Sabtu, 10 Maret 2018

KETIKA SALDO REKENING MENJADI TUHAN



Lebih dari 1400 tahun yang lalu, ketika pasukan Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkan kota Makkah, terjadi sebuah peristiwa besar dalam sejarah, saat dikeluarkan dan dihancurkannya berhala-berhala patung dengan hina dari dalam Ka’bah. Kaum musyrikin Makkah adalah kaum yang mengakui bahwa Tuhan mereka adalah Allah, namun Allah bukanlah satu-satunya bagi mereka, mereka memiliki sesembahan lain dalam bentuk berhala-berhala patung dengan beragam nama.

Pada berhala-berhala itulah mereka bersandar, memohon dan menggantungkan harapan. Berhala-berhala itu yang mereka yakini bisa mencukupi kebutuhan mereka, memudahkan urusan mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka. Peristiwa penyucian ka’bah dan penghancuran berhala saat penaklukan kota Makkah itu menegaskan bahwa tiada satupun kecuali Allah yang bisa mencukupkan, memudahkan, dan menghilangkan kesusahan. Dialah satu-satunya dan hanya satu-satunya. Allahu Ahad.

Namun kini, berhala patung itu ber-‘metamorfosa’, berubah bentuk, bisa dalam bentuk keris, jimat, batu akik, kertas, atau bentuk lainnya. Bahkan ternyata, berhala tersebut bisa berubah dalam bentuk saldo rekening. Ya, berhala tersebut berubah menjadi sangat halus dan samar-samar dalam bentuk gaji, profit usaha, tunjangan, jatah bulanan, proyek, atau sejenisnya. Secara tampak mungkin kita tidak menyembahnya, namun ‘Tuhan Saldo Rekening’ tersebut tertanam dalam hati, terasa tenang dan damai ketika saldo sedang menumpuk, terasa gelisah dan khawatir ketika saldo menipis.

Ketika saldo rekening jadi Tuhan, merasa aman dengan saldo yang banyak, dan merasa takut dengan saldo yang sedikit. Keyakinan di hati bahwa saldo rekening itulah yang bisa mencukupi, memudahkan, dan menyelesaikan masalah, menyekutukan Allah dengan sangat halus, naudzubillah, satu hal yang mesti kita renungkan bersama. Lebih yakin dengan apa yang kita miliki daripada dengan apa yang Allah janjikan. Padahal, sudah terlalu banyak contoh, bahwa sebanyak apapun saldo yang kita miliki tidak akan bisa mencukupi jika memang Allah tak mencukupkan, begitupun sebaliknya.

Enggan bersedekah, berat berderma, tak mau berbagi, susah berzakat, adalah beberapa indikasi bahwa saldo rekening sudah menjadi Tuhan bagi kita. Tak lagi bergantung sepenuhnya kepada Allah, melainkan bergantung pada jumlah tabungan. Berpikir bahwa uang lah yang bisa memberangkatkan kita umroh atau haji, uang lah yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan, uang lah yang bisa membuat kita memiliki ini – itu, uang lah yang bisa mewujudkan segala hajat, uang lah yang bisa mencukupi biaya pendidikan anak, uang lah yang bisa membahagiakan, dan seterusnya. Berubah lah sila pertama bangsa ini, bukan lagi KeTuhanan Yang Maha Esa, menjadi Ke‘uang’an yang maha esa, atau ‘saldo rekening yang maha esa’.


Milikilah uang yang banyak untuk bisa memberi manfaat yang lebih besar, menabunglah, berhematlah, itu diperbolehkan bahkan dianjurkan, namun sekali-kali jangan sampai menggeser Allah di hati. Karena bukan itu, Demi Allah bukan itu yang bisa membuat kita cukup, maka letakkanlah itu semua di tangan, jangan sampai masuk ke hati sampai kapanpun. Keberadaannya tak membuat kita merasa aman, ketiadaannya tak membuat kita khawatir, karena jaminan hanya ada dalam genggaman Allah subhanahu wa ta’ala.

Rabu, 07 Maret 2018

HARUSNYA GAK AKURAT!



Ada satu pelajaran yang selalu saya ingat dari salah seorang guru.
Pada suatu waktu ia bertanya kepada saya,

‘Berapa penghasilanmu setiap bulan?’
Dalam hati saya bergumam, betapa tidak sopannya bertanya tentang penghasilan, tapi karena rasa hormat saya kepada beliau, maka mau tidak mau saya jawab.

‘sekian rupiah guru’
Beliau kembali bertanya, ‘apakah hitunganmu selalu akurat setiap bulannya sejumlah itu?’

Saya jawab, ‘iya guru…’
Lalu beliau menanggapi jawaban saya dengan pernyataan yang sungguh menginspirasi,
‘Itu artinya kamu belum cukup taat, karena kalau kamu taat seharusnya hitunganmu tidak akurat, pasti kamu akan banyak dikejutkan dengan rezeki dari jalan yang tak terduga, dari jalan yang tidak disangka-sangka”

Sungguh kalimat yang singkat, padat, dan menggugah.
Bahwa masalah rezeki, sangat berhubungan erat dengan rule of the game Pemilik langit dan bumi. Orang yang berupaya taat adalah mereka yang rezekinya datang dari arah yang tak disangka-sangka, unpredictable, karena memang pekerjaan atau usaha kita bukanlah satu-satunya jalan rezeki, rezeki tak hanya dibatasi dengan lembar laporan gaji, Allah subhanahu wa ta’ala punya berjuta jalan untuk mengantarkan rezeki yang telah ditetapkan bagi kita.

Merugilah orang-orang yang beranggapan bahwa pekerjaan dan usahanya adalah satu-satunya jalan agar diri tercukupi. Mengutip kalimat yang luar biasa dari Dr.Fadhl Ilahi dalam Mafatihur Rizq, bahwa; siapa-siapa yang dikayakan oleh Allah yang Maha Kaya maka ia tidak akan disentuh oleh kemiskinan selama-lamanya, siapa-siapa yang tangannya dipenuhi rezeki oleh Allah yang Maha Memberi Rezeki maka ia tidak akan pernah pailit selamanya, begitupun sebaliknya.

Lagi-lagi, ini adalah soal kelapangan atau kesempitan, soal kecukupan atau ketidak cukupan, bukan sekadar tentang ‘jumlah angka’, berapa banyak diantara kita yang selalu terasa kurang meski diatas kertas tertera jumlah yang seharusnya berlebih, karena memang kita memahami bahwa rezeki pada hakikatnya tidaklah sebatas angka-angka, Allah mendatangkan karunia dari mana pun yang Dia suka dan dalam bentuk apa pun yang dikehendakiNya.
Wallahualam.

Senin, 05 Maret 2018

Sama, antara Kenalmu dan Takutmu Pada-Nya


Seperti ditampar, ketika tadi siang di kelas, sang guru (Syaikh Nashir Al-Umriy) menasehatkan pada diri: “Ilmu itu bukanlah seperti ucapan yang tersampaikan berulang kali (seperti kaset) tapi ilmu itu di sisi Allah adalah yang membuatmu menambah takut pada-Nya”.
“Lho kenapa ngerasa ditampar? Biasa aja tuh, sudah lumrah makin tambah ilmu makin takut.”
“iya, itu teorinya kawan. Coba cek hati, ini soal rasa bukan sekedar teori.”

Saya ingin sampaikan hal yang satu ini, karena diantara kita sering berbicara tentang-Nya, dengan ilmu dan kefahaman yang kita dapat. Terkadang sebagai seorang ustadz, dai, aktivis, trainer atau siapapun anda. Bahkan saking seringnya materi disampaikan berulang bagaikan kaset yang terputar di setiap perjumpaan. Mengalir tanpa kendala, tanpa beban, menguap tanpa energi, bahkan tanpa bertambahnya rasa takut padaNya.

Jujur, ini bukan nasehat untuk siapa-siapa kawan, ini lecutan jiwa untuk diri, yang masih sering lalai dan jarang diilhamkan kesadaran tentang diri. Yang diingatkan oleh-Nya dari ibroh dan kejadian sekecil apapun di jeda hidup kita. Semoga Allah ridho dan membimbing kita selalu bisa memaknai setiap derap langkah menuju-Nya.

Mari kita fahami kawan, Takut pada-Nya dan Berharap pada-Nya dengan sepenuh Cinta bagai dua sayap yang tidak bisa mengepak sendirian. Seperti burung yang terbang, ia butuh sayap, inilah dua sayap kita untuk menujuNya. Sayap pertama adalah Takut (Al-Khoufu) dan sayap kedua adalah Berharap sepenuh cinta (Ar-Roja wal Hubb) Takut atas murka-Nya dan berharap dengan sepenuh Cinta atas Kasih Sayang-Nya. Jika hanya satu sayap saja, takkan mampu kita untuk terbang bahkan bisa meninggi dalam menuju-Nya.

“ Nah, gimana menghadirkan rasa seperti itu?”
Inilah yang sering kita renungi bersama, hadirkan hati bahwa Allah menatapmu, dan tersenyum melihat hadirnya dirimu walau dengan segunung beban masalah dan dengan dosa seluas samudra. Mungkin Allah murka, marah dan tak lagi mau melihat gumpalan noktah yang terus menghitam. Sementara ada secercah harapan, keinginan dan cita-cita...
“Ah, mana mungkin Allah akan menerima diri sekotor ini?”
“Gak pantas aku berkumpul bersama kawan-kawan yang soleh.., terlalu kelam hidup ini untuk bisa diampuni-Nya” 
“Aku jatuh bangun Ya Allah untuk menggapai Cinta-Mu tapi mengapa dosa ini selalu saja bertambah?”

Ssssst..!, cukup kawan!.
Jika hatimu sudah tergerakkan untuk ke ALLAH saja, itu sebenarnya adalah hadiah. Anugerah dan ilham. Bukankah hati ini juga dalam Genggaman-Nya, dalam Kuasa-Nya, itu maknanya Allah SWT ingin menegaskan dalam diri bahwa sebesar apapun dosamu, Allah akan menunggu engkau benar-benar mau kembali Pada-Nya, merengkuhi ampunan-Nya selama nafas ini masih belum meninggalkan jasad, dan selama sang mentari muncul dari ufuk Barat. Tatkala Allah mencipta para makhluk, dan menggoreskan ketetapanNya untukmu dengan pesan ini ...

“Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan murka-Ku.” 
[HR. Bukhari no. 6855 & HR. Muslim no. 2751 dari Abu Hurairah RA].

Artinya apa?, Allah tetap sayang, tetap cinta, dengan tanpa sebab apapun... sekali lagi tanpa butuh jasa, sebab dan pengorbanan hamba-Nya. Karena sifat dzatiyahNya, sudah memng begitunya Allah. [Lihat Kitab Fathul Bari]. Mungkin Allah sudah jengkel melihat tingkah polah kita, melihat mbelingnya kita, berkali-kali lalai dari meniti di jalan-Nya... terkadang terjerembab terjungkal untuk bisa jadi baik, untuk tetap bisa sholeh (memperbaiki diri) apalagi muslih (bisa memperbaiki orang lain)... atau masih plin-plan dengan janji-janji setia kita padaNya.., masih termasuk mudzab dzabiina baina dzaalik (lihat An-Nisa ya ayat 143) ... tapi jika masih diberi ilham untuk balik ke Allah... kembalilah ...pulanglah.. yakini atas ke-Murahan dan Cinta-Nya walau mungkin (bisa jadi) sekejab lagi hendak mengadzabmu disini.

Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah menjadikan rahmat (Kasih SayangNya) itu seratus bagian, lalu menahan di sisi-Nya 99 bagian dan menurunkan (hanya) satu saja bagiannya ke bumi. Dari satu bagian inilah seluruh makhluk saling berkasih sayang, sampai-sampai seekor kuda mengangkat kakinya karena takut menginjak sang anaknya.” 
 [HR. Bukhari 5541 dan Muslim 2752].

Takut pada-Nya dengan balutan sepenuh Cinta. Begitulah pesannya.
“Terus, apa hubungannya dengan pesan di atas ya? He he.”
Begini..., dari samudra Cinta-Nya itu.., dan kemurahan-Nya itu. Bukan berarti kita tidak eling lan waspodo (hati-hati dan selalu ingat), tapi semakin dekat.. semakin tahu.. semakin kenal... mestinya semakin takut hanya pada-Nya. Seperti dua sayap tadi kawan. Dua-duanya harus jalan. Seperti ilmu padi kata guru kita dulu. Makin berisi makin menunduk, makin berilmu makin tawadhu’, makin tambah waro’ (hati-hati) dan makin takut pada Rabbnya. Sebab, Nabi SAW pernah mengingatkan tentang orang yang pertama kali dilempar kedalam neraka adalah orang yang berilmu!. Berilmu tersebab ingin populer, dihormati, disanjung, dicukupi makhluk, disebut sebagai alim ... [Hadits Muslim dari Abu Hurairah RA tentang 3 orang yang diseret ke neraka].

Yaa Rabb selamatkan kami Yaa Rabb.
So, kenalmu adalah takutmu pada-Nya. Makin kenal makin nambah khouf (takutnya), takut dan ga mau jauh-jauh lagi dari-Nya, takut kehilangan cinta pada-Nya, takut melanggar aturanNya baik di saat sendirian maupun bersama kawan atau saat lapang maupun sempit, takut menentang syari’atNya, takut mendzalimi saudaranya, takut kalau gak diakui hamba-Nya, tidak diakui-Nya sebagai orang yang tidak membela agama-Nya disaat agama ini dinistakan, takut jangan-jangan Allah ga ridho, takut jika kelak tidak diakui dan diterima amal-amalnya.., dan takut jika dilemparkan ke neraka-Nya...

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata begini kawan, “ Sejatinya setiap orang yang menghadirkan rasa takutnya pada Allah maka dialah orang yang (disebut) ‘Alim. Karena tidaklah selalu disebut alim jika dia tidak takut pada-Nya.” [Majmu’ fatawa 7/539, Tafsir Al-Baidhowi (4/418), Kitab Fathul Qodir (4/494)].
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Bukanlah disebut orang alim (berilmu) itu tersebab banyaknya ia berujar dan menyebut, tetapi disebut alim itu kerana banyaknya rasa takut.”

“Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada macam warnya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” [QS. Fathir (350: 28].

Kawan, mari cek kembali hati kita, diri ini.., agar tidak seperti kebanyakan diantara manusia, atau bahkan binatang melata.., karena pembedanya adalah bertambahnya ilmu dan kefahaman sekaligus bertambahnya rasa takut kita (hanya) pada-Nya.

>>> Yang takut hanya pada-Nya ia akan dihilangkan rasa takut pada selain-Nya, dan barangsiapa yang takut kehilangan selain-Nya maka bersiaplah untuk kehilangan-Nya ...<<<<

Minggu, 04 Maret 2018

"Keringnya hati"

Image result for Keringnya hati

Beberapa hari yang lalu ada seorang sahabat yang bertanya, mas kenapa ya belakangan ini hati seperti kosong dan hampa??

Padahal bila dilihat dalam hal dunia sahabat saya ini tidak kekurangan..

Adakah yang saat ini merasakan hal yang sama?

Semoga tulisan sederhana ini bisa membuat kita merasa lebih dekat NYA.. Khususnya untuk yang menulis ini. Aamiin

Teringat dengan pesan ibn Atha'illah, yang membuat hati ini kosong dan hampa karena bisa jadi hati ini sudah terlalu jauh dari Robb nya.. Sibuk mengejar dunia namun lupa dengan yang punya dunia..

"Tanpa sadar seringkali kita Menuhankan DUNIA"

Coba yuk sama-sama renungkan, apa saat ini yang kita rasakan seperti ini :
Sibuk memikirkan masalahnya daripada nikmat Nya
Sibuk mengeluhnya dari pada merasa syukurnya
Sibuk usahanya tanpa diimbangi sibuk ibadahnya bahkan tidak beribadah karena kesibukannya..
Hati ini tanpa disadari telah dilalaikan dunia..

Kalau bahasanya mas Sonny Abi Kim sahabat sekaligus guru buat saya : " kita ini sering memikirkan hidup enak, tapi lupa memikirkan mati yang enak". Kalimat yang sederhana namun jlebb banget..

Kuncinya adalah manut lagi dengan aturan main dari yang membuat semuanya, hidup gundah, gelisa bahkan sering kecewa karena kita seringkali membuat aturan sendiri dalam hidup ini..

Allah SWT berfirman:

اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّا اللّٰهَ  ۗ  اِنَّنِيْ لَـكُمْ مِّنْهُ نَذِيْرٌ وَّبَشِيْرٌ 
allaa ta'buduuu illalloh, innanii lakum min-hu naziiruw wa basyiir

"agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira dari-Nya untukmu,"
(QS. Hud 11: Ayat 2)

وَّاَنِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْۤا اِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَّتَاعًا حَسَنًا اِلٰۤى اَجَلٍ مُّسَمًّى وَّ يُؤْتِ كُلَّ ذِيْ فَضْلٍ فَضْلَهٗ   ۗ  وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنِّيْۤ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيْرٍ
wa anistaghfiruu robbakum summa tuubuuu ilaihi yumatti'kum mataa'an hasanan ilaaa ajalim musammawwa yu`ti kulla zii fadhlin fadhlah, wa in tawallau fa inniii akhoofu 'alaikum 'azaaba yauming kabiir

"dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat)."
(QS. Hud 11: Ayat 3)

Maka ketika hati dan pikiran sudah mulai di dominasi denga nafsu pencapaian dunia, sehingga waktu kita habis untuk itu semua. Bahkan ibadah sekedarnya dan secepat-cepatnya. segeralah beristighfar dan bertaubat..

Tanya kembali dalam hati :
- kita ini dari mana, sedang apa, dan mau kemana?

Jangan sampai kita salah tujuan.. Sebaiknya tujuan adalah meraih ridhoNYA dan melihat Wajah NYA..

"Bagaimana hati akan dapat disinari sedangkan gambar-gambar alam maya Melekat pada cerminnya, atau bagaimana mungkin berjalan kepada allah S.w.t sedangkan dia masih dibelenggu oleh syahwatnya, atau bagaimana Akan masuk ke hadrat allah s.w.t sedangkan dia masih belum suci dari junub Kelalaiannya, atau bagaimana mengharap untuk mengarti rahasia-rahasia Yang halus sedangkan dia belum taubat dari dosanya (kelalaian, kekeliruan Dan kesalahan)."


Ibn Atha'illah al-Iskandari

Kamis, 01 Maret 2018

Antara Nikmat dan Musibah


Suatu hari seorang kawan bercerita mengenai dua kejadian yang dianggap berbeda. yaitu nikmat dan Musibah.
Cerita diawali dengan sebuah musibah, seorang pekerja kasar - kehilangan tangan kanannya ketika bekerja menggali sebuah lokasi pemasangan instrumen listrik.
Ia bersedih dengan "Musibah" yang dialaminya, dan selalu bertanya pada tuhan, mengapa ini bisa terjadi pada dirinya. 
mengapa ia anggap itu musibah?, karena ia kehilangan sesuatu yg berharga dalam dirinya.

dicerita lain seorang karyawan mendapat pekerjaan baru dengan gajian yang lebih besar dari pekerjaan lamanya.. dia begitu bergembira dengan hal tersebut. 
Ia bergembira dengan " Nikmat" yang Allah berikan kepadanya. 
Mengapa Ia anggap itu sebuah nikmat?, Karena bertambah-lah pendapatannya.

sampai pada suatu hari, si pekerja mulai bisa menerima cacatnya, tetapi ia tidak bisa lagi bekerja sebagai pekerja kasar karena sdh tidak memiliki tangan yg lengkap, 
akhirnya ia memutuskan utk bekerja sebagai penjual pulsa - sampai beberapa waktu berikutnya ia menjadi pengusaha pulsa dan konter handphone yang sukses di daerahnya.

tidak demikian dengan si karyawan, ia ternyata terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya - sampai suatu hari anak kesayangannya terkena kasus narkoba -karena cukup dengan uang, tetapi kurang dengan pengawasan sang ayah.
ternyata tidak semua yang kita anggap musibah- adalah benar2 musibah. dan yang kita anggap nikmat - bisa jadi berujung musibah.
lalu apa yang harus dilakukan?, 
Husnudzon adalah kuncinya 
tidak ada hubungannya antara berkurangnya nikmat dengan kesedihan, dan tidak ada hubungannya bertambahnya nikmat dengan kebahagiaan.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.[22]
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri[23]," [Al Hadid :22-23]

semua sudah Allah atur untuk keselamatan dan kebaikan HambaNya, dan selalu untuk kebaikan hambaNya.
”.….. karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak .”(QS. An Nissa [4] : 19)
Jangan pernah terburu-buru menilai berkurangnya nikmat adalah keburukan - bisa jadi ia adalah proses perjalanan menuju kebaikan.
dan jangan tergesa mengambil yang terlihat nikmat, karena bisa jadi ia adalah proses menuju Keburukan dan ketidak ridho-an Allah SWT
kalau semua sudah Allah atur yang terbaik, maka jika ada kejadian apapun yang baik atau buruk - waktunya anda memilih : 
pilih sebagai NIKMAT atau MUSIBAH?

lalu apa yang bisa saya lakukan sebagai ikhtiar terbaik? - Yakinkan segala apa yang engkau ikhtiarkan membuat Allah semakin cinta, itu adalah ikhtiar terbaik.

Selasa, 27 Februari 2018

CINTA IMANI VS CINTA SYAHWATI




Bismillahirrahmanirrahim….

Lelaki sejati itu datangi Ayahnya, bukan putrinya!
Lelaki sejati itu ngajak wedding, bukan dating!
Lelaki sejati itu ngajak akad, bukan ngasih coklat!
Jangan kau terima lelaki tak punya nyali untuk bertanggung jawab!

Banyak orang membungkus nafsu dengan cinta,
Sedang calon penghuni surga melawan nafsu dengan cinta,
Walau terkadang bumi melecehkan pemulia cinta,
Walau sering bumi memuliakan peleceh cinta,
Tetaplah menjalin cinta imani, bukan cinta syahwati!

Kawanku semua, hati-hatilah dalam mencinta, bukankah di akhirat engkau akan bersama orang yang engkau cintai? Ingatlah pesan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah “Cinta akan lenyap dengan lenyapnya sebab”. Oleh karenanya, jika kau mencintai seseorang karena kecantikannya, begitu kecantikannya hilang, kau akan kehilangan cintamu kepadanya, jika karena harta, begitu hartanya hilang, hilanglah cintamu kepadanya.

Oleh karena itu jadikan sesuatu yang abadi sebagai sebab rasa cintamu, karena Allah. Akan ada hari dimana kita menyadari ternyata anak kita lebih membutuhkan ibu yang soleh dan pintar dibandingkan ibu yang cantik.

Jika ada seseorang mengajakmu salat berjamaah di awal waktu, mengajakmu ikut kajian, mengajakmu belajar Quran, bertanya kapan kau akan memakai jilbab, memberitahumu untuk tidak ghibah, khawatir saat kau berduaan dengan bukan muhrimmu, itu artinya dia sayang padamu. Cinta adalah kata kerja. Mencintai itu memberi, membaikkan, dan membahagiakan. Jika melukai, menyedihkan, menjauhkan dari Sang Pencipta, menjadikan lupa diri, itu bukan cinta. Dahulu saya berfikir, jika kita sudah memberikan semua yang kita miliki untuk orang yang kita cintai, tapi ia tidak menghargai, mungkin kitaa sedang memberikan cinta ke orang yang salah. Namun sekarang saya menyadari, mencintai itu memberi, entah kita dihargai atau tidak, dibahagiakan atau tidak, kita sudah cukup bahagia dengan memberi.

Kenapa sebaiknya pacaran setelah menikah? Karena wanita bukan untuk dicoba-coba. Ku ingin menjagamu karenanya aku menjauhimu. Kalau masih punya pacar? Katakan pada pacarmu, “Jika engkau wanita yang tertulis untukku di Lauhul Mahfud, Allah pasti kan jaga rasa kasih tetap tumbuh di hatiku dan di hatimu, tapi selama tidak ada ikatan diantara kita, jangan hiraukan perasaan itu, karena kita tidak berhak atasnya.” Allah tak pernah ingkar janji, kalau terus menjaga diri, akan mendapat pendamping yang lurus hati. Dengan cinta imani kau akan membawa sang kekasih ke surga abadi, sedang cinta syahwati akan membawamu dengannya dalam penyesalan abadi.

Betapa banyak pemuda-pemudi hebat yang kehilangan ketangguhannya karena tak mampu menjaga cinta imani dan terjebak pada cinta syahwati?

Kawan, ingatlah pesan Ibnu Qayyim , “Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.”

Cintailah seseorang yang bisa menjadi penyemangat disaat taat dan menjadi pengingat disaat maksiat.
Carilah suami yang bisa menjadi ayah yang baik, karena ayah adalah jabatan yang tak tergantikan.
Cintailah orang yang bisa menjadi imam dalam salat malammu,

Minggu, 25 Februari 2018

TOPENG KESHALIHAN

Image result for Topeng

Kawan, pernah ga kita mendengar ada sahabat yang mengatakan begini:
“Mas, saya pengen seperti mas yang sudah bisa menjadi contoh buat kawan-kawan yang ingin hijrah”. 
“Rasanya gimana sih, bisa merutinkan shalat dhuha sampe 12 rakaat padahal mas kan orangnya sibuk, kasih nasehat doong...”
“Mbak, jilbabnya besar pasti pantes deh jadi istri yang saleha idaman ikhwan...”
“Anaknya kok sudah banyak hafalannya, apa sih resepnya jadi ibu yang pandai ngajarin al-Quran?’

Atau mungkin kita terbersit ingin dinilai sebagai.. 
Orang yang sudah melaksanakan Qiyamullail tersebab kiriman pesan nasehat di ujung sepertiga malam...
Orang yang lebih istiqomah tersebab sudah bisa menjadi guru, Ustadz, trainer dan pemberi wejangan di masyarakat atau komunitas ...
Foto selfie kita di bersama ustadz atau tokoh tertentu...
Asyik dengan penilaian orang dari foto2 samara penuh bahagia di medsos bahwa kita sebagai keluarga penuh cinta..

Bisa jadi kawan..., orang lain menyangka kita ... kesalihan kita sebaik nasehat yang tersampaikan, sesalih tutur indah yang diucapkan... senyata foto selfie di momen-momen ketaatan ... setawadhu’ hamba-hamba mulia dari para ulama’ wira’i pada zamannya... padahal jika mau jujur apa yang dinilai mereka pada diri ini tidaklah seperti yang disangkakan... jauuh dari kenyataan ... Orang lain menyangka/menilai salih padahal diri ini masih berlumur maksiat ...

Dalam hidup ini, selain dzon (dugaan/sangkaan) adalah yakinnya akan kenyataan (yaqiinan dzahiriyan). Maksud saya, jika orang lain menilai/mendugasangka kita.. sekalipun itu sangkaan baik.. penilaian baik... tapi sejatinya yang tahu kenyataan sebenarnya adalah kita sendiri dan Allah tentunya...

“ Iya.., itu kan penilaian mereka, dan memang kita tidak lah seperti yang disangkakan mereka”
Iya.. tapi Yang akan menjadi Allah tidak ridha adalah... kita lebih senang dan suka dengan dzonnya mereka sekaligus di saat yang sama melupakan pada perbaikan diri atas ketidakbenaran sangkaannya..

Kawan-kawan.., berhati-hatilah dengan persangkaan orang lain, persangkaan baik (dzan) nya orang lain pada kita.
Persangkaan buruk (su’udzan) orang lain yang kenyataannya tidak sesuai pada kita, akan membuat hati tenang (sebab Allah tahu)...
Tapi Persangkaan baik (husnudzan) orang lain yang kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan diri, akan membuat diri terlena ...

Penilaian baik orang itu bisa memacu diri. Penilaian apapun dia belum tentu seperti keadaan sebenarnya, penilaian itu masih dzan (persangkaan). Yang lebih tahu adalah diri ini sendiri... Tapi jika persangkaan baik itu membuat kita menafikan yang dzohiriyah (keadaan sebenarnya) ... melupakan pada muhasabah dan perbaikan diri... melalaikan dari permintaan kita sebagai hamba untuk selalu minta tolong kepada-Nya dan berlindung dari kejelekan dan nistanya diri.. (wana’uudzubillahi min sururi anfusinaa ... wasayyiaati a’maalinaa...) sampai tertipu diri atas penilaian indah manusia... sehingga setiap hari kerjaannya hanya memoles .. memoles dan memoles topeng.. lupa dengan kesejatiannya diri...

Jika diri ini bertanya... yakin mana, antara apa yang disangkaan orang dengan kenyataan diri ini... Kemudian dari sangkaan itu kita melupakan/meninggalkan yakinnya akan kenyataan dan kekurangan diri... lebih ngikutin dan senang atas penilaian orang lain.. maka seorang ahli hikmah mengatakan inilah bentuk dari sebodoh-bodohnya manusia... inilah yang dimaksud dengan nasehat hikmah Ibnu Athailah dalam kitabnya Al-Hikam:
أجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ما عند الناس
“Sebodoh-bodohnya manusia adalah ia yang meninggalkan keyakinan yang ada padanya tersebab terbawa oleh apa yang disangkakan kebanyakan orang”.

Suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. berkata ketika orang lain mengatakan penilaian baik padanya: 
“Ya Allah, ampunilah diriku karena sesuatu yang tidak mereka ketahui dan janganlah Engkau menyiksa diriku karena apa yang mereka katakan dan jadikanlah diriku lebih baik daripada apa yang mereka sangkakan.”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Sangkaan baik itu tidak akan membahayakan orang yang memperhatikan dan memperbaiki (kenyataan) pada dirinya.”

“Ya Allah, sesungguhnya mereka tidak mengetahui diriku, sedang Engkau mengetahui diriku.”
So, teruslah bergerak kawan-kawan... 
Bergerak tiada henti... untuk memperbaiki diri, menjaga Cinta pada Allah, dan bekerja untuk-Nya ...memohon Ridho-Nya... hatta ya’tiyallaahu biamrihi (sampai Allah SWT menetapkan ketentuan terbaikNya)..

Wallaahua’lam bishawwab