaga Uno pun menyedekahkan seluruh gajinya. Kayaknya nggak ada trilyuner yang pelit dan mereka bukan ringan tangan saat kaya, tapi dibiasakan sejak tak punya apa-apa.

Dalam sebuah atsar dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa “semua sahabat Rasulullah yang memiliki harta melakukan wakaf, tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwarisi”. 

Sebut saja misalnya Umar bin Khattab yang mewakafkan sebidang tanah miliknya di Khaibar, Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kurma Bairoha, Utsman bin Affan yang mewakafkan sumur Raumah, Ali bin Abi Thalib yang mewakafkan tanah Yanbu’, Zubair bin Awwam yang mewakafkan rumahnya, dan sahabat Rasulullah lainnya seperti Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Aisyah Ummul Mu’minin, Asma binti Abu Bakar, Saad bin Abi Waqas, Khalid bin Walid, Jabir bin Abdullah, Saad bin Ubadah, Uqbah bin Amir, dan Abdullah bin Zubair. 

Para sahabat sebagai generasi terbaik sepanjang zaman telah menjadikan wakaf bukan hanya sebagai karakter, tapi juga life style. Spirit yang mendorong mereka bukan sekadar ingin menjadi yang terbaik di dunia tapi terbaik di akhirat. Maka mereka seperti berlomba-lomba dalam berwakaf.

Saya amat meyakini, akan datang suatu masa dimana banyak orang-orang hebat berlomba-lomba mewakafkan hartanya berebut perhatian Allah. Berlomba-lomba mengerahkan segenap kemampuannya untuk menebar manfaat seluas-luasnya. Maka, ketika hal ini terjadi niscaya kebangkitan peradaban baru sudah di depan mata.

Lalu bagaimana dengan kita? Masih hanya sibuk urusi diri sendiri? Bukankah Allah yang jamin urusan kita saat kita membantu orang lain? Bukankah justru yang di sedekahkan menjadi bertumbuh dan berlipatganda? Hayuuuuk...mumpung di bulan mulia, semoga saja setiap hari kita bisa sisihkan harta kita untuk berbisnis dengan-Nya


Salam Kemakmuran bangsa!

ANUGERAH ALLAH DI BULAN RAMADHAN

Hasil gambar untuk Angrah bulan ramadhan

Betapa banyaknya karunia dan rahmat Allah di bulan Ramadhan! Betapa banyaknya kebaikan dan berkah-Nya di bulan Ramadhan. Maka dari itu, orang bahagia dan diberkahi adalah orang yang bersungguh-sungguh beramal saleh di bulan Ramadhan dan berupaya keras mendapatkan hembusan-hembusan rahmat-Nya nan agung. Sebaliknya, orang rugi adalah orang yang tidak mendapatkan bagian dari kebaikan dan berkah-Nya nan melimpah.


Dalam hadits disebutkan; “Barangsiapa menjumpai Ramadhan namun (dosa-dosa)nya tidak diampuni, maka Allah menjauhkannya dan mengusirnya (dari rahmat).”  Ulama berkata; ini karena sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan jauh lebih banyak dari pada bulan-bulan lain.

Karena itu, orang yang terhalang dari ampunan dosa-dosa pada bulan Ramadhan tidak lain disebabkan karena ia benar-benar berpaling dari Allah, dan begitu lancang terhadap Allah, sehingga ia pantas untuk dijauhkan dan diusir dari pintu Allah. Kita memohon keselamatan kepada Allah dari murka dan siksa-Nya.

Hamba-hamba Allah sekalian!

Ramadhan adalah bulan menghadap kepada Allah dan penerimaan amal, bulan tobat dan kembali kepada Allah. Maka dari itu, menghadaplah kepada Allah dengan melakukan berbagai macam ketaatan dan ibadah. Rasakanlah pengawasan-Nya dalam setiap hembusan nafas dan lintasan pikiran. Bersihkanlah diri Anda dengan air tobat dari segala kotoran dan pelanggaran.

Dalam hadits disebutkan; “Sungguh, penyeru menyerukan setiap malam Ramadhan, ‘Wahai pencari kebaikan, datanglah! Dan wahai pencari keburukan, berhentilah!”

Maka dari itu, siapa di antara Anda semua yang durhaka kepada kedua orang tuanya, berjanjilah kepada Allah di bulan ini untuk berbakti kepada keduanya, memperlakukan keduanya dengan baik, dan mencari ridhanya, karena ridha Allah bergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah bergantung pada murka kedua orang tua.

Dalam hadits qudsi disebutkan; “Barangsiapa membuat kedua orang tuanya ridha dan membuat-Ku murka, Aku ridha kepadanya. Dan siapa membuat kedua orang tuanya murka dan membuat-Ku ridha, maka Aku murka kepadanya.”
Rasulullah saw. bersabda;

مَنْ أَصْبَحَ مُطِيعًا فِي وَالِدَيْهِ أَصْبَحَ لَهُ بَابَانِ مَفْتُوحَانِ مِنَ الْجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ وَاحِدًا فَوَاحِدًا، وَمَنْ أَمْسَى عَاصِيًا لِلَّهِ فِي وَالِدَيْهِ أَصْبَحَ لَهُ بَابَانِ مَفْتُوحَانِ مِنَ النَّارِ، وَإِنْ كَانَ وَاحِدًا فَوَاحِدًا قَالَ الرَّجُلُ: وَإِنْ ظَلَمَاهُ؟ قَالَ: وَإِنْ ظَلَمَاهُ، وَإِنْ ظَلَمَاهُ، وَإِنْ ظَلَمَاهُ


Barangsiapa taat kepada kedua orang tuanya karena Allah, dibuka untuknya dua pintu surga. Dan siapa durhaka kepada Allah karena kedua orang tuanya, dibuka untuknya dua pintu neraka. Jika (ia durhaka kepada salah satu dari kedua orang tuanya), maka dibukakan untuknya satu pintu neraka.’ Seseorang bertanya, ‘Meski kedua orang tuanya berbuat zalim kepadanya, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Meski kedua orang tuanya berbuat zalim kepadanya. Meski kedua orang tuanya berbuat zalim kepadanya. Meski kedua orang tuanya berbuat zalim kepadanya’.”


Seorang anak datang kepada Rasulullah saw mengadukan ayahnya karena telah mengambil harta miliknya. Nabi Saw kemudian memanggil ayah anak itu. Ayahnya datang, dan rupanya ia seorang lelaki yang sudah tua. Nabi Saw berkata kepadanya, “Hai kamu! Anakmu mengadukanmu bahwa kau telah mengambil harta miliknya.’

Pak tua itu berkata, ‘Tolong dengarkan aku dulu, wahai Rasulullah. Dia dulu lemah sementara aku kuat, dia dulu miskin sementara aku kaya, dulu aku tidak mencegahnya mengambil sedikit pun hartaku. Tapi sekarang, aku lemah sementara dia kuat, aku miskin sementara ia kaya, dan ia ingin menghalangiku untuk mengambil hartanya.’

 Rasulullah saw menangis lalu berkata, ‘Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah pohon ataupun batu mendengar kata-kata ini, melainkan pasti menangis.’ Setelah itu beliau berkata kepada si anak, ‘Kau dan hartamu adalah milik ayahmu. Kau dan hartamu adalah milik ayahmu’.”

Kamis, 24 Mei 2018

Sungguh Durhaka Anak yg Mendoakan Orangtuanya 5x sehari

Hasil gambar untuk durhaka kepada orang tua

Saya pernah datang ke Kairo - Mesir.

Pada saat sholat Zhuhur ada kajian dari Syaikh yang mengisi kajian sambil berjualan buku.

Di akhir kajian, saya sempatkan utk membeli buku yang di jual oleh Syaikh tadi.

Judul bukunya *_"Melipat gandakan keuntungan dengan berbakti kepada orangtua."_*

Dalam satu bab di buku tersebut di bahas mengenai *Adab Kepada Orangtua*.

Dimana dikatakan bahwa ,
_"Sungguh durhaka seorang anak yang hanya mendoakan kedua orangtuanya hanya 5 kali dalam satu hari."_

Saya bingung, kenapa kita sudah mendo'akan orangtua sehari 5 kali, kok masih di bilang anak durhaka ?

Saya coba balik lagi ke masjid tempat saya membeli buku tersebut, saya tanyakan kepada pengurus kajian di masjid itu, di mana saya bisa menemui Syaikh yang kemarin memberi kajian di masjid ini.

Dan setelah saya dapatkan nomor ponselnya, saya hubungi dan kami janjian untuk bertemu di sebuah masjid yang kebetulan beliau sedang mengisi kajian juga.

Selesai kajian, saya bertemu dengan beliau, dan saya bertanya, kenapa kok seorang anak yang sudah mendo'akan kedua orangtuanya 5 kali sehari, masih di katakan anak yang durhaka?

Syaikh itu kemudian meminta kepada saya untuk membacakan do'a untuk kedua orangtua.

Dan saya bacakan do'a yang biasa saya baca setelah sholat.

_*"Rabighfirli waliwali dayya"*_

_"Stop."_, kata si Syaikh.
_"Ulangi lagi"._

_*"Rabighfirli waliwali dayya"*_
_"Stop, ulangi lagi."_

_*"Rabighfirli waliwali dayya"*_
_"Stop, ulangi lagi"._

Terus saya ulangi sampai sepuluh kali.

Kemudian si Syaikh bertanya kepada saya, _"Apakah kamu capek?"_
_"Tidak, Syaikh"_.
_"Apakah kamu sampai berkeringat?"_
_"Tidak, Syaikh"_.
_"Apakah kamu sampai mengeluarkan uang membaca do'a seperti yang kamu baca tadi?"_

Kembali saya jawab tidak

_"Kamu gak perlu mengeluarkan uang, kamu gak perlu mengeluarkan keringat, kamu gak perlu mengeluarkan tenaga yang besar hanya untuk membacakan do'a ampunan kepada kedua orangtuamu."_

_"Tapi kenapa kamu hanya bisa memintakan ampunan buat orangtuamu sehari semalam cuma 5 kali?"_

_"Padahal sejak kamu masih berada dalam perut ibumu, berapa banyak keringatnya yang sudah ibumu keluarkan karena beratnya menanggung kamu yang berada di perutnya?"_

_"Betapa sakitnya ibumu saat melahirkan kamu, berapa besar biaya yang sudah dikeluarkan kedua orangtuamu untuk membesarkan kamu?"_

_"Dan sebagai balasannya, kamu hanya bisa mendo'akan kedua orangtua mu cuma 5 kali dalam sehari semalam?"_

_"Padahal satu kali saat kamu membacakan do'a untuk kedua orangtuamu, *Rabighfirli waliwali dayya*, saat itu juga satu dosa dari orang tuamu dihapuskan ALLAH."_

_"Dan ada sebuah kisah, dimana ada seorang orangtua yang saat dia dimakamkan penuh dengan dosa, tiba-tiba, saat orangtua tersebut sedang kesusahan di alam kuburnya, ALLAH berikan keringanan dan ALLAH berikan kemuliaan."_

_"Sampai2 si ahlul kubur bingung, kenapa dia di angkat derajatnya seperti ini?"_

_"Kemudian jawab malaikat, *"Ini berkat do'a anak anak mu"*._

_Masya Allah,,,_

Sekarang, apakah kita masih berat untuk membacakan do'a untuk kedua orangtua kita sehari lebih dari 50 kali?

*_Renungkan lah_*