Jumat, 26 Agustus 2022

Kematian adalah Pintu

 


Sebuah keniscayaan dan hukum alam bahwa segala hal harus berakhir. Dalam alam ini terdapat kaidah yang mengatakan bahwa segala yang memiliki awal pasti memiliki akhir dan perpisahan adalah keniscayaan. Kaidah ini dibenarkan sendiri oleh Tuhan didalam kitab-Nya, Allah berfirman, "...Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah..." (QS: Al-Qashash 88).

Rasulullah juga bersabda mengenai kematian, sabda beliau, "cukuplah kematian sebagai penasihat".

Sekarang kematian itu sendiri. Kematian merupakan hal yang sama namun bisa memberikan kesan yang berbeda kepada orang tergantung amal ibadahnya di dunia, bagi mereka yang gemar beribadah dan tidak cinta pada dunia, kematian adalah hanya suatu pintu yang kita semua pasti melaluinya, yang melalui pintu itulah kita bisa menemui Allah dan Rasulullah sang kekasih hati. Namun berbeda dengan orang yang kafir dan fasik, kematian adalah momok yang mengerikan dan kematian merupakan kesenangan terakhir yang ada di hidup mereka sekaligus awal kesengsaraan bagi mereka.

Malaikat Maut adalah sosok Malaikat Allah yang sangat agung dan tinggi kedudukannya, dikatakan Malaikat Maut memiliki 4 wajah, satu wajah ada di depannya, satu wajah ada di kepalanya, satu wajah ada di punggungnya, dan satunya lagi ada di kakinya. Ketika ia mencabut nyawa seorang Mukmin maka ia akan menampakkan wajah yang ada di depannya dengan penampilan yang sangat elok dan menenangkan sehingga membuat ruh mukmin itu mau keluar dengan riang dan senang hati bagaikan air yang keluar dari kendi. Namun teruntuk orang yang kafir, Malaikat Maut menjelma dan menghadapkan wajah punggungnya kepada ruh dengan penampilan yang sangat mengerikan, dengan bau yang sangat busuk, dan dengan suara yang menggelegar bak merobek angkasa yang akan membuat takut ruh yang ia datangi, sehingga ruh itu menolak keluar, namun apalah daya, siapa yang mampu melawannya? Akhirnya ruhnya pun ditarik paksa layaknya kain wol basah yang diikat dipohon berduri lalu ditarik sekeras-kerasnya.

Dalam mencabut nyawanya, Malaikat Maut tidak bekerja sendirian, ia selalu ditemani oleh dua macam malaikat, yang satu Malaikat Rahmah yang menemani Malaikat Maut saat akan mencabut nyawa seorang mukmin, dan malaikat yang kedua adalah malaikat adzab yang menemaninya ketika akan mencabut nyawa orang yang fasik atau kafir. 

Semoga Allah melindungi kita dari kematian yang buruk, dan semoga Allah memberikan kepada kita kematian yang baik dan mengakhiri hidup kita dengan yang baik-baik. Namun tidak cukup kita hanya berdoa, kita juga harus berjalan di kehidupan yang baik pula sebagai wujud ikhtiar kita untuk menggapai doa tersebut,  karena kita tidak tau kapan akan dimatikan, maka dari itu kerjakanlah kebaikan dan berdoalah untuk dicabut dalam keadaan yang baik. Ingat, nabi juga bersabda bahwa seseorang akan dimatikan atas kebiasaannya, jika ia biasa baik maka insyaallah akan mati diatas kebaikan, dan jika ia buruk, maka keburukanlah yang akan ia peroleh.

Jatuhnya Sang Hamba Shalih

 


Jika kita membuka lembaran-lembaran sejarah atau buku-buku agama, kita akan menemukan bahwasanya musuh terbesar manusia ialah Iblis atau setan, kita akan temukan bagaimana kejinya ia dalam menggoda dan mengajak kita untuk mau ikut bersamanya terbakar kepada kita, kita juga tau bagaimana permusuhannya kepada kita, namun tahukah kita sejarahnya? Tahukah kamu bahwasanya Iblis dulunya merupakan seorang hamba Allah yang paling shalih? Mari kita bahas

Iblis, memiliki nama asli Azazil dan memiliki dua nama kunyah yaitu Abu Murrah dan Abu Kardus. Azazil pada awalnya adalah seorang hamba yang sangat dekat kepada Tuhan, bahkan dikatakan bahwa ia telah beribadah selama 6000 tahun lamanya tanpa henti hingga ia mencapai martabat yang tinggi disisi Allah bahkan dikagumi oleh para Malaikat.

Keshalihan Azazil dan kedekatannya kepada Allah terbukti ketika ia terpilih menjadi salah satu pasukan yang ikut memberantas kaum Bin dan Hin bersama para malaikat padahal dirinya sendiri bukan Malaikat.

Keshalihannya ini terus menerus berjalan hingga tibalah masa dimana Allah berkata kepada para malaikat bahwasanya Dia akan membuat makhluk baru yang bernama Adam dari bangsa Manusia.

Mendengar keputusan Tuhan ini, Azazil menjadi benci sejadi-jadinya kepada Adam, ketika nyawa masih belum sampai kepada Adam, Azazil datang kepadanya dan memasuki tubuh Adam dan ia menemukan bahwa Adam adalah makhluk yang sangat bisa untuk dibelokkan dan dikontrol.

Akhirnya semua berpuncak ketika Allah mengumpulkan semua penghuni langit dan disuruhNya untuk bersujud kepada Adam, maka Azazil dengan angkuhnya menolak untuk sujud hingga akhirnya ia dikutuk dan diberi nama baru oleh Allah yaitu Iblis yang berarti "Dia yang berputus asa". Tidak hanya itu keindahan tubuhnya Allah ubah menjadi buruk rupa, semua wibawa dan kehebatannya telah Allah tanggalkan, dan seluruh ibadahnya telah Allah tolak bahkan dikutuk olehNya.

Maka dari itu wahai saudara-saudariku, jangan ikuti jalan Iblis, jangan sombong seperti dirinya, Rasulullah berkata tidak akan masuk surga siapapun yang dihatinya ada kesombongan walau sebesar biji dzarrah. Dan kebenaran hadits ini telah kita lihat dengan bagaimana diusirnya Iblis seketika ketika mulai ada kesombongan di hatinya. Juga, jikalau Iblis saja disuruh sujud sekali itupun hanya sujud penghormatan tidak mau dan akhirnya ia dikutuk sedemikian rupa, maka bagaimana dengan kita yang Allah wajibkan untuk sujud minimal 34 kali dalam sehari dan itu adalah sujud penyembahan, kira-kira seperti apa balasan bagi mereka yang meninggalkannya?

MENJAGA LISAN – JALAN SURGA DAN JALAN NERAKA

 


Saudaraku, lisan itu ibarat pisau. Dia bisa digunakan untuk perkara yang bermanfaat dan juga bisa digunakan untuk kejahatan. Pisau bisa menjadi jalan pahala dan bisa menjadi jalan dosa, tergantung siapa yang memanfaatkannya. Dari Abu Hurairah, dari Nabi, bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang Allah ridhai tanpa keseriusan yang kata tersebut menjadi sebab Allah tinggikan kedudukannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang Allah murkai tanpa keseriusan yang kata tersebut menjadi sebab terjerumus ke dalam neraka Jahannam.

(HR Bukhari)

Saudaraku, sungguh sangat berat kita menjaga lisan ini.

Lisan yang terjaga dari caci

maki, ghibah, fitnah, kata-kata kotor, kata-kata kasar, menyepelekan, dan tuduhan dusta terhadap saudara muslim yang lain.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

“Jika anak Adam masuk waktu pagi maka seluruh anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan mengatakan, “Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah mengikutimu. Jika kau istiqamah (di atas kebenaran) maka kami juga istiqamah. Jika kau melenceng (dari kebenaran) maka kami juga melenceng.”

(HR. Tirmidzi & dinilai hasan oleh Al-Albani).

Saudaraku, mohonlah pada Allah agar dimudahkan untuk menjaga lisan.


TIDAK LARI MENGAPA DIKEJAR & TIDAK HILANG MENGAPA KAWATIR ?

 


Biasanya anda berlari karena mengejar sesuatu agar tidak menjauh. Sebagaimana biasanya sesuatu bila ditinggal atau diabaikan akan hilang, sehingga anda kawatir setiap kali ketinggalan sesuatu.

Namun anehnya selama ini anda berlari mengejar rejeki, padahal untuk urusan rejeki, ia tidak pernah lari. Sebaliknya, anda menjadi gundah, lagi panik bila menyadari ada dari sebagian harta anda yang ketinggalan di suatu tempat karena anda kawatir kehilangan.

Sobat! ketahuilah sikap semacam ini sejatinya adalah kesalahan besar yang selama ini melilit diri anda.

Percayalah bahwa rejeki anda tidak akan pergi menjauh sehingga tidak ada perlu anda berlari tunggang langgang mengejarnya.

Sebaliknya rejeki anda juga tidak akan hilang dipungut orang walaupun telah ketinggalan di suatu tempat.

Cukuplah anda berusaha sewajarnya yaitu dengan tetap mengindahkan batasan dan hukum syari’at, niscaya seluruh rejeki anda pasti berhasil anda dapatkan dan nikmati.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إن الروح الأمين نفث فى روعى أنها لا تموت نفس حتى تستوفى رزقها فأجملوا فى الطلب

Sejatinya Malaikat Jibril (Ruhul Qudus) membisikkan ke dalam jiwaku bahwa tiada seorang jiwapun yang meninggal dunia hingga ia benar-benar telah

mengenyam jatah rizkinya, karena itu tempuh jalan-jalan yang baik dalam mencari rizki. (Ibnu Aii Syaibah, Al Baihaqy dan lainnya).

percayalah sobat! niscaya anda bahagia.

KEBAHAGIAAN DI AKHIRAT AKAN DI DAPAT MELALUI ISTIGHFAR…

 


Kebahagiaan di akhirat akan di dapat melalui ISTIGHFAR. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

مَن أحَبَّ أنْ تسُرَّه صحيفتُه فلْيُكثِرْ فيها مِن الاستغفارِ

“Barangsiapa yang ingin berbahagia ketika melihat lembaran catatan amalnya, maka perbanyaklah ISTIGHFAR”

(HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath, 1/256, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no, 5955).

Allah Ta’ala berfirman

“فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً”

Artinya: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu” (QS. Nuh: 10-12)

Ayat di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa di antara buah istighfar: turunnya hujan, lancarnya rizki, banyaknya keturunan, suburnya kebun serta mengalirnya sungai.

Karenanya, dikisahkan dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada al-Hasan al-Bashri rohimahullah tentang lamanya paceklik, maka beliaupun berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”.

Kemudian datang lagi orang yang mengadu tentang kemiskinan, beliaupun memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang meminta agar didoakan punya anak, al-Hasan menimpali, “Beristighfarlah kepada Allah”.

Ar-Rabi’ bin Shabih yang kebetulan hadir di situ bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar ?”.

Maka al-Hasan al-Bashri rohimahullah pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”.

KIAT SEDERHANA IKHLAS BERAMAL…

 


Anda merasa susah untuk ikhlas dalam beramal ?

Tenang sobat, menurut penuturan Imam Ibnu Taimiyyah,

ikhlas itu akan mudah anda lakukan bila anda telah memutus semua harapan anda kepada sesama makhluq dan hanya menggantungkan harapan anda kepada Allah Ta’ala pemilik segala sesuatu dan yang kuasa melakukan segala sesuatu, inilah hakekat dari zuhud yang benar.

Bila anda telah memupus semua harapan anda kepada semua makhluq dan hanya tersisa harapan kepada Allah Ta’ala alias benar-benar telah zuhud, maka ikhlas itu menjadi mudah.

Dan untuk bisa zuhud maka anda harus memupuk subur ketakwaan anda dengan menjalankan segala perintah dan meninggalkan segala larangan. Setiap perintah yang anda jalankan dan setiap larangan yang anda tinggalkan pasti menghantarkan anda kepada ketakwaan. (Majmu’ Fatawa 1/94)

Karena itu untuk bisa ikhlas, teruslah berbuat, dan beramal kebajikan dan terus berjuang meninggalkan kemaksiatan. Dengan izin Allah suatu saat anda akan ikhlas.

Selamat mencoba, semoga dimudahkan dan berhasil.

Rabu, 17 Agustus 2022

Keluarga, Tempat yang Menyenangkan dan Menenangkan

 




Seluruh umat muslim ketika hendak mewujudkan sebuah keluarga tentu menginginkan keluarga yang penuh dengan ketenangan dan ketenteraman. 

Oleh karena itu, sejak memulainya dengan akad nikah hingga menjalani kehidupan pernikahan harus selalu berusaha menjaga seluruh aturan Allah Swt. berjalan di dalam kehidupan rumah tangganya. 

Di sinilah pentingnya pasangan suami istri untuk memahami hakikat kehidupan pernikahan adalah kehidupan persahabatan antara suami dan istri, memahami tujuan pernikahan, serta memahami peran dan tugas masing-masing dalam kehidupan pernikahan. 

Dan yang penting lagi adalah menjalani peran dan tugas tersebut dengan ikhlas. Juga jangan lupa untuk senantiasa berkomunikasi dengan baik dan saling menasihati agar berpijak pada ketentuan syarak sehingga biduk rumah tangga bisa berjalan dengan penuh keberkahan dan ketenteraman. 

Esensinya memang keluarga adalah tempat yang penuh ketenteraman bagi seluruh anggota keluarga. Keluarga, Tempat yang Menyenangkan Sekaligus Menenangkan Siapa pun akan mengakui bahwa perjalanan pernikahan memang bukan hal yang mudah untuk dilalui, penuh onak, dan duri. Akan tetapi, harus pula dipahami bahwa pernikahan bukan hal yang perlu dikhawatirkan sehingga takut untuk menempuhnya. 

Dalam perjalanannya bisa jadi memang penuh dengan derai air mata, akan tetapi bukan melulu air mata kesedihan, tetapi di dalamnya bisa jadi lebih banyak air mata bahagia. 

Bagaimanapun, setiap aktivitas yang kita lakukan tentu saja akan ada konsekuensinya. Hanya saja, dengan bekal keyakinan yang kuat, bertujuan untuk menjalankan syariat-Nya, serta dengan banyak doa yang dipanjatkan, kita semua berusaha untuk menapaki kehidupan pernikahan ini dengan penuh tanggung jawab dan tawakal sehingga akan bisa sampai pada tujuannya, yaitu tercapainya sakinah, mawaddah war-rahmah. 

Dengan adanya pernikahan yang kemudian di dalamnya dilahirkan anak-anak yang saleh dan salihah, maka akan terbentuk sebuah keluarga. Ketika keluarga ini menjalankan biduk rumah tangganya sesuai dengan aturan Sang Maha Pencipta, maka terwujudnya keluarga yang menyenangkan dan penuh ketenteraman merupakan hal yang niscaya. Karena Allah Swt. telah menjelaskan hal ini dalam QS Ar-Rum ayat 21,

 وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ 

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Ketika naluri nau’ ini muncul, misalnya ada ketertarikan terhadap lawan jenis, maka menuntut untuk dipenuhi. Dan jika tidak dipenuhi, akan mengakibatkan kegelisahan. 

Sebaliknya, jika dipenuhi sesuai dengan tuntunan syariat Islam, akan diperoleh kebahagiaan dan ketenteraman. 

Tidak diragukan lagi bahwa menikah, jika sesuai dengan tuntunan syariat Islam, akan terwujud ketenangan, ketenteraman, serta kasih sayang. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa keluarga adalah tempat yang menenangkan sekaligus menyenangkan atau memberikan kebahagiaan bagi anggota keluarga. 

Lalu, bagaimana kita berupaya untuk merealisasikannya dalam kehidupan, apa yang bisa kita lakukan saat ini? 

Mewujudkan Keluarga yang Menyenangkan dan Penuh ketenangan 

Sakinah atau ketenteraman, kebahagiaan, dan keutuhan keluarga dapat dijaga dan terpelihara dengan baik, jika semua pihak–yaitu ayah, ibu, dan anak-anak–atau semua anggota keluarga berkomitmen untuk memperkuat ketahanan keluarga.  

Ada setidaknya enam hal yang bisa diwujudkan oleh pasangan suami istri dan juga seluruh anggota keluarga untuk menjaga sakinah dalam keluarga. 

Pertama, menguatkan kembali pondasi dasar, motivasi, dan cita-cita dalam membangun rumah tangga.  

Pondasi dasar dari pernikahan adalah akidah Islam, bukan manfaat ataupun kepentingan. Hal ini harus dijaga sepenuh jiwa oleh pasangan suami istri. 

Demikian halnya cita-cita yang ingin diwujudkan bersama pasangan harus terus dikuatkan sehingga akan membawa bahtera rumah tangga berlayar menuju pulau harapan, yaitu menuju keluarga sakinah mawadah warahmah yang terjauhkan dari kekerasan, kekasaran, sikap sewenang-wenang, dan kehancuran. Menjaga cita-cita pernikahan akan menghindarkan anggota keluarga, termasuk pasangan suami istri, dari penyimpangan. 

Di dalam keluarga akan tampak suasana saling memberi, menerima, memahami, membutuhkan satu sama lain.  

Selain itu juga masing-masing anggota keluarga saling memaafkan, saling mengalah, menguatkan dalam kebaikan, saling mencintai, dan saling merindukan. Semua ini harus terinternalisasikan dan diupayakan pencapaiannya oleh seluruh anggota keluarga. 

Sedangkan, motivasi dan tujuan berumah tangga yang benar merupakan pondasi untuk membangun kehidupan rumah tangga yang kukuh. Dalam hal ini, Islam menetapkan bahwa motivasi seseorang melangsungkan kehidupan suami istri adalah untuk melaksanakan salah satu dari bentuk ibadah kita kepada Allah Swt..  


Halal/haram dijadikan landasan dalam berbuat, bukan hawa nafsu. Di sinilah pentingnya anggota keluarga untuk menguatkan pemahaman tentang fungsi dan kedudukan masing-masing dalam keluarga dan berupaya semaksimal mungkin menjalankannya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. 

Adapun berbagai pembagian peran dan fungsi yang ada di dalamnya serta berbagai implikasi pembagian hak dan kewajiban di antara anggota keluarga, dapat dipahami sebagai bentuk keadilan dan kesempurnaan yang diberikan Islam untuk merealisasikan tujuan-tujuan duniawi dan ukhrawi yang mulia ini.  

Tidak ada peran dan fungsi yang satu lebih tinggi dari yang lainnya.  

Ketika seluruh peran ini dapat difungsikan dengan baik sesuai dengan syariat Islam, sekaligus menjadikannya sebagai pijakan ketika menghadapi masalah, maka keberkahan dan ketenteraman akan senantiasa tercurah bagi keluarga kita. Amin. 

Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah halal demi menghidupi keluarga dan anak-anaknya tentu menjadi pahala dan amal ibadah sendiri dalam keluarga. 

Begitupun seorang ibu yang mengurus dan merawat rumah suaminya, mengasuh anak-anaknya, serta mendidik anak-anaknya bersama-sama menjadi ladang ibadah dan amal saleh tersendiri.  

Ladang ibadah dan amal saleh hanya akan bisa dilakukan secara kondusif oleh keluarga yang terjaga rasa cinta, sayang, dan penuh dengan ketulusan dalam menjalankannya. 

Ketiga, membangun persahabatan yang erat dengan pasangan dalam suka dan duka,karena kehidupan pernikahan adalah kehidupan persahabatan antara seorang suami dan istrinya.  

Suami menjadi sahabat bagi istrinya dan istri menjadi sahabat bagi suaminya secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. 

Sebagaimana layaknya sahabat, keduanya harus saling memberi masukan, mengingatkan, menasihati, dan berdiskusi ketika menghadapi masalah. Dengan kehidupan persahabatan ini, Allah telah menjadikan pernikahan sebagai tempat ketenteraman dan ketenangan bagi pasangan suami istri 

Keempat, muasyirah bil makruf atau menjalin pergaulan yang baik dengan pasangan merupakan hal penting dalam menjaga ketenangan dalam keluarga. 

Allah telah memerintahkan agar suami bergaul dengan istrinya dengan cara yang makruf, sebagaimana layaknya seorang sahabat secara sempurna. 

Inilah yang Rasulullah lakukan terhadap istri-istrinya. Memberikan hak-haknya, nafkah dan mahar baginya, tidak bermuka masam di hadapan istrinya, dan tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain. Firman Allah, 

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا “ … Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisaa’: 19)  

Yang dimaksud dengan menggauli dengan cara yang patut/baik adalah akhlak yang baik, lembut, bicara pelan dan tidak kasar, serta mengakui kesalahan dan kekhilafan yang semua orang pasti pernah melakukannya.  

Kelima, menjalin komunikasi dan relasi yang harmonis di dalam rumah tangga. Kehidupan pernikahan tidak selalu berjalan mulus, kadang diterpa cobaan. Cobaan yang datang setelah pernikahan merupakan ujian yang harus dihadapi dengan kematangan sikap dan kematangan berpikir oleh anggota keluarga. Idealnya, harus dihadapi dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih, selalu berprasangka positif, serta dengan komunikasi yang baik. 

Komunikasi menjadi kunci utama dalam sebuah pernikahan yang akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya. Komunikasi merupakan jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi, pasangan lebih bisa menentukan langkah ke depan menuju kebahagiaan yang diinginkan, insyaallah.  

Khatimah  

Demikianlah, keluarga adalah tempat yang menyenangkan dan akan memberikan ketenangan bagi anggotanya. Hal ini harus diupayakan oleh setiap keluarga mulim. Hanya saja, ketenangan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hanya bisa diraih dalam keluarga yang menerapkan aturan Islam secara kafah.  

Setiap pasangan suami istri harus memiliki komitmen untuk melaksanakan dan memenuhi hak-hak pasangan dan anggota keluarga yang telah ditetapkan Islam. Seorang suami akan menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, demikian pula seorang istri akan menjalankan kewajiban dan menuntut hak dengan baik.  

Pernikahan sebagai sesuatu yang bernilai ibadah merupakan hal yang niscaya. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap pasangan untuk melanggengkan sebuah ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga agar selalu terikat dengan hukum Allah Swt.  

agar kekukuhan dan ketenangannya tetap terjaga. Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]
Halaman : 1 2 3