Selasa, 03 April 2018

Agar Anak Melakukan Ketaatan dengan Riang

“Nak, ayo sholat!”
“Dek, makannya dihabisin lah!”
“Sayang, kamarnya diberesin!”
Bagaimana respon anak kita ketika kita menginstruksikan kalimat-kalimat di atas pada anak-anak kita? Bisa jadi sebagian anak langsung melakukannya. Sebagian lagi, mungkin tanpa perlu disuruh sudah melakukannya dengan begitu mandiri. Sebagian yang lain mungkin menjawab, “Sebentar lagi, Bun”. Atau, “Aku capek”. Tak jarang mereka justru membentak lagi memberontak, “Kenapa sih, sholat terus?”, “Umi sukanya nyuruh-nyuruh terus”. “Nggak mau. Masakan Bunda nggak enak”.
Tentunya sebagai orangtua, yang kita impikan adalah anak melakukan ketaatan tanpa kita suruh, dengan ringan. Bahkan lebih dari itu, kita ingin mereka melakukan ketaatan dengan riang bahagia. Suka beribadah, hobi beramal shalih. Namun masalahnya, menjadikan anak-anak beramal shalih dengan riang tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh ilmu, butuh pula big effort.
Bunda dan ayah, berikut tips agar anak bisa melakukan ketaatan dengan ringan dan riang ada dua;
Pertama, munculkan rasa syukur di hati anak
Jika kita memiliki teman yang setiap hari tak pernah absen memberi makanan bagi kita ataupun keluarga kita, kira-kira ketika teman kita yang super baik itu membutuhkan bantuan kita, akankah kita acuhkan atau kita tolong? Pastinya jawabannya kita akan bersegera membantu. Kenapa? karena kita merasa berterimakasih atas budi baiknya selama ini. Begitu pula ketika kita menanamkan rasa terimakasih, rasa syukur di hati anak-anak kita pada Allah yang teramat luas rahmatNya. Maka mereka akan rela mengorbankan hidupnya untuk Allah.
Sering-seringlah mengajak anak mensyukuri setiap nikmat yang diperolehnya. Nikmat memiliki rumah di saat banyak tetangga atau teman belum memiliki tempat tinggal. Syukur atas rizki makanan yang terhidang di atas meja padahal di belahan dunia lain banyak yang kelaparan. Karunia kesehatan dan anggota tubuh yang sempurna, nikmat memiliki orangtua yang lengkap dan bisa mendidik dengan layak. Rasa syukur atas nikmat ilmu sehingga faham banyak hal, bisa membedakan baik dan buruk, terutama nikmat Islam yang menjadikan hidup kita mulia dan baik ketika taat.
Sebutkan banyak nikmat yang tak terhitung lainnya. Sesekali ajak anak menjenguk kerabat di Rumah Sakit. Tanyakan pada perawat berapa banyak tabung oksigen yang dibutuhkan untuk bernafas setiap harinya dan berapa rupiah yang dibutuhkan jika harus membayar oksigen yang kita hirup setiap harinya? Jangan lupa ajak anak ketika kita berinfaq ke tetangga yang yatim atau miskin. Ajak anak melihat kondisi mereka yang tak seberuntung kita. Atau ketika mengajak anak ke agrowisata, kenalkan bagaimana baiknya Allah yang telah menurunkan hujan yang menumbuhkan makanan tanpa harus kita siram setiap ahrinya, betapa baiknya Allah yang telah memeberikan khasiat pada setiap makanan yang bermanfaat untuk manusia. Kenalkan juga firman Allah,
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18).
Ajarkan bahwa untuk mensyukuri nikmat tak cukup berkata Alhamdulillah. Namun juga wajib menjaga amanah rizki dan memanfaatkannya untuk beribadah pada Allah. Ketika mendorong anak untuk beribadah, kaitkan dengan rasa syukur atas nikmat sehat, atau nikmat memiliki rumah. Maka badan yang sehat dan rumah yang dimiliki sejatinya digunakan untuk beribadah pada Allah. Ketika anak malas bersih-bersih rumah, ajak mereka mensyukuri rezeki dari Allah berupa karunia rumah tempat kita berteduh dari panas dan hujan. Saat anak malas makan, seringlah mengulang-ulang menyebut nikmat Allah berupa makanan, berupa rahmat Allah yang meletakkan khasiat-khasiat menyehatkan pada makanan karena sifat penyayangnya pada manusia.
Kedua, dorong anak-anak beramal dengan dalil-dalil keutamaan amal
Saat akan mengajak anak untuk belajar dan membaca Alqur’an, sebutkan keutamaan-keutamaan belajar dan membaca Alquran. Saat menyuruh mereka shalat, seru mereka dengn motivasi dalil pahala shalat. Tentunya tantangannya disini adalah, orangtua harus belajar dan mengahafal dalil-dalil. Tapi bukankah memahami dalil-dalil tadi juga akan memotivasi kita sensiri untuk turut beribadah dengan ringan?
Terlebih dampak memotivasi anak menggunakan dalil Alquran dan As-Sunnah bukan sekedar agar anak beramal shalih dengan ringan, dampak positif lainnya buah hati kita akan menjadikan ‘Ridha Allah’ sebagai tujuan semua amal atau aktivitasnya.
Mengapa mendorong mereka dengan kalam Allah dan sabda Rasulullah menjadi efektif? Karena anak adalah manusia, makhluk ciptaan Allah. Allah telah mensetting akal dan hati manusia untuk menerima fitrah. Setiap manusia dibekali naluri beragama. Dimana ia merasa dirinya lemah dan ada Dzat Yang Maha Hebat, Maha Baik yang harus disembahnya dan ia wajib tunduk padaNya. Sedangkan firman Allah sendiri sudah bersifat menenangkan, menundukkan, dan menunjuki. Jangankan anak-anak difahamkan maknanya saat kita menyuruh mereka melaksanakan ketaatan. Bahkan ketika mendengar ayat-ayat suci dibacakan meski tak faham artinya saja, baik anak-anak atau orang dewasa sudah membuat hati kita tenang, naluri beragama kita ON dan siap diarahkan pada keinginan untuk tunduk dan berlari menuju ridha Allah.

Tentunya kedua tips ini harus kita lakukan dengan penuh kesabaran dan konsisten. Membentuk anak-anak menjadi shalih berbeda dengan membangun rumah. Hasilnya akan berefek panjang, maka prosesnya juga cukup panjang dan melelahkan. Apalagi mereka adalah makhluk kecil yang belum smpurna akalnya, makhluk hidup yang Allah karuniakan naluri. Mengajak senantiasa bersyukur dan motivasi dalil harus dilakukan berulang-ulang, agar menancap pada anak. Bagi anak usia tamyiz dan diatasnya (sekitar enam hingga sembilan tahun) masih sangat membutuhkan pendampingan orangtua. Karena di usia ini, mereka belum bisa mandiri.
Keistiqomahan mendampingi anak pada masa ini, akan terlihat hasilnya di usia pra baligh, ketika buah hati kita menginjak usia sepuluh tahun. Jika fase pendampingan sukses, in sya Allah pada masa ini kebiasaan beramal shalih tadi sudah terpola. Anak-anak akan beranap shalih tanpa perlu disuruh lagi, meski mungkin ada kalanya mereka lupa dan perlu kita ingatkan. Allahu a’lam bis shawab.

Senin, 02 April 2018

Saling menghargai sesama pengguna jalan


Image result for Saling hormat sesama pengguna jalan

Di antara nikmat besar dari Allah kepada kita dalam kehidupan beragama ini adalah Dia menjadikan agama ini menjaga hal-hal yang maslahat bagi para hamba. Agama ini menjaga hak-hak sesama hamba. Seorang hamba dijamin kebahagiaannya dalam agama ini, jikalau mereka menegakkan hak-hak saudara mereka sesama muslim. Yaitu hak-hak yang telah digariskan oleh agama yang penuh berkah ini. Karena agama kita adalah agama yang menjaga hak dan memperhatikan kemaslahatan.

Di antara contoh yang sangat menarik yang Islam ajarkan kepada kita dalam menjaga hak-hak sesama saudara kita adalah bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sai’d al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi) jalanan.” Para sahabat bertanya, “Sesungguhnya kami perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang.” Beliau berkata, “Jika kalian tidak bisa melainkan harus duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut.” Mereka bertanya, “Apa hak jalan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu (menyakiti orang), menjawab salam, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Lima hal ini dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, lima hal ini dikenal dengan istilah hak-hak jalan. Dan kelimanya bukan berari membatasi hak-hak jalan itu hanya ada lima saja. Hak-hak jalan banyak sekali dan lima hal ini adalah di antaranya. Oleh karena itu, terdapat hadits lain dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini. Seperti menunjuki dalam hal kebaikan, menolong orang yang dizalimi, dan lain-lain.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini “berilah hak jalan tersebut” adalah sebuah prinsip penting dalam hak-hak tersebut, lalu beliau memberikan beberapa contoh di antaranya.
Ibadallah,
Jika saja orang-orang yang duduk-duduk di pinggir jalan mempraktikkan hal ini niscaya keadaan kaum muslimin akan baik.

Berilah hak jalan tersebut, adalah sebuah kalimat ringkas yang sarat akan makna. Wajib bagi kita semua untuk memperhatikannya, mempraktikannya dalam kehidupan kita dan sosialisasi kita di masayarakat. Kita praktikkan tiap kali kita keluar dari rumah kita. Setiap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya, beliau mengucapkan,

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari: aku tersesat, atau aku menyesatkan, atau membuat tergelincir, atau aku digelincirkan, atau aku menzalimi atau aku dizalimi, atau membodohi atau dibodohi.”

Apa yang beliau lakukan itu mempertegas akan kaidah dan prinsip agung yang telah kita sebutkan tadi yakni berilah hak jalan tersebut.
Berilah hak-hak jalan adalah sebuah prinsip agung yang kita butuhkan bersama. Perlu kita praktikkan dalam kehidupan kita agar kita selamat dan aman dan demikian juga orang lain dapat merasakan keselamatan dan keamanan dari perbuatan kita. Para ulama terdahulu sering berdoa,

“Ya Allah selamatkanlah aku dan selamatkanlah orang-orang dari gangguanku.”
Sekali lagi khotib tekankan, wajib bagi kita untuk memberikan hak-hak jalan. Agar kehidupan yang bahagia dan sosialisasi antar sesama dengan akhlak mulia dapat terwujud.

Kalau kita perhatikan keadaan masyarakat kita saat ini, kita menyaksikan sebuah muamalah dan sosialisasi yang cukup memprihatinkan. Banyak dari kita yang meremehkan hak-hak dan mengabaikan kewajiban. Di antaranya, ada orang yang duduk sambil meminum jus atau memakan suatu makanan, kemudian mereka membuang sampahnya ke jalanan. Bukankan tempat itu akan dilewati oleh orang yang lebih tua darinya dan saudaranya sesama muslim? Bukankah jalan-jalan itu akan dilalui tetangganya? Dimanakah haknya jalan dan dimanakah haknya kaum muslimin?
Orang-orang yang membuang sampah sembarangan di jalanan tanpa kepedulian, manakah praktik mereka dari prinsip yang agung ini?

Hal-hal ini, yakni muamalah yang jelek yang kita lihat dilakukan orang-orang dari mobil-mobil mereka ketika mereka mengendarainya di jalanan. Mereka melakukan muamalah yang menimbulkan gangguan, tidak memperhatikan hak jalan. Di antara mereka juga ada yang menimbulkan suara yang bising baik dari suara kendaraan atau radio yang dikencangkan volumenya. Ada juga yang kebut-kebutan dan mengabaikan rambu-rambu. Bahkan sebagian pemuda melakukan aksi ugal-ugalan di jalanan, mereka sama sekali tidak menghargai hak jalan dan pengguna jalan. Betapa banyak hak orang yang dizalimi dan aturan-aturan yang dilanggar karena tingkah pola yang demikian.

Contoh-contoh yang diberikan Nabi dan aturan-aturan yang maslahat lainnya menunjukkan akan persamaan hak. Wajib bagi setiap muslim bertakwa kepada Allah dalam urusan ini. Menjaga hak-hak saudaranya di jalan raya.

Minggu, 01 April 2018

Mengatur Waktu untuk Ibadah


Image result for Waktu untuk ibadah

Hendaklah engkau mengisi waktumu dengan segala aktivitas ibadah hingga tak ada waktu sedikit pun, baik siang maupun malam, kecuali untuk mengabdi kepada Allah. Dengan demikian tampaklah bagimu keberkahan waktu, memperoleh faedah umur dan senantiasa menghadapkan diri pada-Nya. Demikian pula sediakan waktu khusus untuk mengerjakan kebiasaan sehari-hari, seperti makan, minum dan mencari nafkah.

(Ketahuilah !) Tak akan lurus suatu permasalahan jika diiringi dengan kecerobohan dan tak mungkin sempurna suatu pekerjaan yang diikuti dengan kelalaian.

Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali berkata :

“Hendaklah engkau membagi waktumu, mengatur wiridmu dan menetapkan waktumu dengan segala aktivitas yang tidak akan engkau langgar dan janganlah engkau terpengaruh dengan hal lain dalam masalah waktu ini. Barangsiapa menelantarkan dirinya dari aktivitas, maka ia laksana orang yang tersesat di jalan, bermaksud ingin menyibukkan diri, tetapi ia sendiri selalu menyia-nyiakan waktunya. Ketahuilah, bahwa waktu itu adalah umurmu dan umur adalah modal untuk investasi (ibadahmu). Dengan umur itu pula engkau dapat memperoleh kenikmatan abadi di sisi Allah Swt. Setiap nafasmu bagaikan mutiara yang tak ternilai harganya, dan bila hilang percuma engkau tak mungkin mampu mengembalikannya.”

Seyogyanya engkau tidak menghabiskan waktumu dengan satu jenis wirid, walaupun wirid yang paling utama. Karena hal itu dapat menghilangkan kesempatanmu dari keberkahan yang ada pada aneka ragam wirid, mak dari itu hendaklah engkau dapat menganekaragamkan satu wirid dengan wirid yang lain.
  
Karena setiap wirid mempunyai pengaruh dalam hati, cahaya, pertolongan dan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. Berganti-ganti wirid dapat pula membebaskan dirimu dari rasa bosan, malas dan enggan.

Ibnu Athaillah Asy-Syadzali berkata :
“Karena Allah tahu ada sifat bosan di dalam hatimu, maka Dia kemudian menganekaragamkan perbuatan taat untukmu.”

Ketahuilah, bahwa setiap wirid mempunyai pengaruh dalam menyinari dan menguasai anggota lahiriahnya. Namun pengaruh ini hanya bias dirasakan oleh orang yang selalu bersungguh-sungguh, mengulang-ulang dan tepat waktu dalam berwirid.

Apabila Anda tidak termasuk orang yang menghabiskan seluruh waktu malam dan siang untuk amal-amal baik, maka isilah sebagian waktu Anda dengan wirid, yang Anda amalkan secara rutin pada waktu-waktu tertentu, dan akan Anda ulangi jika terlewatkan, guna melatih jiwa supaya tetap memliharanya. Jika nafsu Anda merasa putus asa terhadap Anda karena Anda tidak membiarkan wirid-wirid Anda tertinggal bergitu saja, tetapi Anda segera mengulanginya jika ada yang terlewatkan, maka akhirnya nafsu Anda pun akan patuh melakukannya pada waktu-waktunya.

Sayyid Abdurrahman Assegaf ra. berkata :

“Barangsiapa tidak punya wirid, maka ia adalah kera.”

Sebagian orang makrifat berkata :
“Waridat (limpahan karunia Allah) dapat dicapai dengan wirid. Dan barangsiapa tidak mempunyai wirid dalam lahiriahnya, maka ia pun tak akan mempunyai warid di dalam jiwanya.”

Jumat, 30 Maret 2018

Mengisi waktu dan Mengerjakan yang baik




Ketahuilah bahwasanya perkara yang sangat dicintai oleh Allah adalah kebaikan dan perbaikan. Kebaikan adalah kebaikan jiwa dengan wahyu yang menjadikan jiwa suci dan bersih. Adapun ishlaah (perbaikan) adalah meluruskan kondisi yang menyimpang, baik kondisi individu maupun kelompok atau memperbaiki hubungan yang rusak antara dua orang atau dua kelompok sesuai dengan petunjuk syari’at yang lurus.

Dan ishlaah (mendamaikan) mendekatkan antara hati-hati yang saling menjauh, menyatukan kembali pemikiran-pemikiran yang saling menjauh, dan memberikan hak yang wajib kepada pemiliknya, yaitu dengan usaha yagn dilakukan oleh orang-orang yang hendak mendamaikan dan sikap mengharapkan pahala dari orang-orang yang baik, serta sikap bijak orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.

Mendamaikan diantara sesama merupakan salah satu pintu surga dan keselamatan dari fitnah umum dan fitnah khusus. Mendatangkan kemaslahatan khusus dan umum, dan mencegah kemudhorotan yang meluas kerusakannya dan tersebar keburukannya.
Mendamaikan diantara yang bersengketa menutup pintu-pintu tempat masuknya syaitan untuk menggoda manusia.

Pemerhati sejarah para individu dan umat-umat akan mendapati bahwa kerusakan menjadi semakin meluas dalam kehidupan mereka disebabkan hilangnya “usaha mendamaikan diantara yang bersengketa”. Dan ia juga akan mendapati bahwa keburukan dan fitnah terhilangkan disebabkan usaha mendamaikan diantara yang bersengketa. Dan besarnya nyala api berasal dari percikan bunga api.

Mendamaikan diantara yang bersengketa merupakan salah satu dari tujuan agung dan pengajaran yang indah dan mulia dalam Islam. Allah berfirman :

“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfaal: 1).
Diantara dalil akan keutamaan mendamaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Maukah aku kabarkan kepada kalian yang lebih baik daripada derajat puasa, sholat, dan sedekah?”. Mereka berkata, “Tentu”. Baiknya hubungan diantara sesama, karena rusaknya hubungan diantara sesama mengikis habis (agama).” (HR. At-Tirmidzi no 2509, dan dishahihkan at-Tirmidzi) dan terdapat tambahan.

“Rusaknya hubungan di antara sesama adalah mengikis, dan tidaklah aku berkata mengikis habis rambut, akan tetapi mengikis habis agama.”
Allah berfirman,

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhoan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa: 114).
Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan al-kitab serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS. Al-A’raf: 170).

“Dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-A’raf: 142).

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka Barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-A’raf: 35).

“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-An’am: 48).
Dan ishlah (mendamaikan) bisa dilakukan diantara pasangan suami istri terhadap perselisihan mereka dengan sesuatu yang menjamin hak masing-masing. Allah berfirman,

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang pendamai dari keluarga laki-laki dan seorang pendamai dari keluarga perempuan. Jika kedua orang pendamai itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa: 35).
Allah juga berfirman,

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa: 128).
Dan mendamaikan di antara pasangan suami istri menjaga keutuhan rumah tangga dari keretakan dan kehancuran, dan dengannya lestarilah perhatian keluarga dan semakin kuat hubungan antara suami istri, dan berkelanjutan hubungan yang baik, anak-anak mendapati persatuan kedua orang tuanya pengayom mereka yang terpercaya, yang berkesinambungan dan aman dari penyimpangan, mereka mendapati kelembutan orang tua dan pertumbuhan yang baik.

Dan jika semakin parah perselisihan diantara suami istri dan ditinggalkan jalan damai maka hancurlah rumah tangga, terbengkalai anak-anak dan mereka terancam dengan kerusakan dan kegagalan dalam kehidupan setelah perceraian, serta terputuslah hubungan kekerabatan, dan suami istri mendapatkan kemudhorotan.

Dalam hadits ((Iblis berkata kepada pasukannya, “Siapa diantara kalian yang hari ini telah menyesatkan seorang muslim maka aku akan mendekatkan dia kepadaku dan akan aku pasangkan mahkota baginya”. Maka datanglah salah satu dari mereka lalu berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga ia durhaka kepada kedua orang tuanya”. Iblis berkata, “Hampir lagi ia baik kembali kepada kedua orang tuanya”. Datang yang lain dan berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga ia akhirnya mencuri”. Iblis berkata, “Hampir lagi ia bertaubat”. Datang yang lain dan berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga akhirnya ia berzina”. Iblis berkata, “Sebentar lagi ia akan bertaubat”. Datang yang lain dan berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga iapun menceraikan istrinya”. Iblis berkata, “Engkau, engkau (yang hebat)”. Lalu Iblispun mendekatkannya kepada Iblis, lalu ia mengenakannya mahkota”)) (HR. Muslim).

Dan mendamaikan bisa dilakukan diantara kerabat yang bertikai hingga kembali baik hubungan silaturahmi dan lestari, dan agar tidak terjadi putusnya silaturahmi diantara kerabat. Maka silaturahmi adalah berkah dan kebaikan serta kemuliaan, dan merupakan sebab yang memasukkan ke surga, sebab baiknya agama dan urusan dunia serte keberkahan usia. Dari Aisyah –semoga Allah meridhoinya- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ar-Rahim (kekerabatan) bergantung di ‘Arsy, ia berkata, “Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambungnya (dengan kebaikan), dan barangsiapa yang memutuskan aku maka Allah akan memutuskannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dan dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda

“Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. al-Bukhari).
Dan dari Amr bin Sahl –semoga Allah meridhoinya- ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Menyambung silaturahmi adalah memperbanyak harta, menambah kecintaan keluarga, dan memperpanjang umur.” (Hadits shahih riwayat at-Thabrani).
Sebagaimana memutuskan silaturahmi adalah keburukan, mendatangkan kesialan di dunia dan di akhirat.
Dari Jubair bin Muth’im dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Tidak akan masuk surga pemutus silaturahmi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dan dari Abu Bakrah –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda,

“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan hukumannya atas pelakunya disertai hukuman yang disimpan untuknya daripada berbuat zalim dan memutuskan silaturahmi.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi dan ia berkata : Shahih).

Maka mendamaikan diantara kerabat yang bersengketa merupakan kebaikan yang besar.
Mendamaikan juga bisa dilakukan diantara tetangga demi menunaikan hak tetangga dan menjalankan kewajiban hak tersebut yang telah diwajibkan oleh Allah.
Dari Asiyah –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda :

“Jibril terus mewasiatkan aku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dan mendamaikan juga bisa antara dua orang muslim yang bersengketa. Allah berfirman,

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. Dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10).

Wahai saudaraku muslim, janganlah engkau tinggalkan “usaha untuk mendamaikan”, jangan pula engkau meremehkan kebaikan yang banyak ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendamaikan diantara para sahabatnya. Demikian para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka yaitu para tabi’in, telah berusaha menempuh jalan ini. Dan nukilan dari mereka tentang mendamaikan diantara yang bersengketa sangatlah banyak. Dan dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda ((Wahai manusia, damaikanlah diantara kaum muslimin, sesungguhnya Allah mendamaikan diantara kaum muslimin)).

Seorang muslim di zaman ini merasa sedih karena begitu sedikitnya orang yang mendamaikan dan berpalingnya banyak orang dengan menjauh dari usaha mendamaikan di masyarakat kaum muslimin.
Dan engkau –wahai seorang muslim- diperintahkan untuk berniat yang baik dan berihtisab (mengharapkan pahala) dan menempuh sebab-sebab, adapun setelahnya maka serahkan kepada Allah. (Yang jelas) Allah telah menjamin pahala bagimu. Allah berfirman :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Jatsiyah: 15).
Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dalam Al-Qur’an Al-‘Adziim…

Kamis, 29 Maret 2018

KEBERKAHAN



Tapi kalo hati sudah berpenyakit kesombongan, merasa diri lebih dari yang lain, merasa berjasa, merasa berbuat, merasa berjuang. Siapapun itu hatinya gak akan nyaman karena menuntut pengakuan penghargaan penghormatan.

Kalo hati kita sudah merasa lebih dari yang lain dalam bentuk apapun, maka cenderung  kata kata kita merendahkan meremehkan mempermalukan, dan itu tidak baik.

Karena tidak ada satupun diantara kita yang mau direndahkan walaupun pekerjaannya dianggap rendah secara duniawi. Maka mari kita evaluasi diri semua itu ya.

Qs Al hujrat ayat 11 dan 12
1. Jangan suka mengolok2 meremehkan mengejek karena belum tentu yang mengolok olok itu lebih baik. Yang paling penting dalam berkeluarga, bekerja adalah keberkahan.

Keberkahan inilah yang membuat sesuatu bernilai sangat dalam, luas dan panjang kemanfaatannya sampai nanti.

Kalo diukur dg omzet ,target itu tidak identik dg berkah, yang kita cari adalah keberkahan.

Para ulama terdahulu, mencari ilmu sulit sekali satu hadits saja harus bisa jalan sebulan, tapi ilmunya berkah tembus sampai sekarang penuh manfaat
Kita ingin keluarga yang berkah, usaha yang berkah, naah demikian pula di tempat kita tempat bekerja ini.

Oleh karena itulah setiap diantara kita harus berlomba lomba untuk PDLT ( Perbaiki Diri Lakukan yang Terbaik) #pesanguru.

Orang orang yang berkata baik, berhati baik akan tenang hatinya. Tenang hati akan nampak dari raut muka, dari tutur kata serta sikap dan tulisan

2. Jangan suka mencela depan orang, sampaikan dengan baik sehingga kehormatannya terjaga

3. Dilarang keras memanggil dengan panggilan nama yang buruk

4. Dilarang berburuk sangka terhadap apapun dan siapapun. Cari seribu satu alasan untuk berbaik sangka. Kalo hati kita baik kita bisa tenang dan bisa memperbaiki.

5. Jangan suka mengorek ngorek, kekurangan kesalahan aib untuk kepuasan nafsu. tapi sekiranya kita punya tanggung jawab untuk memperbaiki adalah bukan untuk memyenangkan hati, tapi kita melihat kekurangan orang adalah amanah untuk membantu yang belum tau jadi tau, yang belum bisa jadi bisa, yang lalai menjadi ingat.

Ingat semua orang punya perasaan, jangan berghibah, jangan mengatakan seseorang dibelakang kalo ketahuan bisa sakit hati.

 Ini hukumnya seperti orang yang memakan bangkai saudaranya yang sudah mati, seperti kanibal dan itu menjijikan, naudzubillah.

Sahabatku, tidak ada artinya bangunan yang bagus, nama, omzet, harta pangkat jabatan kalo kita gak nyaman, dan tidak nyaman itu biasanya masalah, masalah hati.

Ayo mari kita teruus perbaiki diri yah, tidak ada yang hebat diantara kita, tidak ada yang berjasa, yang ada adalah ini ladang amal untuk kita.

Jangan merasa berjasa dipihak manapun, jangan merasa lebih dari yang lain. Karena Allah ketika membuka aib kekurangan kita, maka kita gak ada harga sama sekali.

Fokuslah kita memperbaiki diri dan melakukan yang terbaik insya Allah akan nyaman semuanya.
Kalau nyaman, sekalipun penghasilan sedikit , bangunan gak begitu bagus kita akan nyaman.

Jagalah kehormatan satu sama lain, jaga perasaan satu sama lain, insya Allah kita akan merasakan keberkahan.

Selamat merenung, selamat perbaiki diri, selamat ber “Me Time” sahabatku semua.

Wassalam.

Rabu, 28 Maret 2018

Merasa Di awasi (MUROQOBAH)


Image result for Merasa di awasi

Saudaraku, hendaklah Anda selalu mawas diri kepada Allah Swt. dalam setiap aktivitasmu. Dan hendaklah Anda sadar bahwa Allah selalu di dekatmu.

Dan Ia selalu mengetahui dan mengawasi segala gerak-gerikmu. Bagi-Nya tak ada sesuatu yang rahasia dan samar. Makhluk sekecil apa pun yang ada di bumi dan langit tak akan pernah lepas dari pengawasan-Nya.



Ingatlah! Bahwa dia senantiasa mengetahui apa yang engkau bicarakan, baik engkau bersuara keras maupun lirih. Di mana saja engkau berada, Dia selalu bersamamu, dan Dialah Yang Maha Kuasa.

Petunjuk, pertolongan dan penjagaan-nya hanya tercurah kepadamu jika engkau tergolong orang-orang yang berbuat baik.

Hendaklah engkau malu kepada-Nya. Kerjakanlah perintah-perintah-Nya dan jauhi segala larangan-Nya serta beribadahlah kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya. Dan apabila engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu.

               
Dan jika dalam hatimu timbul rasa malas pada ketaatan dan cenderung untuk mengerjakan kemaksiatan, katakana pada nafsumu : “Hai nafsu! Sesungguhnya Allah Swt. selalu mendengarmu, melihatmu, dan mengetahui segala rahasia dan bisikanmu.”

Jika ia belum dapat menuruti nasihatmu kepadanya akan dua malaikat yang selalu mencatat kebajikan dan kejelekan, yaitu Raqib dan Atid.

Dan bacakan padanya Allah Swt.

“Ketika dua malaikat yang mencatat amal buruk di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tidaklah perkataan yang dikeluarkan seseorang melainkan di sisinya ada dua malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf : 17-18)

Jika nasihat tersebut tetap tak dapat menghentikan tindakannya, berilah ia pengertian tentang kematian yang sudah semakin dekat. Dan kematian adalah satu rahasia yang dinanti kedatangannya. Apabila ajal telah menjemputnya sedangkan ia senantiasa mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak diridai oleh Allah Swt., maka hanya penyesalan tak ada habisnya yang ia peroleh.

Bila ia masih dan tak menghiraukan nasihat itu, maka ingatkan ia sekali lagi tentang pahala besar yang dijanjikan oleh Allah, bagi mereka yang taat pada-Nya dan siksa yang pedih yang disediakan Allah bagi orang yang durhaka kepada-Nya.


Kemudian katakana pada nafsu : Hai nafsu! Tak ada lagi kesempatan untuk bertobat setelah kematian. Dan tak ada lagi tempat setelah dunia ini, kecuali surga atau neraka. Pilihlah mana yang kau suka! Jika engkau taat kepada Alla, maka kebahagiaan, keridaan dan kekekalan di dalam sesama yang luaslah ynag engkau terima. Bahkan engkau pun akan memperoleh nikmat terbesar yaitu melihat-Nya. Jika engkau bermaksiat, tentu kehinaan, murka dan siksa nerakalah yang pasti engkau terima.

Seluruh nasihat-nasihat di atas pasti membawa manfaat yang besar bagi kehidupanmu di dunia dan akhirat.
Engkau baru dikatakan malu dan mawas diri kepada Allah Swt. jika nasihat-nasihat di atas dapat mencegah hati dan nafsumu dari segala aktivitas yang tidak diridai-Nya dan mendorongmu dan taat kepada-Nya.


)Ketahuilah ! )Muraqabah termasuk adalah kedudukan terpuji, pangkat yang paling mulia dan derajat yang paling tinggi. Muraqabah juga termasuk pada maqam ihsan.

seperti yang disabdakan Rasulullah Saw. :

“Ihsan ialah pengabdian pada Allah Swt. seakan-akan engkau melihat-Nya. Walaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim dari Umar)

Hakikat Kepercayaan

Setiap mukmin wajib percaya bahwa tiada sesuatu yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di langit maupun bumi. Dan Dia mengetahui dan mengawasi segala aktivitas makhluk-Nya.

Kepercayaan atau ideologi itu akan tumbuh subur jika ia seolah-olah berhadapan dengan Allah dan berpengaruh dalam setiap langkah kehidupannya, dan ia pun merasa malu jika ia tidak beribadah. Apalagi jika sampai diketahui orang lain bahwa ia tidaklah tergolong orang yang taat kepada Allah. Rasa malu seperti ini sudah jarang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Lebih jarang lagi adalah fana.

Fana ialah leburnya diri pribadi pada ke-baqa`-an Allah, di mana perasaan keinsanan lenyap diganti dengan rasa ketuhanan

Senin, 26 Maret 2018

Niat dan Ikhlas


Image result for Niat ikhlas

Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.

Rasulullah Saw. bersabda :

“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Swt. pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.

Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Alah Swt.
Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Swt., bila tidak dengan yang digariskan oleh Allah Swt. melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yang fardu maupun Sunnah.
Adakalanya niat yang benar itu memberi pengaruh pada perkata-perkara mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul : Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yang saleh.

Hubungan antara Niat dan Amal
Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yang menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.

Bagi mereka yang mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta-minta kepada orang lain, mampu bersedekah pada yang membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.

Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan-perbautan maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda-benda najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yang berjumpa dengan orang lain yang sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam perhunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.

Siapa saja yang diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat suautu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.

Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.

Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata-mata hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal-hal yang mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.

Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yang ia lakukan.

Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu : bermunajah kepada Allah Swt., menggali ilmu yang ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.

Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk :
-              Melaksanakan perintah Allah Taala yang tersebut dalam firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah : 172)


-              Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.
-              Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuati dengan Al-Qur`an suata As-Saba` ayat 15 yang berbunyi :

“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (QS. As-Saba` : 15)


Pengertian Niat
Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yang mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.

Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yang diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yang diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

“Niat orang yang beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)

Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal-hal berikut :
1.            Berniat dan langsung melaksanakannya.
2.            Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yang disebut azam (cita-cita).

Keduanya dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda :
“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).

3.            Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.

Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yang melaksanakannya.

Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. :

“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yang dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yang hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yang sama. Ketiga, orang yang dikaruniai oleh Allah Swt. kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang keempat, ialah orang yang hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yang sama.” (Al-Hadits)